Pimpinan KPK Anggap Kewenangan SP3 Perlu, Singgung Vonis Lepas Terdakwa BLBI

23 September 2020 18:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, memberikan keterangan dalam sidang gugatan UU KPK yang baru, UU 19/2019, di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang itu, Alex ditanya mengenai sikap pimpinan KPK terhadap wewenang penghentian penyidikan (SP3) yang diatur di UU baru.
ADVERTISEMENT
Alex menyatakan pimpinan KPK setuju soal kewenangan SP3. Sebab SP3 diperlukan untuk memberikan kepastian hukum terhadap tersangka. Semisal untuk tersangka yang sakit keras atau bahkan meninggal dunia.
"Ada beberapa tersangka yang sampai saat ini setelah kita putuskan jadi tersangka tahun 2016, ketika kemarin tanya ke penyidik ternyata yang bersangkutan sakit keras, tidak mungkin untuk diperiksa. Dulu pernah ada tersangka yang meninggal," ujar Alex saat memberikan keterangan secara virtual pada Rabu (23/9).
Alex kemudian menyinggung kasus BLBI yang pernah menjerat mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
Eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, usai keluar dari rutan KPK, Selasa (9/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Alex menyatakan KPK kini dalam posisi yang gamang lantaran Syafruddin sudah divonis lepas oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi. Sedangkan KPK sudah menetapkan 2 orang lain sebagai tersangka yakni pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim.
ADVERTISEMENT
Ia menyebut tidak mungkin kasus Sjamsul dan Itjih Nursalim diajukan ke persidangan lantaran Syafruddin sudah diputus lepas.
"Misalnya kasus Syafruddin Arsyad Temenggung di tingkat pertama, banding, kemudan kasasi dibebaskan MA. Yang jadi persoalan KPK sudah menetapkan 2 tersangka lain, yang didakwa perbuatan bersama-sama Syafruddin. Sementara Syafruddin diputus bebas, 2 tersangka (lain) bagaimana?" ucapnya.
"Kan harus kita ambil sikap, enggak mungkin juga kita akan ajukan (ke persidangan). Wong Syafruddin sudah diputus bebas. Terakhir KPK ajukan PK ditolak, yang 2 orang sudah terlanjur tersangka gimana?" lanjut Alex.
Alexander Marwata Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Untuk itu, Alex berpendapat SP3 masih diperlukan dalam menyikapi kondisi-kondisi tersebut. Mengenai kekhawatiran adanya penyalahgunaan wewenang saat SP3, Alex menyatakan KPK tengah menyusun mekanisme agar gelar perkara yang akan di-SP3 harus dilaksanakan terbuka dan diumumkan ke publik.
ADVERTISEMENT
"Mekanisme penerbitan SP3 sedang kami susun, tentu akan lakukan dengan transparan. Kita sampaikan kalau akan terbitkan SP3 undang ahli independen, akademisi, pegiat antikorupsi. Kita gelar terbuka dalam forum itu dan hasilnya kita umumkan ke masyarakat," ucapnya.
Namun penyidik senior KPK, Novel Baswedan, tidak sepakat dengan kewenangan SP3. Menurut Novel, KPK berdasarkan UU lama tidak diberikan wewenang SP3 agar proses penyidikan dilakukan secara hati-hati.
Novel Baswedan di depan rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Novel beranggapan kewenangan SP3 justru berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang serta intervensi dalam penanganan perkara.
"Selama ini KPK sulit diintervensi karena ketika siapa pun pihak yang punya kekuasaan ketika ingin intervensi penyidikan tidak mungkin, karena memang KPK tidak berwenang SP3, ini jadi kekuatan KPK," ucap Novel yang juga bersaksi di sidang MK secara terpisah.
ADVERTISEMENT
"Tapi ini justru diubah di UU 19/2019 dengan diberikan kewenangan SP3. Kita tidak berbicara siapa orang yang memimpin, tapi bicara sistem. Ketika peluang ada, maka bisa jadi permasalahan di kemudian hari. Karena SP3 dilakukan dalam rapat internal, tidak dibahas dalam proses yang terbuka. (SP3) jadi peluang adanya intervensi dan masalah dalam proses yang tidak profesional dan tidak objektif," tutupnya.