Pernikahan Anjing dengan Adat Jawa Dinilai Penistaan, Akan Dilaporkan ke Polisi

21 Juli 2023 16:28 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Forum Bela Budaya Adat dan Tradisi Nusantara (FBBATN) saat di DPRD DIY, Jumat (21/7), mereka akan mempolisikan pernikahan sepasang anjing bernama Jojo dan Luna karena menggunakan prosesi adat Jawa.  Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Forum Bela Budaya Adat dan Tradisi Nusantara (FBBATN) saat di DPRD DIY, Jumat (21/7), mereka akan mempolisikan pernikahan sepasang anjing bernama Jojo dan Luna karena menggunakan prosesi adat Jawa. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernikahan sepasang anjing bernama Jojo dan Luna mendapat kecaman karena menggunakan prosesi adat Jawa. Pernikahan yang berlangsung di di Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara, tersebut juga disebut menelan biaya hingga Rp 200 juta.
ADVERTISEMENT
Pernikahan sepasang anjing ini juga dikecam organisasi budaya di Yogyakarta. Mereka yang tergabung di Forum Bela Budaya Adat dan Tradisi Nusantara (FBBATN) akan melaporkan peristiwa ini ke kepolisian.
FBBATN terdiri dari 10 perwakilan lembaga adat dan budaya, yaitu Forum Budaya Jawa-Bali, PKM, Asosiasi Seni Pertunjukan Nusantara (Asintantra), Paguyuban Seni Tradisi DIY (Pasri), Forum Komunikasi Perjuangan Rakyat Nusantara (Forkom Prana), hingga Sanggar Seni Budaya Rajawali Mas.
Organisasi ini sepakat bahwa pernikahan anjing dengan gagrak atau gaya Jawa ini adalah pelecehan dan penghinaan pada adat istiadat budaya yang penuh filosofi kehidupan bagi manusia.
Forum Bela Budaya Adat dan Tradisi Nusantara (FBBATN) saat di DPRD DIY, Jumat (21/7), mereka akan mempolisikan pernikahan sepasang anjing bernama Jojo dan Luna karena menggunakan prosesi adat Jawa. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
"Bahwa dari pertemuan kita itu menggarisbawahi apa yang terjadi itu adalah merupakan sebuah penistaan, sebuah pelecehan, sebuah penghinaan, kepada adat tradisi budaya bangsa. Utamanya Jawa, khususnya DIY karena dalam acara tersebut terlihat memakai gagrak atau gaya Ngayogyakarta, itu begitu menyakitkan," kata Ketua Umum FBBATN Gede Mahesa saat menyampaikan aspirasi di DPRD DIY, Jumat (21/7).
ADVERTISEMENT
Gede mengatakan pihaknya juga berencana melaporkan peristiwa ini ke kepolisian. Harapannya pihak-pihak yang terlibat bisa diproses secara hukum.
"Selain itu di kemudian hari mungkin hari Senin kami akan menindaklanjuti untuk melapor ke kepolisian. Kenapa? 'Toh mereka sudah minta maaf' , tidak mudah seperti itu. Mereka yang mengadakan orang pintar, ceritanya kan dia itu anggota staf (Tim Stafsus Kepresidenan) kok bisa begitunya apa dia itu nggak punya peradaban, apa enggak diajari pendidikan kebudayaan," katanya.
Ketua Bidang Kebudayaan Adat dan Tradisi Nusantara, Forum Komunikasi Perjuangan Rakyat Nusantara, Tito Pangesti Aji, mengatakan ini adalah masalah martabat yang tak bisa dianggap sepele.
"Kita akan gunakan jalur hukum karena begitu banyak kasus-kasus yang sangat mengecewakan, menyakitkan hati masyarakat, atau mengancam persatuan kebangsaan kita itu selesai hanya ucapan hanya minta maaf ke publik di medsos," kata Tito yang juga anggota Dewan Kebudayaan Kulon Progo.
Forum Bela Budaya Adat dan Tradisi Nusantara (FBBATN) saat di DPRD DIY, Jumat (21/7), mereka akan mempolisikan pernikahan sepasang anjing bernama Jojo dan Luna karena menggunakan prosesi adat Jawa. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Permintaan maaf di medsos tidak sebanding dengan kesalahan yang telah dilakukan. Perlu ada hukum yang membuat efek jera.
ADVERTISEMENT
"Jadi ini kita sampaikan tetap setelah somasi, hari Senin atau Selasa akan kami lapor ke polisi. Penistaan budaya, pelecehan," katanya.
"Di situ disebut-sebut bahwa beliaunya itu timses (Tim Stafsus) presiden. Hukum tidak mengenal ini siapa ini siapa," tegasnya.
Gagrak Jawa Tak Sembarangan Dipakai
Tito menjelaskan pernikahan adat Jawa atau gagrak Jawa tak boleh sembarangan dipakai. Contohnya adalah mahkota yang dipakai di pernikahan adalah sombol-silmbol budaya yang lazimnya digunakan oleh raja.
"Oleh kerabat keraton untuk dipakaikan kawulanya masyarakat kecilnya hanya pada hari tertentu hari istimewa ketika sepasang mempelai duduk di pelaminan menjadi raja sehari. Di luar itu kan gak ada. Lha ini kok dipakaikan anjing," katanya.
Dalam menyampaikan aspirasi ke DPRD DIY itu, para budayawan ini turut menyerahkan petisi yang berisi 5 poin, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Mengecam keras kejadian perkawinan anjing. Merupakan tindakan pelecehan, penghinaan dan penistaan terhadap adat tradisi budaya Jawa.
2. Mendesak kepolisian agar menindak pelaku dan penyebar konten perkawinan anjing serta event organizer sebagai pelaksana
3. Meminta pada semua pihak yang menyebarkan agar segera men-takedown tayangan terkait
4.Pecat (tim) staf khusus presiden karena tidak berbudaya.
5. Membuat Ruwatan Sengkala sebagai bentuk permintaan maaf.
Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD DIY Koeswanto berjanji apa yang jadi aspirasi para budayawan akan disampaikan ke pimpinan dan diteruskan ke pemerintah pusat.
"Aspirasi ini wajib kita mengawal dan mengamankan. Dengan resmi nanti kita dari DPRD akan koordinasi dengan pimpinan dewan, apa yang sudah disampaikan teman-teman ini kami sampaikan dan intinya membuat surat ke pemerintah," kata Koeswanto.
ADVERTISEMENT
Kata Dinas Kebudayaan DIY
Di lain kesempatan, Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi mengatakan upacara adat pernikahan dari Yogyakarta sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia tahun 2017.
"Nilai-nilai marwah dari semua prosesi pernikahan memiliki nilai-nilai filosofi yang memang sudah diturunkan dari generasi ke generasi. Ini daya aruh atau nilai-nilai ini menjadi penting untuk kita lestarikan adalah kita ingin bahwa peradaban yang dipikir manusia dengan memiliki kecerdasan otak dan pikiran akan membentuk satu nilai yang menguatkan," kata Dian ditemui 19 Juli lalu.
"Ketika ini masuk kodrat yang berbeda, yang peruntukannya berbeda, tentunya anjing kan tidak perlu untuk kemudian (begitu). Di mana rasa kemanusiaan kita?," katanya.
Disbud mengatakan pihaknya memilih upaya untuk merangkul. Tengah diupayakan beberapa hal, tetapi pihaknya tidak bisa menahan ketika ada paguyuban pelestarian budaya kalau kemudian mereka melakukan somasi dan protes.
ADVERTISEMENT
"Bagi kami, kewajiban bagi kami adalah meluruskan degradasi dan distorsi nilai itu sudah sangat luar biasa. Karena itu akan berpengaruh pada penyimpangan-penyimpangan dan ke depannya identitas jati dirinya budaya itu akan terbiaskan dengan pola itu," katanya.