Perludem: Jokowi Perlu Terbitkan Perppu Tunda Pilkada Serentak 2020

27 Maret 2020 17:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi TPS Foto: Aprilio Akbar/Antara
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi TPS Foto: Aprilio Akbar/Antara
ADVERTISEMENT
Pilkada Serentak 2020 yang pencoblosannya digelar 23 September, diprediksi akan terdampak wabah COVID-19 yang makin meluas menjangkiti 28 dari 34 provinsi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mendesak Presiden Jokowi segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) untuk menunda seluruh tahapan Pilkada.
"Presiden Jokowi perlu segera mengeluarkan Perppu untuk menunda Pilkada 2020. Perppu ini penting bagi KPU untuk menjadi landasan hukum yang kuat dalam menerbitkan keputusan untuk menunda seluruh tahapan Pilkada 2020," ucap Titi dalam siaran pers, Jumat (27/3).
Menurutnya, wabah COVID-19 yang terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia, beririsan dengan sebaran daerah yang akan melaksanakan Pilkada 2020. Dari 270 daerah di 32 provinsi yang akan menggelar pilkada, hanya DKI dan Aceh yang tidak terdapat Pilkada 2020.
KPU sudah memutuskan menunda beberapa tahapan pilkada, yaitu pelantikan anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi faktual dukungan bakal pasangan calon perseorangan, pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), dan tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih.
ADVERTISEMENT
"Tentu implikasi teknis dari penundaan ini akan berdampak pada kontinuitas tahapan pilkada lainnya. Serta bisa menggeser hari pemungutan suara, karena itu aktivitas inti pilkada," tutur Titi.
Misal, Pasal 18 ayat (3) UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pilkada menyebut 'PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota 6 bulan sebelum pemungutan suara dan dibubarkan paling lambat 2 bulan setelah pemungutan suara. Tentu kalau pelantikan PPS bergeser, maka akan menggeser pula hari pemungutan suara sesuai Pasal itu.
"Karena pilkada kita serentak, maka mestinya dampak penundaan ini tidak hanya dihitung daerah per daerah tapi juga harus dilihat dalam skala keserentakan pilkada. Maka kebijakan yang dibuat harus dengan pendekatan nasional," beber Titi.
Presiden Jokowi memimpin terbatas secara online. Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden
Sementara, ketentuan penundaan pilkada dalam UU Pilkada, berupa Pemilihan Lanjutan dan Pemilihan Susulan dalam Pasal 120 dan Pasal 121 UU No. 1 Tahun 2015, tidak mampu memberikan landasan hukum bagi penundaan pilkada secara nasional, melainkan parsial daerah per daerah terbatas pada wilayah yang mengalami kondisi luar biasa (force majeur). Serta harus dilakukan secara bottom up process, berjenjang dari bawah ke atas.
ADVERTISEMENT
Titi menuturkan, untuk mengubah hari pemungutan suara, terutama bulan dan tahun pemungutan suara Pilkada 2020, KPU tidak bisa menentukan sendiri. Sebab UU Pilkada, khususnya Pasal 201 ayat (6) UU No. 10 Tahun 2016, menyebutkan secara eksplisit bahwa 'Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota hasil pemilihan tahun 2015 dilaksanakan pada bulan September tahun 2020.'
"Artinya, jika hendak mengubah bulan dan tahun pemungutan suara, mesti dilaksanakan dengan mengubah Pasal 201 ayat (6) UU No. 10 Tahun 2016. Untuk melakukan perubahan undang-undang ditengah wabah COVID-19 yang semakin meluas ini tentu tidak gampang. Apalagi DPR juga sudah memutuskan untuk memperpanjang masa resesnya," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009: “Perppu diperlukan apabila: 1. adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU; 2. UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai; 3. kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan”.
"Dan kondisi sebagaimana dimaksud Putusan MK tersebut, telah terpenuhi saat ini, ketika KPU berhadapan dengan situasi harus menunda penyelenggaraan pilkada saat pandemi COVID-19," tegas Titi.