Polemik KomandanTe PDIP, Bikin Caleg Terpilih di Jateng Terancam Tak Dilantik

25 April 2024 16:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPC PDIP Surabaya, Adi Sutarwijono, salam metal 3 jari bersama kader PDIP. Foto: DPC PDIP Surabaya
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPC PDIP Surabaya, Adi Sutarwijono, salam metal 3 jari bersama kader PDIP. Foto: DPC PDIP Surabaya
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PDIP menerapkan aturan Komandan Tempur (KomandanTe) Stelsel di Pileg 2024 untuk wilayah Jateng. Aturan itu kini menuai polemik di internal partai karena caleg terpilih terancam batal dilantik.
ADVERTISEMENT
Beberapa caleg terpilih PDIP di DPRD Jateng bahkan ada yang harus mengundurkan diri. Misalnya, di Wonogiri. Tercatat 5 caleg terpilih mundur imbas KomandanTe.
Selain di Wonogiri, KomandanTe juga memicu polemik di Klaten, Sukoharjo hingga Batang. Bahkan sampai berujung laporan polisi.
DPC PDI Perjuangan Kota Semarang memastikan tidak ada polemik yang muncul terkait penerapan sistem KomandanTe Stelsel pada caleg terpilih DPRD Kota Semarang tahun 2024.
Wakil Ketua DPC PDIP Kota Semarang Supriyadi mengatakan, hanya ada 1 caleg yang terpaksa tidak dilantik menjadi anggota DPRD meskipun menang di dapilnya. Sebab, secara aturan KomandanTe, ia kalah di wilayah tempurnya.
"Kalau Semarang cuma satu Pak Bambang Tri, itu karena aturan harus dijalankan melalui wilayah tempur. Suaranya Pak Bambang itu kan menang di dapil tapi kalah di tempurnya kalah sama caleg lain," ujar Supriyadi saat dihubungi kumparan, Kamis (25/4).
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Aturan KomandanTe Stelsel

ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan, sistem KomandanTe merupakan aturan tentang pembagian wilayah suara bagi para caleg PDIP. Supriyadi mencontohkan, ia yang maju dalam dapil 1 Semarang mendapatkan wilayah tempur di 5 kelurahan.
"Jadi kalau sistem KomandanTe itu berbasis wilayah tempur gotong royong itu kalau KPU atau umum itu tergantung daerah pemilihan atau dapil. Kalau wilayah tempur itu caleg kabupaten kota itu basisnya desa atau kelurahan," jelas Supriyadi.
"Contohnya saya di Dapil Semarang 1 mendapatkan tugas wilayah tempur itu 5 kelurahan, yaitu Bandaharjo, Kuningan, dan 3 lainnya, nah, itu namanya wilayah tempur," jelas dia.
Menurut dia, dengan adanya sistem KomandanTe, para caleg dari PDIP tidak bersaing atau saling berebut suara di dapil yang sama. Pembagian wilayah tempur itu juga sudah melalui proses yang panjang.
ADVERTISEMENT
"Kalau sistem KomandanTe itu untuk memperkuat basis basis bawah, supaya antarcaleg internal itu tidak bersaing sendiri karena sudah mendapat wilayah masing-masing. Tujuannya itu supaya lebih fokus, itu bagus, sistem KomandanTe itu bagus," tegas Supriyadi.
Caleg PDI-P berkunjung ke Museum Gedung Kebangkitan Nasional. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan

Sudah Ada Hitam di Atas Putih

Terkait masih caleg yang gagal dilantik itu, Supriyadi mengaku sudah ada hitam di atas putih. Hasilnya caleg itu pun menerima keputusan dari aturan partai tersebut.
"Nggak ada protes (di Semarang), sudah saya omongin bahwa dia paham nggak soal Peraturan Partai Nomor 1 Tahun 2023 apakah sudah melaksanakan? Bilangnya sudah, Pak. Tapi kok suaramu ke mana-mana di luar wilayah tempur? Artinya jenengan tidak melaksanakan aturan tempur ini. Tapi, Pak Bambang bilang, ya sudah manut partai saja," ungkap Supriyadi.
ADVERTISEMENT
Ia pun meminta agar kader PDI Perjuangan yang lainnya untuk menerima dan mematuhi peraturan ini. Ia menilai sudah seharusnya tidak ada perdebatan atau polemik yang muncul terkait peraturan ini.
"Pesan saya harusnya dipahami dulu mengenai aturan KomandanTe itu. Harusnya sudah tidak ada perdebatan lagi soal aturan itu," kata Supriyadi.