Pertumbuhan Ekonomi Masih Minus, DPD RI Minta Penjelasan Menkeu

21 Juni 2021 18:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Dengar Pendapat, Senin (21/6). Foto: DPD RI.
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Dengar Pendapat, Senin (21/6). Foto: DPD RI.
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komite IV DPD RI menilai pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama 2021 masih mengalami tekanan yang cukup tinggi akibat dampak pandemi COVID-19.
Padahal, pemerintah telah membuat kebijakan yang sifatnya “extraordinary” untuk proses mitigasi dampak kesehatan, kesejahteraan masyarakat, serta kelangsungan dunia usaha.
“Hal tersebut diperparah dengan langkah pembatasan aktivitas ekonomi dan sosial yang diambil oleh Pemerintah, sehingga berhentinya sebagian besar aktivitas ekonomi,” ucap Novita Anakotta selaku Wakil Ketua Komite IV DPD, pada Rapat Dengar Pendapat dengan Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati secara virtual, Senin (21/6).
Novita menambahkan fokus utama kebijakan pemerintah dalam penanganan COVID-19 adalah mendukung anggaran kesehatan, memperluas social safety net untuk menjaga daya beli, serta mendukung dunia usaha dan industri.
Sementara arah kebijakan fiskal yang akan dimuat dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) tahun 2022 difokuskan pada pemulihan ekonomi dan pelaksanaan reformasi struktural untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
“Transformasi ekonomi juga dilakukan melalui reformasi institusional untuk mewujudkan birokrasi yang profesional dan berintegritas,” tegasnya.
Di sisi lain, ia juga mengemukakan bahwa desain ekonomi makro yang dibuat pemerintah harus efektif dan terukur, sehingga bisa menaikkan iklim ekonomi yang kondusif dan menjamin postur keuangan negara yang kredibel dan akuntabel.
Dalam pernyataannya, Novita menyebutkan tahun 2022 sebagai waktu terakhir bagi pemerintah memanfaatkan kebijakan pelebaran defisit.
“Artinya, pada 2023, defisit APBN akan kembali mengacu pada UU Nomor 17 Tahun 2003, yakni tidak lebih dari tiga persen,” tutur senator asal Maluku itu.
Novita juga menambahkan pada tahun 2021, transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) dialokasikan sebesar Rp 795,5 triliun. Meskipun alokasi ini meningkat sekitar 4,1 persen dari tahun 2020, tetapi terdapat penyesuaian kebijakan refocusing dan penghematan penyaluran TKDD sebesar Rp94,2 triliun untuk mendukung penanganan dampak pandemi COVID-19 secara terpusat.
“Kebijakan itu berdampak penurunan pendapatan APBD yang bersumber dari TKDD. Selain itu itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga mengalami tekanan sebagai dampak dari berkurangnya aktivitas perekonomian di daerah yang diperkirakan menurun sebesar 34 persen,” ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komite IV DPD, Elviana, ikut menuturkan tentang program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang digadang oleh Presiden Joko Widodo belum direspons oleh debitur. Alhasil, tahun ini KUR mengalami penurunan yang sangat signifikan.
“Kami mendapatkan info bahwa dana KUR menumpuk. Padahal KUR ini sangat dibutuhkan bagi usaha bagi ibu rumah tangga, ini masalahnya di mana,” papar Elviana.
Rapat Dengar Pendapat dengan Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati berlangsung secara virtual, Senin (21/6).
Selain itu, anggota Komite IV DPD, Darmansyah Husein, bertanya tentang peran pemerintah pusat yang harusnya kembali mengevaluasi dan memperbaiki kendala dari dana transfer daerah.
Menurut Darmansyah, kebijakan pemerintah pusat sering berubah-ubah yang mengakibatkan permasalahan dalam dana transfer daerah.Dilanjutkan oleh anggota lainnya, Amirul Tamim, yang menyatakan harapannya terkait transfer daerah yang perlu dibuat satu alur dan fokus pada permasalahan.
Selama ini, penempatan SDM pada birokrasi menjadi masalah utama, lantaran setiap ganti pimpinan daerah selalu dibarengi pergantian jabatan.
“Pergantian jabatan pada birokrasi mengakibatkan terganggunya dana transfer daerah. Selalu balik ke titik nol ketika ada pergantian kepala daerah, maka daerah menjadi persoalan yang tidak bisa memberikan kinerja yang maksimal,” tutur Amirul.
Setelah mendengar pemaparan dan harapan dari DPD, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menjelaskan tren pemulihan perekonomian global terus berlanjut. Ia menyampaikan bahwa faktor-faktor risiko tetap perlu diwaspadai seperti munculnya varian baru COVID-19 yang lebih menular dan ganas.
“Indonesia harus dapat mengambil manfaat dari pemulihan global, namun tetap waspada pada risiko-risiko yang masih ada,” tuturnya.
Sri Mulyani lanjut pada pembahasan terkait realisasi penyaluran dana desa untuk penanganan COVID-19 (per 14 Juni 2021) secara keseluruhan, dengan realisasi dana desa mencapai Rp24,3 triliun (33,8 persen). Sedangkan Rp4,5 triliun di antaranya telah disalurkan kepada 33 Provinsi untuk mendukung PPKM Mikro.
“Permasalahan penyaluran dana desa, BLT Desa, dan penanganan COVID-19 terkendala pada pemerintah daerah, yaitu lewat peraturan kepala daerah mengenai rincian dana desa per desa yang masih dalam proses verifikasi di Setda Provinsi. Sedangkan kendala pemerintah desa ada pada proses penyusunan dan penetapan APBDes yang belum selesai,” kata Sri Mulyani.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan DPD RI