PKS Minta Masyarakat Patuhi Putusan MK soal Nikah Beda Agama

1 Februari 2023 11:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hidayat Nur Wahid. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hidayat Nur Wahid. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Politikus PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan soal perkawinan beda agama. Dia meminta masyarakat mematuhi putusan yang sudah sejalan dengan ketentuan UUD 1945 dan UU Perkawinan itu.
ADVERTISEMENT
"Itu perkara yang sudah ke sekian kali terkait perkawinan beda agama, yang ditolak oleh MK. Harusnya semua pihak mengikuti dan mematuhi putusan MK ini dan putusan-putusan sebelumnya," kata HNW yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI dalam keterangannya, Rabu (1/2).
"Karena memang itulah yang sesuai dengan UU dan ajaran agama yang diakui di Indonesia," sambungnya.
Semua pihak yang dimaksud HNW ini adalah para calon mempelai hingga para hakim di pengadilan negeri yang kerap membolehkan pencatatan perkawinan beda agama. Sebab pada 2022, ia menyoroti setidaknya sejumlah hakim di sejumlah pengadilan negeri yang mengabulkan pencatatan perkawinan beda agama tersebut.
"Semoga ke depannya, tidak ada lagi calon mempelai yang mengabaikan keputusan MK ini, juga para hakim di pengadilan negeri tidak ada lagi yang memberikan izin pencatatan perkawinan beda agama tersebut," ujarnya.
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
HNW juga berharap putusan hakim pengadilan tingkat pertama yang memperbolehkan pencatatan pernikahan beda agama bisa segera dikoreksi.
ADVERTISEMENT
"Maka putusan MK ini harus dirujuk oleh MA dan hakim-hakim di bawahnya, sehingga tidak terjadi lagi perkawinan beda agama yang tidak sah menurut agama atau UU Perkawinan, yang juga tidak dibenarkan oleh MK," ungkapnya.
Di sisi lain, HNW mendorong dilakukan perbaikan regulasi, terutama revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 UU Administrasi Kependudukan (UU Adminduk), terutama pada penjelasan Pasal 35 huruf a. Sebab ketentuan itu yang kerap digunakan sebagai dasar para hakim di pengadilan negeri, untuk membolehkan pencatatan perkawinan beda agama.
"Dengan kembali hadirnya keputusan MK itu, DPR dan pemerintah harusnya segera merevisi ketentuan soal pencatatan perkawinan, agar sejalan dengan tafsir dan keputusan konstitusionalitas MK yang oleh UUD NRI 1945 disebut sebagai bersifat final dan mengikat, bahwa perkawinan beda agama tidak sejalan dengan UUD NRI 1945, konstitusi yang telah kita sepakati bersama berlaku di seluruh kawasan NKRI," ujar Wakil Ketua Majelis Syura PKS itu.
ADVERTISEMENT
“Jadi, dengan adanya putusan MK ini, kembali ditegaskan bahwa perdebatan apakah perkawinan beda agama dibolehkan dalam sistem hukum di Indonesia atau tidak, harusnya sudah selesai. Yakni, sesuai keputusan MK, perkawinan beda agama tidak sah dan tidak diakui dalam ketentuan konstitusi, hukum positif, dan agama yang diakui di Indonesia,” tegas dia.
Politisi PKS, Bukhori Yusuf. Foto: Dok. Istimewa
Sementara, Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf juga mendukung putusan MK dan meminta polemik pernikahan beda agama diakhiri. Ia mengingatkan, Indonesia punya standar HAM tersendiri berdasarkan budaya, moral, dan agama.
“Pernikahan beda agama bertabrakan dengan isi Pasal 28J UUD 1945 Ayat 2 yang menjelaskan bahwa setiap orang wajib tunduk terhadap pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dalam memenuhi hak dan kebebasan. Sementara di sisi lain, HAM dalam perspektif konstitusi kita tidak bermakna liberal. Dia dibatasi oleh pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
“Sudah tepat jika hal ini dikembalikan pada UU Perkawinan. Karena itu setiap pihak sudah sepatutnya menghormati putusan yang telah dibuat oleh MK. Negara telah memberikan sikap yang jelas melalui putusan tersebut sehingga perlu menjadi perhatian kita bersama dalam upaya memelihara suasana kerukunan umat beragama yang saling menghormati dan menghargai ajaran masing-masing,” pungkasnya.
Ilustrasi ruangan Mahkamah Konstitusi. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Adapun permohonan ke MK yang ditolak tersebut diajukan oleh Ramos yang merupakan Katolik yang hendak menikah dengan perempuan beragama Islam. Tetapi harus dibatalkan karena tidak diakomodasi dalam UU perkawinan soal pernikahan beda agama.
Dia merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan karena tidak dapat melangsungkan perkawinan tersebut.
Adapun dalam pertimbangannya, MK menyatakan tidak menemukan adanya perubahan keadaan dan kondisi atau pun perkembangan baru terkait dengan persoalan konstitusionalitas keabsahan dan pencatatan perkawinan.
ADVERTISEMENT
Sehingga tidak terdapat urgensi bagi MK untuk bergeser dari pendirian atas putusan sebelumnya. MK setidaknya sudah dua kali menolak gugatan yang serupa.
"Mahkamah tetap pada pendiriannya terhadap konstitusionalitas perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan serta setiap perkawinan harus tercatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata hakim MK.
Dalil Ramos yang berkenaan dengan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 8 huruf f UU 1/1974 dinilai tidak beralasan menurut hukum.
Kemudian, mengenai norma Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), serta pasal 8 huruf f UU 1/1974 dinilai oleh MK tidak bertentangan dengan prinsip jaminan hak memeluk agam dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
ADVERTISEMENT
Persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, hak untuk hidup dan bebas dari perlakuan diskriminatif, hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan, hak atas pengakuan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
"Dengan demikian permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," kata hakim MK.