news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

PKS: 1 Tahun Jokowi Semua Ambyar, Yang Naik Hanya Penangkapan Aktivis

21 Oktober 2020 10:59 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Demo Perangkat Desa tagih janji Jokowi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Demo Perangkat Desa tagih janji Jokowi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Tepat pada tanggal 20 Oktober, Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin telah berusia 1 tahun. Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto berpandangan seluruh sektor ambyar. Yang terjadi justru sebaliknya.
ADVERTISEMENT
Mulyanto berpandangan, kinerja yang ada saat ini jauh dari aoa yang dijanjikan ke masyarakat.
"Pemerintahan Jokowi di periode kedua ini ambyar. Hampir semua sektor kehidupan mengalami grafik penurunan. Yang naik hanya utang dan kasus penangkapan aktivis politik yang kritis terhadap pemerintah," katanya, Rabu (21/10).
Dari sisi sosial, masyarakat, menurut Mulyanto, masih terbelah. Hal ini ditandai dengan adanya kelompok influencer (berpengaruh) di media sosial yang digerakkan sebagai buzzer dan didanai langsung oleh negara.
Bahkan, menurut Anggota Komisi VII DPR ini, tak tanggung-tanggung besaran dana untuk influencer dan buzzer ini lebih besar daripada anggaran riset vaksin.
Demo Perangkat Desa tagih janji Jokowi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
"Pemerintah gagal membangun rasa kebersamaan masyarakat. Dengan segala sumber daya dan kewenangan yang dimiliki Pemerintah harusnya bisa mencegah keadaan ini agar jangan sampai meluas. Sayangnya, pemerintah terkesan lebih menikmati kondisi ini daripada menyelesaikannya. Sehingga masyarakat kita rentan dari perpecahan," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, secara politik, Mulyanto berpandangan, pemerintah merasa terganggu oposisi, baik di parlemen maupun di luar parlemen. Pemerintah menganggap oposisi sebagai ancaman sehingga perlu ditiadakan dengan segala cara.
Presiden Joko Widodo saat kunjungan kerja di Labuan Bajo, NTT. Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
"Demokrasi itu mensyaratkan adanya oposisi sebagai penyeimbang kekuasaan. Dengan adanya oposisi maka pemerintah akan dapat dikontrol dan diawasi kinerjanya" tutur Mulyanto.
Sebab, menurut Mulyanto, jika di parlemen hampir semua kekuatan partai politik dirangkul menjadi koalisi pemerintah harusnya oposisi di luar parlemen diberi ruang yang cukup untuk menyampaikan pendapat dan kritiknya, bukan justru sebaliknya.
"Makanya wajar jika kelompok oposisi, yang semula lebih bersifat keummatan, yang disimbolkan dengan tokoh Habib Rizieq Shihab, semakin melebar dengan dideklarasikannya oposisi yang lebih bersifat kebangsaan dalam gerakan KAMI, dengan tokoh sentralnya Prof. Din Syamsudin dan Jenderal Gatot Nurmantyo," tandas legislator dapil Banten itu.
ADVERTISEMENT
***
Saksikan video menarik di bawah ini.