PKS Setuju Usulan Busyro KPK Masuk UUD 1945

13 Februari 2020 14:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menanggapi usulan yang disampaikan oleh Mantan pimpinan KPK Busyro Muqoddas dalam sidang lanjutan gugatan UU KPK versi revisi atau UU Nomor 19 tahun 2019, di Mahkamah Konstitusi (MK).
ADVERTISEMENT
Busyro mengusulkan agar keberadaan KPK diatur dalam konstitusi melalui amandemen UUD 1945. Terkait hal itu, Hidayat mengaku sependapat dengan apa yang disampaikan Busyro.
"Jadi bila kemudian ada yang mengusulkan seperti itu sesungguhnya sejalan saja dengan semangat MPR untuk memberantas korupsi dengan TAP yang telah dikeluarkan MPR dan dalam konteks kami di PKS yaitu sesuai banget dengan yang diusulkan PKS," kata Hidayat Nur Wahid saat dihubungi, Kamis (13/2).
"PKS kan mengusulkan kalau ada amandemen, maka diantara yang diamandemen memasukkan ketentuan tentang KPK ke dalam UUD agar jadi lembaga yang permanen sehingga pemberantasan korupsi menjadi permanen dan semakin kuat posisi konstitusionalnya," jelas Hidayat.
Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas memberikan sambutan pada acara Diskusi Publik "Pemilu Berintegritas" di Auditorium Pusat Dakwah Muhamadiyah, Jakarta, Selasa (4/9). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Namun, meski menyetujui usulan KPK agar diatur dalam konstitusi, Hidayat meminta Busyro mengusulkan hal itu secara resmi ke MPR. Ia menjelaskan tidak mungkin MPR bisa sembarang dalam mengamandemen UUD 1945.
ADVERTISEMENT
"Hanya kan untuk menjadi usulan yang bisa ditindaklanjuti di MPR kan berarti harus mengikuti aturan di UUD dan itu sudah ditentukan di Pasal 37 ayat 1 dan 2 yaitu usulan itu harus disampaikan kepada anggota MPR dan kalau anggota MPR mendukung usulan tersebut jumlah mereka minimal 1/3," ucap Hidayat.
Sebagai catatan, Pasal 37 ayat 1 dan 2 menjelaskan mengenai tata cara agar MPR dapat mengubah atau amandemen UUD 1945. Berikut bunyi dari Pasal 37 ayat 1 dan 2:
Pasal 37 ayat 1
Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat
Pasal 37 ayat 2
Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Hidayat mengungkapkan jumlah anggota MPR periode 2019-2024 sebanyak 711 orang. Agar usulan Busyro dapat ditindaklanjuti, dibutuhkan persetujuan dari 240 anggota MPR.
ADVERTISEMENT
"Sepertiganya 240 kalau anggota MPR itu setuju maka usulan itu perlu disampaikan dalam bentuk tertulis kemudian disebutkan alasan pengusulannya bagaimana dan kemudian redaksionalnya seperti apa," ungkapnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu memastikan jika Busyro telah menyampaikan usulan itu secara resmi sesuai aturan dalam Pasal 37 ayat 1 dan 2, MPR akan segera menindaklanjutinya. Maka dari itu Hidayat meminta jika memang ingin KPK masuk dalam UUD 1945 agar menyampaikan usulan itu secara serius kepada MPR.
"Jadi kalau itu tersampaikan kepada pimpinan MPR dalam kondisi yang sudah memenuhi ketentuan Pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 maka pimpinan MPR tidak ada kewenangan untuk tidak menindaklanjuti, kami akan segera untuk menyelenggarakan secara paripurna untuk membentuk panitia AdHoc untuk kemudian dari situ proses amandemen bisa dilakukan," jelas Hidayat.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini Hidayat mengatakan belum ada usulan resmi yang diterima oleh MPR agar KPK diatur dalam konstitusi melalui amandemen UUD 1945. Sejak resmi dilantik pada 1 Oktober 2019, MPR belum menerima usulan resmi berkaitan dengan amandemen UUD 1945.
"Sekarang di MPR belum ada usulan apa pun terkait dengan perubahan UUD, apa pun. Maksudnya belum juga ada usulan GBHN, belum juga ada yang mengusulkan secara resmi yang memenuhi syarat yang ditentukan dalam UUD itu belum ada satupun dan belum ada tema apa pun yang diusulkan," ungkap dia.
ADVERTISEMENT
"Bahwa kemudian ada wacana macam-macam ada wacana tentang masalah pemilihan presiden oleh MPR, ada wacana GBHN, ada wacana tentang masa jabatan presiden, ada wacana tentang seperti ini masalah KPK, ya itu semua adalah wacana dan dalam alam demokrasi boleh-boleh saja berwacana," tutur Hidayat.
Lebih jauh, Hidayat mengatakan jika kelak nanti KPK diatur dalam UUD 1945, tidak menjadi jaminan KPK tidak akan mendapat intervensi. Menurutnya, kemungkinan KPK untuk diintervensi masih ada meski telah diatur dalam UUD 1945.
"Ya sebenarnya kalau mengutak-ngatik, UUD juga bisa diutak-atik ya kan political power dan political will dari para penguasa dan partai-partai politik yang ada di MPR dan kuasa eksekutif, kalau mereka mau mengutak-atik kan bisa diamandemen lagi nanti," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Jadi menurut saya tentu ketika (KPK) ada di UUD, lebih kuat posisinya ketimbang kalau dia hanya ada di UU itu secara hierarki hukum memang demikian. Tapi kalau soal diutak-atik ya bisa, tapi kemudian itu diusulkan ke dalam UUD dan menjadi UUD itu menandakan komitmen kita memberantas korupsi lebih kuat," tutup Hidayat.