PGRI soal Klaster Sekolah Bermunculan: Zonasi Corona Harusnya Per Kecamatan

12 Agustus 2020 16:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah murid mencuci tangan sebelum masuk hari pertama sekolah di SDN 11 Marunggi Pariaman, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah murid mencuci tangan sebelum masuk hari pertama sekolah di SDN 11 Marunggi Pariaman, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Klaster corona di sekolah terus bertambah. Hal ini mendapat kritik dari PGRI.
ADVERTISEMENT
Menurut PGRI, situasinya saat ini memang serba salah. Secara infrastruktur belum siap untuk membuka sekolah, tapi pembelajaran jarak jauh (PJJ) tak bisa diterapkan di semua wilayah di Indonesia.
"Memang situasinya serba salah. Jadi kalau menurut saya infrastruktur belum siap membuka sekolah, jadi itu keputusannya cukup berani. Sehingga secara logika sederhana (muncul klaster sekolah) itu bisa diduga," kata Ketum PGRI Unifah Rosyidi kepada wartawan, Rabu (12/8).
"Niat kementerian sebenarnya baik merespons permintaan masyarakat, dari warga, karena kebingungan PJJ," sambung dia.
Namun menurutnya, memang saat ini kebijakan pembukaan sekolah sebaiknya dihentikan. Sebab, keselamatan siswa adalah segalanya.
"Sekarang yang paling utama belajar dari rumahlah. Sebab kalau tidak ini kan kayak buah simalakama, tapi kan sekarang yang dipikir adalah keselamatan kan segalanya. Kalau gitu harus dihentikan," tutur dia.
Guru memberikan pengarahan kepada murid pada hari pertama masuk sekolah di SDN 11 Marunggi, Pariaman, Sumatera Barat. Foto: Iggoy El Fitra/Antarafoto
Pemberian Zona Corona Per Kecamatan
ADVERTISEMENT
Kalaupun sekolah harus dibuka karena infrastruktur untuk PJJ belum mendukung, Unifah menyarankan kepada Satgas COVID-19 untuk memetakan zonasi per kecamatan. Bukan hanya per kabupaten/kota.
"Mungkin pengawasan secara ketat. Jangan hijau, kuning, oranyenya per kabupaten, harus per kecamatan. Itu dipantau betul tuh karena di kecamatan ada SD dan SMP," tutur dia.
Jadi pergerakan di tingkat kecamatan dibatasi. Orang yang boleh bermobilisasi hanya warga yang berdomisili di kecamatan itu.
"Kalau guru dari zona merah maka tidak bisa datang ke kecamatan itu. Ini untuk keadaan darurat," jelasnya.
Ketua Umum PB PGRI Pusat Unifah Rosyidi dan Ketua LKBH PGRI Pusat Akhmad Wahyudi menjenguk 3 pembina pramuka yang menjadi tersangka dalam insiden SMPN 1 Turi. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Kalau per kabupaten, lanjut dia, rasanya terlalu luas. Sementara di desa itu banyak SD atau setidaknya lebih dari satu.
"Di kecamatan ada SMP dan SMA juga. Kalau ketat dibatasi tingkat kecamatan, paling tidak daerah yang betul-betul hijau anak-anak terselamatkan, bisa sekolah dengan protokol kesehatan," ungkap dia.
ADVERTISEMENT
"Ini tidak bisa menteri sendiri, kalau Mendikbud sendiri tidak bisa. Harus sering turun ke dinas pendidikan kab/kota dan provinsi," tutup Unifah.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: