PGI Surati Jokowi, Minta Turun Tangan Selamatkan KPK

29 Mei 2021 12:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
Presiden Joko Widodo. Foto: Tracey Nearmy / POOL / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo. Foto: Tracey Nearmy / POOL / AFP
ADVERTISEMENT
Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang berujung pada pemecatan 51 pegawai KPK dan rencana pembinaan 24 pegawai lainnya masih menuai polemik. Bahkan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) ikut bicara.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum PGI, Pendeta Gomar Gultom mengaku prihatin dengan upaya pelemahan yang terjadi di KPK saat ini. PGI akan menyurati Presiden Jokowi untuk turun tangan dan menyelamatkan KPK.
“Kita sangat prihatin dengan upaya-upaya pelemahan KPK yang terjadi selama ini, terutama yang memuncak dengan pelabelan intoleran dan radikalisme atas 75 pegawai KPK melalui mekanisme TWK belakangan ini," ujar Gomar.
Ketua Umum Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (13/2). Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
Hal itu disampaikan Gomar usai menerima 9 orang perwakilan pegawai KPK bersama Tim Hukum mereka. Pertemuan digelar pada Jumat (28/5).
Menurutnya pemecatan pegawai yang selama ini bekerja dengan baik di KPK bisa memberikan dampak buruk pada kinerja pemberantasan korupsi ke depan. Yang lebih mengkhawatirkan, kata dia, mereka yang dipecat banyak di antara mereka yang sedang menangani kasus-kasus korupsi yang sangat signifikan.
ADVERTISEMENT
“Dengan disingkirkannya mereka yang selama ini memiliki kinerja baik serta memiliki integritas kuat dengan alasan tidak lulus TWK, dikuatirkan akan membuat para penyidik berpikir ulang untuk melaksanakan tugasnya dengan profesional seturut dengan kode etik KPK di masa depan, karena kuatir mereka di-TWK-kan dengan label radikal," kata dia.
Salah satu isu yang diembuskan oleh pihak tertentu ialah soal adanya paham Taliban di KPK. Banyak isu lain pun diembuskan di media sosial yang dinilai mencoba menggiring opini masyarakat terhadap KPK.
Sekum PGI, Pendeta Jacky Manuputty, mengaku gelisah melihat fenomena pabrikasi hoaks di medsos yang begitu mudah merubah persepsi masyarakat atas keadaan dan lembaga tertentu.
Penyidik KPK, Novel Baswedan. Foto: Bay Ismoyo - AFP
Hal yang sama diungkapkan oleh Novel Baswedan yang hadir dalam pertemuan. Penyidik senior KPK itu menyampaikan kekhawatirannya dengan stigma radikalisme dalam pemecatan para pegawai.
ADVERTISEMENT
“Bagaimana kita mau berbangsa bila yang selama ini bekerja profesional tiba-tiba dilabeli radikal dan menjadi musuh negara?” ujar Novel.
“Prosesnya adalah upaya yang sudah ditarget. Ada fakta dan bukti untuk ini. TWK hanyalah justifikasi untuk target tertentu," lanjutnya.
Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK Hotman Tambunan menambahkan dia mengaku aneh adanya isu Taliban yang diembuskan. Dia heran ketaatan beragama malah diidentikkan dengan talibanisme. Padahal menurutnya, agama menjadi benteng kuat untuk menjalani pekerjaannya di KPK.
“Kami harus taat beragama, karena agama lah yang mengajar kami untuk berbuat seturut etika. Di KPK itu godaannya banyak sekali, dan ancaman selalu datang. Nilai-nilai agama lah yang membuat kami tetap bertahan”, tuturnya.
Kaus hitam bertuliskan 'Berani Jujur Pecat' dipakai oleh perwakilan 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta. Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Salah satu kuasa hukum pegawai KPK, Saor Siagian, menilai isu Taliban di KPK tidak relevan. Sebab, sejumlah pegawai yang masuk daftar 75 itu bukan beragama Islam.
ADVERTISEMENT
"Tiga dari Komisioner KPK periode baru lalu Kristen, dan Sekjen KPK juga Kristen. Saut Situmorang berkali-kali berkata, tidak ada talibanisme di KPK," kata dia.