Pimpinan KPK Disebut Pecah Kongsi soal Nasib 75 Pegawai yang Tak Lulus TWK

21 Mei 2021 16:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pimpinan KPK saat acara serah terima jabatan dan pisah sambut Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pimpinan KPK saat acara serah terima jabatan dan pisah sambut Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK tengah bergejolak. Penonaktifan 75 pegawai yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menuai kritikan dari sejumlah pihak. Sebab TWK disinyalir sebagai alat untuk menyingkirkan pihak-pihak tertentu di KPK.
ADVERTISEMENT
Hasil TWK diterima KPK dari BKN pada 27 April. Namun KPK baru mengumumkan jumlah pegawai tak lulus pada 5 Mei lantaran menunggu putusan MK atas uji materi UU KPK hasil revisi pada 4 Mei.
Ketua KPK, Firli Bahuri, menyebut hasil TWK ketika diterima langsung disimpan di brankas. Kemudian hasil TWK yang masih disegel, kata Firli, dibuka pada 5 Mei dengan disaksikan seluruh pimpinan KPK, Dewan Pengawas, serta pejabat struktural KPK.
"Tidak ada pejabat, pegawai 1 pun yang pernah membaca hasil TWK," kata Firli saat konferensi pers pada Kamis (20/5).
Namun menurut Sujanarko selaku salah satu pegawai yang dinonaktifkan, ucapan Firli tersebut hanyalah gimik. Direktur PJKAKI KPK itu menyebut pimpinan sudah mengetahui daftar 75 pegawai yang tak lulus TWK saat menggelar rapat pada 29 April. Ketika itu, kata Sujanarko, beberapa pimpinan KPK bersuara keras memecat pegawai yang tak lulus TWK.
Sujanarko saat mengikuti tes wawancara dan uji publik capim KPK di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis, (29/8). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
"Kira-kira tanggal 29 April itu pimpinan rapim dan beberapa pimpinan dengan keras ini dipecat saja, nonaktif dipecat. Kebetulan blessingnya, sudah dibuat gimik sama pimpinan, seakan-akan pimpinan tidak tahu apa pun sampai amplop enggak dibuka, ditaruh di brankas, dan gimiknya kencang banget," ujar Sujanarko dikutip dari acara Halal Bihalal Kebangsaan yang digelar kanal YouTube AJI Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sujanarko menyatakan, langkah pimpinan KPK yang hendak memecat 75 pegawai urung dilakukan karena hasil TWK bocor ke publik. Sehingga pimpinan KPK mengambil keputusan menonaktifkan para pegawai tersebut.
"Saat 29 April pimpinan sudah menyatakan ini akan dipecat semua, tapi begitu ramai di publik pimpinan mikir. Sehingga mekanisme pakai nonaktif. Mekanisme nonaktif itu sebenarnya sudah langgar hukum karena di KPK tidak ada aturan atau SOP yang menyatakan pegawai bisa nonaktif tanpa melalui prosedur hukuman dari majelis etik KPK. Jadi orang dihukum kalau di KPK nonaktif, kalau mengalami sidang etik atas pelanggarannya," jelas Sujanarko.
Ketua KPK, Firli Bahuri. Foto: KemenPAN RB
Sujanarko menyebut situasi di KPK, khususnya di tingkat pimpinan, kemudian berubah usai Presiden Jokowi menyampaikan tanggapan atas nasib 75 pegawai tak lulus TWK pada 17 Mei. Diketahui saat itu Jokowi menegaskan TWK tak bisa serta merta dijadikan dasar pemberhentian pegawai KPK.
ADVERTISEMENT
Sujanarko kini menyatakan tersisa 2 pimpinan KPK yang masih ngotot memecat pegawai yang tak lulus TWK. Kedua pimpinan tersebut berinisial F dan LPS. Adapun kedua inisial itu merujuk Ketua KPK Firli Bahuri dan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
"Sekarang itu yang tinggal percaya diri itu memang F. F masih pede banget dibantu dengan LPS, LPS itu dari LPSK sudah seperti itu pengikut setia," kata Sujanarko.
Sementara 3 pimpinan lainnya, kata Sujanarko, sudah terpecah. Ia menyebut 2 pimpinan kini berpihak ke pegawai yang dinonaktifkan. Sedangkan 1 pimpinan lainnya 'menghilang'.
Sujanarko tak menyebut siapa 2 pimpinan yang kini berpihak ke pegawai maupun 1 pimpinan yang tak diketahui keberadaannya. Adapun 3 pimpinan yakni Alexander Marwata, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango.
ADVERTISEMENT
"Ada beberapa pimpinan yang mulai lompat ke pegawai. Baru 2 orang saya dengar, bahkan 1 pimpinan menghilang, HP-nya enggak bisa dihubungi," ucapnya.
Firli dan Lili belum berkomentar mengenai hal ini. Sebelumnya Firli menyatakan bahwa semua keputusan diambil berdasarkan diskusi dan persetujuan bersama kolektif kolegial.
"Sampai hari ini tidak pernah KPK memberhentikan, tidak pernah KPK memecat dan tidak pernah juga berpikir KPK untuk menghentikan dengan hormat maupun tidak hormat," kata Firli, Kamis (20/5).
KPK pun akan menggelar rapat dengan BKN dan KemenPAN RB pada 25 Mei guna membahas nasib 75 pegawai itu.
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock

TWK Intimidatif dan Seperti Gerakan Intelijen

Dalam kesempatan itu, Sujanarko kembali mengulas TWK yang menurutnya intimidatif. Sebab terdapat ancaman pidana bagi pegawai KPK yang tidak menjawab soal esai dengan benar.
ADVERTISEMENT
"Di soal essay ada penutup kalimat tesnya karena ada statement para peserta tes wajib menjawab dengan benar dan bersedia dituntut pidana maupun perdata kalau mereka menjawab tidak benar. Ini kira-kira di dunia hanya ada 1 dites bisa dituntut pidana, ini intimidatif banget. Kedua banyak soal-soal tidak terkait pemberantasan korupsi dan itu lompat pagar terkait privasi, HAM, hak beragama," jelasnya.
Selain itu, kata Sujanarko, TWK seperti operasi intelijen negara lantaran pihak yang bertanya dalam tes enggan menyebutkan nama maupun asal instansi.
"Biasanya assesment yang paling sederhana mereka memperkenalkan diri siapa namanya, dari mana. Ini (TWK) kayak intelijen ditanya namanya enggak beri tahu, asalnya dari mana enggak beri tahu. Ini seperti gerakan intelijen negara yang dimanfaatkan untuk melakukan assesment terkait pegawai KPK," tutupnya.
ADVERTISEMENT