Petinggi KAMI Syahganda Nainggolan usai 3 Minggu Ditahan: Risiko Perjuangan

4 November 2020 17:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jumhur Hidayat dan (ketiga kiri) Syahganda Nainggolan (tengah) di Bareskrim Polri. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Jumhur Hidayat dan (ketiga kiri) Syahganda Nainggolan (tengah) di Bareskrim Polri. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Petinggi KAMI Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana saat ini tengah mendekam di penjara Bareskrim Polri. Ketiganya ditangkap atas kasus ujaran kebencian dalam demo tolak Omnibus Law yang berakhir ricuh awal Oktober lalu.
ADVERTISEMENT
Saat dikunjungi aktivis Pro Demokrasi (ProDem), Syahganda Nainggolan mengaku dia dan rekan-rekannya dalam kondisi baik selama menjalani 3 minggu menjalani masa tahanan.
“Saya, Jumhur, dan Anton Permana sehat-sehat di dalam (penjara),” kata Syahganda dalam video yang diterima kumparan, Rabu (4/11).
Syahganda lalu menceritakan pengalamannya pernah dipenjara saat ikut aksi pada masa kepemimpinan Presiden ke-2 Suharto. Bahkan, dalam perjalanannya sebagai aktivis juga membuatnya dipecat dari kampusnya, Institut Teknologi Bandung (ITB).
Syahganda Nainggolan. Foto: Garin Gustavian Irawan/kumparan
Menurut Syahganda, kasus yang menimpanya saat ini sudah menjadi risiko perjuangan sebagai aktivis.
“Karena 31 tahun lalu dipenjara di Bandung melawan Suharto. Karena kita komitmen pada demokrasi, keadilan sosial, mensejahterakan rakyat. Jadi kami sudah apa namanya, bukan biasa, tapi risiko perjuangan,” ungkap Syahganda.
ADVERTISEMENT
“Di ITB kami dipecat, yakin kami bahwa hidup kami hanya untuk rakyat Indonesia. Enggak ada yang lain,” imbuh dia.
Bareskrim Polri secara resmi menetapkan Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, dan Anton Permana, jadi tersangka pada 14 Oktober lalu. Polri beralasan, Syahganda menyampaikan informasi terkait Demo Omnibus Law di media sosialnya namun tak sesuai dengan keadaan di lapangan.
"Jadi modusnya ada foto kemudian dikasih tulisan. Dan keterangan yang tidak sama kejadiannya. Ini contohnya. Kejadiannya di Karawang, tapi ini gambarnya berbeda. Ini salah satu," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono, Kamis (15/10).