Pimpinan KPK Dinilai Sewenang-wenang soal Pengembalian Kompol Rossa

7 Februari 2020 22:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tahanan KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tahanan KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengembalian Kompol Rossa Purbo Bekti oleh KPK ke Polri kini menjadi polemik. Muncul kabar Kompol Rossa dikembalikan usai terlibat sebagai salah satu penyidik yang diperbantukan di operasi tangkap tangan (OTT) eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Kompol Rossa juga dikembalikan tanpa diberitahu terlebih dahulu dan belum mendapatkan SK pemberhentian.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai ada tindakan sewenang-wenang yang dilakukan pimpinan KPK dalam pengembalian tersebut.
"Di UU administrasi pemerintahan itu seluruh tindakan dan kebijakan atau kebijakan pejabat atau negara harus dilakukan secara cermat ya, yang memenuhi azas-azas baik dan benar. Azas umum pemerintahan yang baik," kata Feri saat dihubungi, Jumat (7/2).
Ilustrasi penggeledahan oleh KPK Foto: ANTARA FOTO/Risky Andrianto
"Salah satu yang dilarang itu melakukan tindakan yang sewenang-wenang. Jadi bukan soal tindakan yang di luar kewenangan saja yang dilarang, melakukan tindakan sewenang-wenang juga dilarang," sambungnya.
Feri mengatakan tindakan sewenang-wenang ini menggambarkan apa yang dilakukan pimpinan KPK terhadap Kompol Rossa. Sebab ada beberapa administratif yang tak terpenuhi dalam proses pengembalian, salah satunya SK pemberhentian yang tak diterima Kompol Rossa.
ADVERTISEMENT
Dia juga menyoroti tak jelasnya alasan pengembalian yang dilakukan oleh pimpinan KPK. Sebab, Kompol Rossa tak pernah melakukan pelanggaran etik, pelanggaran yang dianggap tidak layak maupun melanggar hukum.
Ditambah lagi, Polri telah menyampaikan dua buah surat pembatalan penarikan terhadap Kompol Rossa. Polri menyatakan menugaskan Kompol Rossa di KPK hingga 23 September 2020.
"Kalau kepolisian sadari duluan baguslah. Aneh kalau kemudian pimpinan KPK malah fokus kembalikan dia, apalagi dia sedang tangani perkara yang bisa dikatakan besar. Harusnya pimpinan bisa jaga orang seperti ini agar kemudian penuntasan perkara bisa berlangsung dengan baik," kata Feri.
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Feri mengatakan ada dua konsekuensi dari kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pimpinan KPK. Pertama, bisa dianggap melanggar administrasi negara terkait SK yang tak diberikan kepada Kompol Rossa. Konsekuensinya adalah pengembalian dibatalkan di peradilan.
ADVERTISEMENT
Kedua, bisa saja pimpinan KPK diduga menghalangi proses penyidikan atau obstruction of justice. Meski begitu, dibutuhkan pembuktian lebih lanjut untuk opsi kedua ini. Namun, bukan tidak mungkin untuk disangkakan.
"Kalau itu butuh pembuktian lebih lanjut kan. Tapi bukan tidak mungkin tidak bisa dikenakan. Tergantung bisa dibuktikan atau tidak tujuan dari upaya itu," kata Feri.
"Kalau dilihat element sudah terpenuhi nih, dia penyidik, menangani perkara penting, kemudian mendapatkan perhatian publik tiba-tiba dia diberhentikan di tengah jalan bukan tidak mungkin itu penuhi unsur obstruction of justice kan," pungkasnya.