Permen 9/2019 Terkait Buruh Migran Dikritik: Munculkan Percaloan

10 Oktober 2019 15:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tuntutan Migrant CARE. Foto: Fanny Kusumawardhani
zoom-in-whitePerbesar
Tuntutan Migrant CARE. Foto: Fanny Kusumawardhani
ADVERTISEMENT
Jaringan Buruh Migran Indonesia mendesak pemerintah membatalkan Peraturan Menteri (Permen) Tenaga Kerja nomor 9 tahun 2019. Peraturan yang diterbitkan Menteri Ketenagakerjaan pada 2 Juli 2019 itu, mengatur tentang tata cara penempatan pekerja migran.
ADVERTISEMENT
Direktur Migran Care, Wahyu Susilo, menilai pasal-pasal dalam Permen itu bertentangan dengan Undang-undang nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan buruh migran. Sehingga, apabila tidak dibatalkan, pasal tersebut bakal merugikan hingga membahayakan mereka.
“Mengembalikan peran swasta dalam penempatan akan berpotensi mengakibatkan eksploitasi, pelanggaran HAM bagi pekerja migran, terutama perempuan,” ujar Wahyu dalam konferensi pers mendesak pembatalan Permen tersebut di Cikini, Kamis (10/10).
Wahyu menilai pasal yang diterbitkan sebagai peraturan pelaksana UU nomor 18 tahun 2017 itu sama sekali tak memuat semangat perlindungan. Alih-alih melindungi pekerja, aturan itu ia nilai justru berpihak pada entitas bisnis.
Dampak lainnya terhadap buruh, mereka akan mengalami lagi kesulitan memperpanjang birokrasi penempatan. Belum lagi beban biaya penempatan, lantaran dalam pasal itu diserahkan pada swasta, sehingga akan berpotensi mahal.
ADVERTISEMENT
“Permen ini memberikan infrastruktur pada aktivitas bisnis, sehingga ini yang membuka ruang percaloan itu sendiri. Membuka ruang percaloan lagi, padahal undang-undang ini lahir dari kritik terhadap maraknya praktik percaloan,” jelasnya.
“Harusnya kan Permen-nya itu lebih memberi kekuatan pada pemerintah lokal pada model LTSA, model pelayanan publik. Bukan memberi ruang yang leluasa pada entitas bisnis,” pungkasnya.
Apabila tidak ada langkah dari pemerintah untuk menyikapi desakan tersebut, mereka bakal membawa Permen tersebut ke ranah konstitusional. Yakni melalui Judicial Review di Mahkamah Agung.
“Seperti yang tadi dikatakan, mungkin akan melakukan judicial review. Karen ini sifatnya Permen, mungkin ke Mahkamah Agung,” tegasnya.