Perludem: Narasi Penundaan Pemilu Sejak 2021, Bukti Inkonsistensi Elite

6 Maret 2022 15:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
ADVERTISEMENT
Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut narasi penundaan Pemilu sudah ada sejak pertengahan 2021 lalu. Isu lama yang kini makin ramai.
ADVERTISEMENT
Ia mengurai, narasi penundaan Pemilu berawal dari melempar isu hoaks pernyataan Ketua KPU Ilham Saputra yang sebenarnya Ilham mengatakan ada kemungkinan Pilkada itu ditunda. Dari 2024 ke 2027 terkait dengan revisi UU Pilkada.
“Waktu itu pernyataannya dibuat di bulan Juni 2020, tapi kemudian pernyataan ini menyebar masif menjadi potongan-potongan berita, potongan-potongan infografik bahwa Pemilu 2024-nya yang akan ditunda,” kata Titi dalam sebuah diskusi daring dapur KedaiKopi, Minggu (6/3)
Lalu, narasi itu terhenti pada 24 Januari 2022 ada kesepakatan yang juga melibatkan 3 partai pengusul penundaan Pemilu; PKB Golkar dan PAN. Dalam rapat kerja di Senayan tercapai konsensus politik bahwa Pemilu 2024, Rabu 14 februari 2024.
“Di luar dugaan seminggu KPU me-launching secara resmi hari pemungutan suara lalu ketum parpol Muhaimin Iskandar PKB menyatakan secara terbuka penundaan Pemilu disertai perpanjangan masa jabatan. Tak main main sehari setelahnya 24 Februari diikuti oleh Ketum Golkar dan 25 Februari oleh Zulhas, PAN,” urai Titi.
ADVERTISEMENT
“Saya merefleksikan bahwa skenario penundaan Pemilu ini prakondisinya sudah dilakukan sejak 2021 walaupun kemudian ia berbeda dengan presiden tiga periode,” tambah Titi.
Lebih lanjut, Titi juga mengkritisi alasan penundaan Pemilu yang mayoritas karena alasan momentum ekonomi. Ia mempertanyakan, ketika Pilkada 2020 alasan membangkitkan ekonomi justru digaungkan demi menyelenggarakan Pilkada di tengah pandemi.
Namun, kini, ekonomi sebaliknya dianggap menjadi alasan logis untuk menunda Pemilu 2024.
“Alasan ekonomi di pilkada 2020 justru dijadikan alasan menyelenggarakan Pilkada, hak pilih tidak boleh dihalangi oleh situasi pandemi dan pandemi yang tidak pasti kapan berakhirnya, pilkada harus jalan. Namun, ini justru terbalik argumennya dipakai untuk Pemilu 2024,” papar Titi.
Bagi Titi, penundaan Pemilu merupakan pelanggaran konstitusi asas kedaulatan rakyat. Kedua, penundaan Pemilu melanggar kewajiban menyelenggarakan pemilu secara periodik sebagaimana tertuang dalam Pasal 22 E ayat 1 disebutkan Pemilu dilaksanakan luber jurdil lima tahun sekali. Ketiga, penundaan Pemilu merupakan alasan untuk menerobos pembatasan masa jabatan yang diatur pasal 7 UUD.
ADVERTISEMENT
“Memang konstitusi bisa diganti tetapi sekali lagi semangat konstitusionalisme berdemokrasi itu komitmen bernegara kita yang mewarnai penyusunan konstitusi kita. Jadi dia bukan hanya bisa dilihat pasal pasal, tapi komitmen kita,” tandas Titi.
Hadir juga dalam diskusi tersebut Pakar Tatanegara Bivitri Susanti, analis Politik Hendri Satrio, dan sebagainya.