PKS Kritik Jokowi: Retorika Hukuman Mati Koruptor, tapi Beri Grasi

10 Desember 2019 17:03 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota DPR Fraksi PKS, Nasir Djamil saat diskusi dengan tema "Wajah Islam Politik Pasca Pilpres 2019" Di Kantor Parameter Politik, Jakarta.  Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPR Fraksi PKS, Nasir Djamil saat diskusi dengan tema "Wajah Islam Politik Pasca Pilpres 2019" Di Kantor Parameter Politik, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil melontarkan kritik keras kepada Presiden Jokowi yang bicara hukuman mati bagi koruptor, saat berdialog dengan siswa SMA di Hari Anti Korupsi.
ADVERTISEMENT
Nasir menyebut pernyataan Jokowi soal hukuman mati hanya retorika, karena seolah ingin melawan koruptor namun Jokowi baru memberi grasi pada koruptor Annas Maamum.
"Presiden jangan hanya retorika saja, ya jangan mengatakan terkait hukuman mati tetapi dia harus introspeksi terkait dengan pemberian grasi terhadap terpidana korupsi dan lainnya," kata Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12)
"Kita harap Presiden bicara soal korupsi tetap konsisten," imbuhn politikus PKS itu.
Legislator asal Aceh itu menjelaskan, sebenarnya hukuman mati napi koruptor sudah diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi (tipikor). Di dalam KUHP hasil revisi juga, dijelaskan Nasir, juga akan dibuat hukuman bagi koruptor secara perlahan (gradual).
Ketentuan itu diatur Pasal 2 ayat (2) UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
ADVERTISEMENT
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Penjelasan Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
ADVERTISEMENT
"Jadi, hakim nanti bisa memutuskan misalnya jaksa menuntut untuk hukuman mati, hakim kemudian memutuskan seumur hidup. Nah, nanti ketika dia di lembaga pemasyarakatan menunjukkan perilaku yang baik, kemudian diputuskan lagi menjadi hukuman 20 tahun. Ini sebenarnya hukuman mati bagi koruptor itu sudah ada dalam UU. Tinggal memang jenis kejahatan korupsi apa yang dilakukan," tutur Nasir Djamil.
Menurutnya, ada dua kondisi yang memungkinkan untuk dijatuhi hukuman mati, yaitu korupsi di suatu daerah yang dalam keadaan krirs ekonomi dan saat terjadi bencana alam.
Atas dasar itu, Nasir mengungkapkan, saat ini Komisi III sedang mengevaluasi apakah memberatkan hukuman bagi koruptor masih relevan dengan situasi saat ini atau tidak.
"Jadi, ada dua situasi korupsi bisa dihukum mati, di satu sisi juga ada upaya mengevaluasi apakah hukuman pada kejahatan korupsi itu bisa memberikan dampak jera terkait dengan upaya pencegahan korupsi," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, pernyataan Jokowi itu disampaikan saat acara Prestasi Tanpa Korupsi di SMK 57, Senin (9/12).
"Itu yang pertama kehendak masyarakat kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana, tipikor, itu dimasukkan, tapi sekali lagi juga termasuk yang ada di legislatif," ujarnya.