PM Pakistan Peringatkan Adanya Bahaya Perang Saudara di Afghanistan

22 September 2021 19:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan. Foto: AFP/ADEM ALTAN
zoom-in-whitePerbesar
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan. Foto: AFP/ADEM ALTAN
ADVERTISEMENT
Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, memperingatkan ada risiko terjadinya perang saudara di Afghanistan jika Taliban gagal membentuk pemerintahan baru yang inklusif.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Al Jazeera, Khan khawatir soal potensi krisis kemanusiaan dan krisis pengungsi jika perang saudara benar-benar terjadi di Afghanistan.
“Jika mereka tidak memiliki pemerintahan yang inklusif, secara bertahap akan pecah sebagai perang sipil. Jika mereka tidak melibatkan seluruh faksinya, cepat atau lambat itu [perang sipil] akan terjadi. Dan itu akan berdampak terhadap Pakistan,” ujar Khan dalam wawancara dengan kantor berita BBC, Selasa (21/9).
Bahkan, ada kemungkinan tanah Afghanistan digunakan sebagai “markas" bagi kelompok militan yang melawan pemerintahan Pakistan. Seperti diketahui, Afghanistan dan Pakistan saling berbatasan satu sama lain.
“Ini artinya akan tercipta Afghanistan yang tak stabil dan penuh kekacauan,” tegasnya.
“Itu adalah lokasi ideal bagi para teroris, jika tidak ada kontrol atau jika ada pertempuran yang tengah berlangsung. Itu adalah kekhawatiran kami. Jadi, terorisme dari tanah Afghanistan. Dan kedua, jika ada krisis kemanusiaan atau perang saudara, maka akan ada masalah pengungsi bagi kami [Pakistan],” lanjutnya.
Taliban kuasai Istana Presiden. Foto: Zabi Karimi/AP

Pemerintahan Taliban Klaim Sudah "Inklusif"

Sebelumnya, Taliban dikabarkan menolak permintaan Khan untuk mengubah kabinet pemerintahan sementara Afghanistan.
ADVERTISEMENT
Seorang pejabat tinggi Taliban, Mohammad Mobeen, bahkan mengatakan pihak-pihak lain tidak berhak untuk meminta pemerintahan inklusif di Afghanistan. Bahkan, menurutnya sistem pemerintahan Afghanistan saat ini sudah inklusif.
“Kami memiliki kebebasan. Layaknya Pakistan, kita berhak untuk memiliki sistem kami sendiri,” ujar Mobeen kepada stasiun televisi Ariana TV Afghanistan pada Senin (20/9).
Di hari yang sama, juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan, mereka hanya akan membicarakan kekhawatiran internasional soal HAM usai Taliban mendapatkan pengakuan dari dunia.
“Selama kami tidak diakui, dan mereka terus mengkritik [atas pelanggaran hak], kami berpendapat itu adalah pendekatan hanya dari satu sisi. Alangkah baiknya jika mereka memperlakukan kami dengan penuh tanggung jawab, dan mengakui pemerintahan kami yang sekarang sebagai pemerintahan yang bertanggung jawab,” kata Mujahid kepada media Afghanistan TOLO News.
ADVERTISEMENT
Saat ini, pemerintahan baru Afghanistan diisi oleh para petinggi Taliban. Tokoh-tokoh Taliban seperti Mullah Mohammad Hasan Akhund, Mullah Abdul Ghani Baradar, hingga Sirajuddin Haqqani menduduki posisi penting.
Tidak ada jabatan yang dipegang oleh perempuan maupun orang-orang dari etnis minoritas Afghanistan.
Tentara Pakistan berjaga di titik penyeberangan perbatasan Pakistan-Afghanistan di Chaman, Pakistan. Foto: AFP

Dukungan Pakistan untuk Afghanistan

Pemerintahan Pakistan sering kali meminta komunitas internasional untuk berhubungan dengan pemerintahan sementara Taliban. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah kolaps pada infrastruktur Afghanistan, yang disebabkan oleh pembekuan dana bank sentral.
Sekitar 10 miliar USD dana bank sentral Afghanistan dalam rekening bank asing dibekukan, salah satunya oleh Bank Sentral AS (US Federal Reserve), usai Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus lalu.
Pada Senin (20/9), Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi telah meminta pencairan dana Afghanistan untuk membantu berjalannya kembali institusi dan infrastruktur mereka, termasuk sekolah dan rumah sakit.
ADVERTISEMENT
“Di satu sisi, Anda menggalang dana untuk menghindari sebuah krisis. Tapi di sisi lain, uang yang merupakan milik mereka, tidak bisa mereka gunakan,” ujar Qureshi di New York, dalam kunjungannya ke Sidang Umum PBB.
“Saya pikir, membekukan aset Afghanistan tak akan membantu. Saya dengan tegas meminta negara-negara untuk meninjau kembali kebijakan tersebut, dan mempertimbangkan pencairan dana,” pungkasnya.