PKS: Kepala Daerah yang Harusnya Tetapkan PSBB

1 April 2020 18:50 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota DPR Fraksi PKS, Nasir Djamil saat diskusi dengan tema "Wajah Islam Politik Pasca Pilpres 2019" Di Kantor Parameter Politik, Jakarta.  Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPR Fraksi PKS, Nasir Djamil saat diskusi dengan tema "Wajah Islam Politik Pasca Pilpres 2019" Di Kantor Parameter Politik, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi III DPR mengkritik Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Salah satunya, penetapan status PSBB di daerah harus atas persetujuan Menkes Terawan.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Anggota Komisi III F-PKS Nasir Djamil. Menurut Nasir, seharusnya para kepala daerah diberi keleluasaan menetapkan PSBB. Dia mencontohkan, saat ini kewenangan meliburkan sekolah sendiri telah diatur oleh pemerintah provinsi.
"Enggak usah lagi pake pake PP. Karena pada prinsipnya yang harus dipahami oleh orang pusat ini adalah daerah paling tahu bagaimana kondisi di daerahnya. Orang daerah yang paling tahu, orang pusat kan dengar informasi. Dia timang timang lagi dia pikir pikir, dia enggak lihat bagaimana di lapangan," kata Nasir kepada kumparan, saat dimintai tanggapan, Rabu (1/3).
"Kalau kemudian orang daerah sudah lihat di lapangan lalu dia minta segera, tiba tiba Menkes bilang nanti, gimana coba. Itulah yang disebut birokratis," sambungnya.
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers saat meninjau Rumah Sakit Darurat di Pulau Galang, Kepulauan Riau. Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Legislator dapil Aceh itu menyebut, seharusnya Presiden lah yang mengambil kendali penanganan COVID-19, dan mengatur seluruh mekanisme penanganan. Sebab, menurut Nasir, saat ini belum ada alur komando yang jelas terkait penanganan COVID-19 yang diatur di PP PSBB.
ADVERTISEMENT
Dengan syarat harus dengan persetujuan Menkes, justru mekanisme penetapan status PSBB menjadi rumit.
"Saya sudah ingatkan Presiden agar menerbitkan Perpres untuk mengatur bagaimana alur kendali komando ini. Kita dorong, bentuk Perpres biar Presiden pegang kendali, 'saya yang atur', kita kan kepingin Presiden kayak gitu," ujarnya.
Sebab, menurut Nasir, hingga saat ini masih terjadi tumpang tindih kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. Dia mencontohkan di Dapilnya Aceh, susunan Gugus Tugas Penanganan COVID-19, adalah Dinas Kesehatan Provinsi.
Padahal seharusnya gugus tugas itu adalah Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Hal ini pun harusnya berlaku di tingkat pusat.
"Seharusnya di tingkat Pusat begitu, Presiden jadi komandonya. Dia yang mengatur semuanya. Bukan Menkes yang menentukan, Presiden lah yang menentukan, Menkes lapor sama dia. Tapi itu enggak dibuat sama Jokowi. Makanya akhirnya terjadilah benturan antara daerah dengan pusat," kata Nasir.
ADVERTISEMENT
Kewenangan Menkes dalam menentukan PSBB itu diatur dalam Pasal 6 Ayat 1-4 PP No 21 Tahun 2020:
Pasal 6
(1) Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
(2) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar dengan memperhatikan pertimbangan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
(3) Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-L9) dapat mengusulkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah tertentu.
(4) Apabila menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan menyetujui usulan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah di wilayah tertentu wajib melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
ADVERTISEMENT