Permohonan Maaf Penyidik KPK yang Intimidasi Saksi Kasus Bansos

12 Juli 2021 15:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 14:03 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Penyidik KPK, M. Praswad Nugraha, mengaku bersalah atas tindakan perundungan dan pelecehan yang dilakukannya terhadap mantan Senior Assistant Vice President (SAVP) Bank Muamalat Indonesia, Agustri Yogasmara alias Yogas. Yogas ialah saksi kasus dugaan suap bansos.
ADVERTISEMENT
Tak hanya menyesal, Praswad menyadari tindakannya tak pantas dilakukan terhadap seorang saksi. Ia pun meminta maaf atas perbuatannya tersebut.
"Dalam persidangan, Terperiksa I (Praswad) menyatakan, menyadari yang dilakukan pada waktu penggeledahan dan pemeriksaan terhadap saksi Agustri Yogasmara merupakan sikap yang kurang pantas dan dalam hal ini Terperiksa I memohon maaf dan akan menjadi koreksi ke depan," ujar anggota Majelis Etik Dewas KPK Syamsuddin Haris saat pembacaan putusan sidang etik, Senin (12/7).
Penyidik M. Praswad Nugraha diketahui kini telah berstatus sebagai pegawai nonaktif karena sebelumnya dinyatakan tak lolos dalam tes wawasan kebangsaan (TWK).
Dalam paparan Dewas KPK, terungkap bahwa Praswad mengintimidasi Yogas ketika penggeledahan dan pemeriksaan pada Januari 2021 lalu.
Ia tidak sendiri. Ada penyidik KPK lain yang turut dilaporkan yakni Nor Prayoga. Ia pun turut dinyatakan bersalah.
ADVERTISEMENT
Keduanya dinilai terbukti mengeluarkan kata-kata kasar serta gestur intimidasi terhadap Yogas. Namun pada saat pemeriksaan Yogas, Praswad dinilai yang lebih aktif dibanding Nor Prayoga.
Konferensi pers Dewas KPK usai sidang vonis etik AKP Stepanus Robin, Senin (31/5). Foto: KPK
Karenanya, dalam menjatuhkan putusan atas tindakan Praswad, majelis merujuk pada aturan Pasal 9 peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020. Dalam aturan itu, kata Syamsuddin, sanksi terhadap pelanggar agar dibedakan berdasarkan seberapa besar pelanggaran yang dilakukan berdampak khususnya terhadap institusi atau lembaga tempatnya bernaung.
"Sanksi terhadap perbuatan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku diklasifikasikan atas pelanggaran ringan, pelanggaran sedang, dan pelanggaran berat yang kesemuanya dilihat dari dampak yang ditimbulkan," beber Syamsuddin.
"Oleh karena itu sebelum majelis menjatuhkan sanksi, perlu mempertimbangkan dampak dari perbuatan terperiksa tersebut," lanjut dia
ADVERTISEMENT
Berangkat dari aturan itulah, majelis menyatakan perlu menjatuhkan sanksi berbeda terhadap Praswad atas tindakannya. Hal itu tak lain karena perbuatan Praswad dikhawatirkan dapat menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada KPK selaku lembaga penegak hukum.
"Dampak perbuatan yang ditimbulkan adalah merugikan lembaga KPK dan dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap proses penyidik tindak pidana korupsi di KPK karena institusi KPK dipercayakan untuk memberantas tindak pidana korupsi. Ternyata dalam melaksanakan tugas penyidikan terdapat oknum penyidik yang justru melakukan perundungan dan pelecehan terhadap saksi," kata Syamsuddin.
Oleh karena itu, sanksi sedang berupa pemotongan gaji pokok sebesar 10% selama enam bulan, dirasa pantas untuk diberikan majelis kepada Praswad atas perbuatannya.
Sementara Nor Prayoga dihukum sanksi ringan berupa teguran tertulis I dengan masa berlaku hukuman selama tiga bulan.
ADVERTISEMENT