PKS: Pernyataan Mendagri soal Pemberhentian Kepala Daerah Politis dan Tendensius

20 November 2020 15:01 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid  Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Polemik pernyataan Mendagri Tito Karnavian yang menyebut kepala daerah bisa diberhentikan jika tak menegakkan protokol kesehatan terus berlanjut. Wakil Ketua MPR Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid, menilai ancaman pemberhentian kepala daerah bersifat tendensius dan politis.
ADVERTISEMENT
Hidayat menilai pernyataan Mendagri ini keluar setelah adanya kerumunan massa terkait Habib Rizieq Syihab maupun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
“Dan tidak perlu disertai dengan ancaman pemberhentian yang bikin gaduh, pecah konsentrasi atasi COVID-19, karenanya kontraproduktif, tendensius dan terkesan politis,” ujar Hidayat dalam keterangannya, Jumat (20/11).
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini menilai, toh banyak kerumunan massa yang terjadi sebelumnya tapi tidak ada pernyataan soal pemberhentian kepala daerah.
“Sudah banyak sebelumnya terjadi kerumunan massa di banyak provinsi terkait demonstrasi-demonstrasi menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja, pengajian/peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, apalagi terkait Pilkada baik pendaftaran maupun kampanye," kata Hidayat.
"Bawaslu malah mencatat adanya 1.315 pelanggaran. Tapi tidak dari dulu instruksi Mendagri itu dikeluarkan, padahal masalahnya ada dan keperluannya juga ada,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, lanjut Hidayat, ketidakadilan yang ditunjukkan Tito terkesan menyasar Anies Baswedan dan Habib Rizieq.
"Ancaman pemberhentian kepala daerah melalui Instruksi Menteri, tak sesuai dengan ketentuan dasar dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan di tangan rakyat," ujarnya.
Mendagri Tito Karnavian saat memberikan sambutan pada Kegiatan Webinar Pembekalan Pilkada Berintegritas Series 5. Foto: Kemendagri
"Hal ini berimplikasi kepada hak rakyat yang secara langsung memilih pemimpinnya, baik presiden maupun kepala daerah (gubernur dan/atau walikota/bupati),” ujarnya.
Lebih lanjut, Hidayat meminta pemerintah perlu menghilangkan kesan tendensius yang timbul akibat pernyataan Tito itu.
"Harusnya instruksi itu, apalagi bila benar itu juga perintah dari Presiden Jokowi, semestinya yang menguatkan praktik negara hukum yang adil, serta negara demokrasi yang kuatkan kedaulatan Rakyat, juga menguatkan komitmen bersama untuk atasi darurat kesehatan nasional, pandemi COVID-19," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Bukan tendensius untuk memenuhi titipan kepentingan politik jangka pendek semata,” tambahnya.
Hidayat menegaskan ia setuju bahwa pusat harus mengingatkan kepala daerah agar taat dengan protokol kesehatan. Namun, peringatan ini tak perlu disertai dengan ancaman pemberhentian.
Selain itu, harus ada contoh dari Presiden Jokowi dan para menterinya untuk taat protokol COVID-19.
Sebelumnya, Tito memang pernah mengingatkan soal adanya sanksi pemberhentian. Tapi, ia tak menyebut siapa kepala daerah yang dimaksud.
"Kalau (aturan) itu dilanggar, sanksinya di antaranya bisa diberhentikan, sesuai Pasal 78 ini. Nah ini saya sampaikan kepada seluruh Gubernur, Bupati, Wali Kota, untuk mengindahkan instruksi ini karena ada risikonya menurut UU," ucap Tito.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.
ADVERTISEMENT