Polemik Ayah Diduga Perkosa 3 Anak di Luwu Timur

11 Oktober 2021 8:45 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pelecehan seksual di transportasi umum. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelecehan seksual di transportasi umum. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Kasus dugaan seorang ayah di Luwu Timur memerkosa 3 anak kandungnya menjadi polemik di masyarakat. Penyebabnya kasus ini dihentikan polisi pada Desember 2019 karena tak cukup bukti.
ADVERTISEMENT
Polri menegaskan, pengusutan kasus dugaan pemerkosaan terhadap anak di Luwu Timur siap dibuka kembali, jika memang ditemukan bukti yang cukup.
Bareskrim Polri hingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pun menerjunkan tim untuk membantu mengatasi kasus tersebut.
"Kalau ada bukti baru bisa dibuka kembali," tegas Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono.
Argo memastikan kepolisian sejak menerima laporan dan proses penyelidikan telah sesuai prosedur. Namun tak ditemukan bukti yang cukup sehingga kasus tersebut dihentikan.
Argo juga mengungkapkan hasil visum di RS Bhayangkara Polda Sulsel tidak ditemukan kelainan terhadap anak-anak tersebut. Kemudian, dari hasil asesmen Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Luwu Timur, tidak ada tanda-tanda trauma pada ketiga anak tersebut kepada ayahnya.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono. Foto: Dok. Polri
Sedangkan LBH Makassar, selaku pendamping R, mengungkapkan pelaku dugaan pemerkosaan yaitu ayah dari korban yang berinisial S. Dia merupakan ASN di Pemkab Luwu Timur.
ADVERTISEMENT
Pada Desember 2019, penyelidikan kasus tersebut dihentikan polisi, padahal pengusutan baru 2 bulan. Alasanya, tidak cukup bukti. Tidak ditemukan tanda-tanda atau perbuatan seksual kepada anak melalui tes atau visum di Puskesmas Malili, Luwu Timur hingga RS Bhayangkara Makassar, Polda Sulsel.
Pemberhentian penyelidikan ini disayangkan pihak pelapor. Di sisi lain, sang ayah membantah tudingan bahwa dia memerkosa buah hatinya sendiri.
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti. Foto: Fanny Octavianus/ANTARA

Kompolnas Usul Pelapor Kasus Dugaan Perkosaan Anak di Lutim Ajukan Praperadilan

Menyikapi polemik ini, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengusulkan agar pelapor, yakni ibu ketiga anak itu, R, mengajukan praperadilan.
"Saran kami, agar pelapor atau kuasa hukumnya dapat mengajukan permohonan praperadilan agar hakim praperadilan dapat memutuskan sah atau tidaknya SP3 tersebut," jelas Poengky.
ADVERTISEMENT
Menurut Poengky, praperadilan adalah upaya hukum yang dapat dibuat untuk memberi tantangan terhadap hasil keputusan polisi. Jika hakim praperadilan menyatakan SP3 (surat penghentian penyidikan kasus) sah, berarti kasus ini tidak akan dibuka kembali.
"Tetapi jika hakim praperadilan menyatakan SP3 tidak sah, maka berarti penyidik wajib membuka kembali kasus ini," terang Poengky.
Ia juga meminta masyarakat lebih baik mendukung kepolisian dalam menuntaskan kasus tersebut daripada membuat gerakan melalui tagar #PercumaLaporPolisi terhadap upaya kepolisian.
Gedung baru Bareskrim Polri. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Tim Bareskrim Bergerak ke Luwu Timur

Tim asistensi dari Bareskrim sudah turun ke Luwu Timur. Argo mengatakan tim asistensi itu diturunkan untuk melakukan pendampingan terhadap Polres Luwu Timur dan Polda Sulsel terkait dengan proses hukum kasus tersebut.
Tim asistensi ini dipimpin perwira polisi berpangkat Komisaris Besar. Tim ini akan memeriksa ulang kasus dan apabila ditemukan bukti baru akan membuka lagi kasus itu.
ADVERTISEMENT
Sementara Peneliti Indonesia Judicial Research Society, Arsa Ilmi Budiarti, mengatakan perspektif perlindungan perempuan dan anak harus diutamakan.
"Polisi merupakan pihak yang dianggap sebagai garda terdepan dalam mekanisme pelaporan kasus kekerasan seksual oleh masyarakat," jelas Ilmi.
Tim dari Bareskrim harus memperhatikan kondisi-kondisi psikologis dan fisik anak korban ketika melakukan pemeriksaan kasus ini.
"Selama pemeriksaan harus dipastikan adanya pendampingan hukum, sosial maupun psikologis kepada anak korban," terang Ilmi.
Ilmi melanjutkan, pihak Kepolisian agar berpedoman pada Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 3 tahun 2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana, yang mengatur mengenai pelayanan dan perlindungan khusus kepada perempuan dan anak yang menjadi saksi dan korban tindak pidana.
ADVERTISEMENT

Respons Keras Kabareskrim soal #PercumaLaporPolisi Imbas Kasus Dugaan Perkosaan

Belakangan muncul dukungan terhadap 3 anak tersebut lewat tagar #PercumaLaporPolisi. Tagar itu diartikan sebagai kritik terhadap kepolisian dalam menyikapi kasus ini.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto mengatakan, penyelidikan dihentikan lantaran tidak ditemukan bukti kuat. Penyidik yang menangani kasus itu juga tak mungkin asal mengeluarkan kebijakan penghentian.
“Kalau fakta dan hasil visum tidak menunjukkan kejadian itu apakah harus direkayasa?" kata Agus.
"Kalau kasus itu bener ada, saya rasa tidak akan setolol itu penyidik menghentikan prosesnya," tambah dia.
Agus menuturkan, dari keterangan penyidik hubungan emosional ketiga anak tersebut dengan ayahnya juga cukup baik. Sementara hasil visum juga tak menunjukkan adanya keanehan.
“Dari laporan Kapolda dan Dirkrimum yang kami terima seperti itu faktanya. Anak-anak yang diduga menjadi korban dari perbuatan terlapor (ayah kandung)begitu dekat, tidak ada trauma psikologis dalam interaksi keseharian,” ujar Agus.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, kata Mantan Kapolda Sumut tersebut, pihaknya juga telah mengirim tim internal untuk mendalami kegaduhan tersebut.
“Wassidik akan cek dari Internal Bareskrim,” tandasnya.
Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan

Reza Indragiri Bicara #PercumaLaporPolisi & Kompleksitas Kasus Kejahatan Seksual

Ahli psikologi forensik dari UI, Reza Indragiri menilai kejahatan seksual merupakan kasus yang sangat kompleks. Paling tidak ini dilihat dari data pengungkapan kasus di Amerika Serikat.
Dari keseluruhan kejadian kejahatan secara umum, yang dilaporkan hanya sekitar 50 persen. Dari 50 persen itu, yang dilanjutkan dengan penahanan hanya 11 persen. Dari 11 persen itu, yang berlanjut ke persidangan cuma 2 persen.
Spesifik pada kasus kejahatan seksual, yang dilaporkan adalah 25-40 persen. Laporan kelirunya cuma 2-10 persen. Lalu, jumlah kasus kejahatan seksual yang bisa ditangani hingga tuntas ternyata turun dari 60-an persen (tahun 1964) ke 30-an persen (2017).
ADVERTISEMENT
“Angka-angka (data kejahatan) tersebut menunjukkan bahwa kejahatan seksual memang mengandung kompleksitas tinggi,” kata Reza.
Menurut Reza, penyebab rendahnya pengungkapan kasus lantaran jarak waktu kejadian dan aduan ke kepolisian cenderung lama. Hal ini mengakibatkan barang bukti hilang atau pelaku melarikan diri.
Bahkan membuat proses penyelidikan jadi terkendala sehingga polisi mengambil langkah penghentian kasus seperti kasus dugaan pemerkosaan 3 anak di Luwu Timur.
“Penyebab dasarnya adalah karena jarak waktu yang jauh antara peristiwa dan pelaporan ke polisi. Rentang waktu yang panjang itu membuat, antara lain, pelaku kabur, bukti lenyap, saksi lupa, korban trauma berkepanjangan. Akibatnya, kerja penyelidikan dan penyidikan terkendala serius,” ujar Reza.
Lebih lanjut, kata Reza, penghentian kasus bukan akhir dari segalanya. Masih ada kesempatan membuka kembali kasus tersebut bila ditemukan bukti baru.
ADVERTISEMENT
Reza juga menyemangati korban dan mendorong kepolisian untuk memberi laporan berkala atas penyelidikan kasus seperti yang terjadi di Luwu Timur.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman. Foto: Humas Pemprov Sulsel

Plt Gubernur Sulsel Minta Dugaan Ayah Perkosa 3 Anak di Lutim Diusut Tuntas

Plt Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman meminta kasus dugaan ayah memperkosa tiga anak kandungnya di Luwu Timur diusut secara tuntas.
Andi mengatakan petugas akan turun tangan untuk melihat fakta kasus dugaan pemerkosaan tersebut. Pemeriksaan itu juga berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Kalau memang benar perkosaan itu terjadi, tentu menjadi tindakan yang sangat tidak rasional.
"Tidak rasional, tim akan turun untuk melihat faktanya," ucap Andi.
Ia juga telah meminta kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB (P3A Dalduk KB) Sulsel untuk berkoordinasi dengan Pemkab Luwu Timur.
ADVERTISEMENT
"Saya sudah minta Kadis P3A untuk turun koordinasi dengan Pemkab Lutim. Termasuk pendampingan kepada keluarga korban," ucap dia.
Ia menegaskan kasus ini harus diusut secara tuntas karena pernah diselidiki pada 2019. "Kita beri kesempatan kepada teman-teman APH (aparat penegak hukum) dan tim untuk bekerja bersama dan selidiki. Perlu melakukan penyelidikan secara menyeluruh sesuai prosedur dan ungkap kasus ini dengan sebenar-benarnya," imbuhnya.