Perludem: Penundaan Pemilu Harus Ditanggapi Kritis, Jangan Cederai Reformasi

10 Maret 2022 18:54 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pemilu. Foto: SONNY TUMBELAKA/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemilu. Foto: SONNY TUMBELAKA/AFP
ADVERTISEMENT
Kritik terkait usulan penundaan Pemilu 2024 yang dicetuskan PKB, PAN, dan Golkar masih mengalir. Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menegaskan wacana penundaan ini harus terus ditanggapi secara kritis.
ADVERTISEMENT
"Pembatalan pemilu ini memang kita perlu bukan lagi hati-hati, kita perlu kritis. Ada semangat konstitusionalisme yang mungkin dulu waktu era reformasi saya yang bagian disuruh sama Pak Jazilul (Waketum PKB) untuk demo kali. Sebagai yang disuruh demo, saya ingin menegaskan itu gitu," kata Titi dalam diskusi bersama Waketum PKB Jazilul Fawaid dan anggota DPR PDIP Muhammad Rifqinizamy di Gedung DPR, Senayan, Kamis (10/3).
Titi mengingatkan, konstitusionalisme berdemokrasi bertujuan mewujudkan pembatasan kekuasaan, yang dilakukan melalui kedaulatan di tangan rakyat melalui pemilu. Jangan sampai pembatasan masa jabatan presiden dan wapres sebagai semangat demokrasi diciderai usul penundaan pemilu.
"Konstitusionalisme berdemokrasi yang lahir dari sejarah perjalanan bangsa dan semangat reformasi kita, mari kita jaga dan jangan kita ciderai," ujar dia.
ADVERTISEMENT
"Penundaan pemilu karena kedaruratan nasional, itu perlu diwacanakan secara jernih melibatkan para pakar dan kemudian juga secara partisipatif," imbuhnya.
Lebih lanjut, Titi menyoroti ada tiga momentum demokrasi yang membuat usulan penundaan pemilu tidak patut dan relevan. Pertama, Komisi II DPR bersama dengan pemerintah dan KPU telah mencapai kesepahaman politik bahwa pemilu digelar pada 14 Februari 2024.
"Di mana Pak Luqman Hakim [fraksi PKB] termasuk salah satu yang paling semangat agar tahapan pemilu segera ditetapkan dan juga KPU tentunya. Itu sudah ditindaklanjuti dengan keputusan KPU Nomor 21 Tahun 2022," paparnya.
"Jadi secara hukum positifnya hari pemungutan suara kita masih berlaku hari ini. Dan mestinya diikuti dengan persiapan lain," tambah dia.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
Kedua, pada awal pertengahan Februari lalu, Indonesia tercatat mengalami peningkatan demokrasi di dunia dari ke-64 menjadi ke-52 dalam Democracy Index 2021 yang dirilis Economist Intelligence Unit (EIU). Titi berpendapat, kinerja demokrasi ini harusnya ditingkatkan melalui agenda Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
Momentum ketiga yaitu selesainya uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU dan Bawaslu di DPR. Hasilnya, 7 anggota KPU dan 5 anggota Bawaslu pun terpilih.
"Tiga momentum demokrasi awal tahun itu mestinya tidak memberikan ruang bagi kita untuk berwacana, sesuatu yang sebenarnya secara akademik semua argumen sudah terbantahkan," tegas dia.
Di sisi lain, Titi menilai argumen bahwa penundaan pemilu dapat meningkatkan stabilitas ekonomi pun tak relevan. Begitu juga apabila alasan penundaannya karena invasi Rusia ke Ukraina.
"Kalau saya tanya ke teman-teman yang ahli ekonomi stabilitas ekonomi itu sebenarnya bukan bergantung pada orang, tapi pada kebijakan dan sistem. Kalau hanya untuk temporer bergantung pada orang tapi tidak mampu bangun sistem, kita membuat kerentanan-kerentanan yang juga tidak akan berdampak baik pada ekonomi. Itu yang juga penting untuk menjadi catatan kita bersama," pungkas dia.
ADVERTISEMENT