Perludem hingga ICW Kecam Pilkada Tak Ditunda: Nyawa Banyak Orang Dipertaruhkan

22 September 2020 11:44 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pemungutan suara di TPS Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemungutan suara di TPS Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keputusan pemerintah, DPR, dan KPU tetap melaksanakan Pilkada 2020 pada 9 Desember menuai kritik dari Aliansi Masyarakat Sipil. Mereka mengecam keputusan pemerintah, KPU dan DPR yang dinilai melukai hati masyarakat.
ADVERTISEMENT
Aliansi masyarakat sipil ini terdiri dari 12 LSM yang bergerak di bidang kepemiluan hingga pemerintahan. 12 Aliansi Masyarakat Sipil tersebut yakni Indonesa Corruption Watch (ICW), KawalCOVID19, Kemitraan, KOPEL Indonesia, Koalisi Perempuan Indonesia, LaporCovid-19, Migrant Care, NETFID, NETGRIT, Perkumpulan Warga Muda, Perludem, PUSaKO.
"Pertama, mengecam keras keputusan DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu yang terus melanjutkan tahapan pilkada 2020. Keputusan ini nyata melukai hati masyarakat, DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu seolah-olah menutup mata dan telinganya terhadap suara nyata masyarakat untuk menunda pilkada 2020," kata Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Wahidah Suaib membacakan sikap 14 aliansi masyarakat sipil secara virtual, Selasa (22/9).
"Bahkan desakan dari dua organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah sama sekali tidak diindahkan oleh DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kata dia, pemerintah dan penyelenggara pemilu dinilai tak memahami masalah yang terjadi saat situasi pandemi corona. Wahidah mengatakan peraturan pelaksanaan pilkada di tengah pandemi tak cukup diatur dengan peraturan KPU (PKPU) melainkan harus dengan UU.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (kanan) bersama Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik (kiri) mengikuti Rapat Kerja (dengan Komisi II DPR di Senayan, Jakarta, Kamis. Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
"Menurut kami persoalan regulasi di dalam melaksanakan pilkada di tengah pandemi itu diatur di UU Pilkada. Sementara UU Pilkada yang berlaku saat ini sama sekali tidak mengatur detail teknis dan manajemen pelaksanaan pilkada yang harus sesuai dengan keperluan dalam keadaan pandemi. Artinya tidak bisa perbaikan regulasi hanya dilakukan pada peraturan KPU," ucapnya.
Wahidah mengatakan apabila Pilkada tetap diadakan 9 Desember 2020, pemerintah akan mempertaruhkan nyawa masyarakat karena jumlah kasus COVID-19 masih meningkat. Untuk itu, kata dia, aliansi masyarakat sipil meminta pemerintah dan DPR mengubah sikapnya dan menunda Pilkada 2020.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menghadiri Raker Komisi II di DPR. Foto: Helmi Afandi/kumparan
"Pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu sedang mempertaruhkan nyawa banyak orang dengan memaksakan pilkada di tengah kondisi pandemi yang masih sangat mengkhawatirkan. Kami mendesak agar sikap DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk mengubah pendiriannya," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Dia menyebut aliansi masyarakat sipil tetap meminta pemerintah menunda pilkada sampai kondisi pandemi corona terkendali.
"Penundaan pilkada perlu dilakukan hingga pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu telah selesai menyiapkan regulasi yang lebih komprehensif," tandas dia.