Polisi Periksa Anggota DPRD SBB soal Lansia di Maluku Simpan AK-47
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Diduga senjata itu milik seorang purnawirawan Polri yang kini menjadi anggota DPRD Kabupaten SBB, berinisial EM.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Maluku, Kombes Pol Andri Iskandar mengatakan kasus ini masih akan diselidiki termasuk kebenaran asal-usul senjata itu.
"Sementara masih kita kembangkan terkait kepemilikan senjata api ini. Ada beberapa saksi yang kita minta keterangan terkait asal-usul senjata api tersebut," kata Andri saat konferensi pers di Polda Maluku, Ambon, Selasa (16/5).
Salah satu yang diperiksa ialah EM. Ia dijadwalkan akan dimintai keterangan pada Rabu (17/5).
"Dan rencananya besok (Rabu) kita akan meminta keterangan dari yang bersangkutan (oknum anggota DPRD SBB). Surat sudah dikirim untuk diperiksa besok," ungkapnya.
Lansia Miliki AK-47
Sebelumnya WH diamankan Tim Buser Polda Maluku. Pria 62 tahun itu ditangkap polisi akibat menyimpan senjata api jenis AK-47.
ADVERTISEMENT
Ternyata WH tidak hanya menyimpan senjata AK-47. Ia juga menyimpan 43 butir amunisi kaliber 7.62 mm.
WH diringkus di rumahnya pada Rabu (10/5) sekitar pukul 16.30 WIT. Ia diciduk setelah aparat Ditreskrimum Polda Maluku menerima laporan dari masyarakat.
"Sesampainya di rumah tersangka, anggota Ditreskrimum Polda Maluku berbicara dengan tersangka dan menemukan sebuah tas yang di dalamnya terdapat 43 butir amunisi kaliber 7.62 mm," kata Dirreskrimum Polda Maluku, Kombes. Pol. Andri Iskandar saat berikan keterangan pers i Mapolda Maluku, Ambon, Selasa (16/5).
WH sudah 3 tahun miliki senpi organik tersebut. Ia menggunakannya untuk berburu binatang di hutan.
"Dia menggunakannya untuk berburu binatang di hutan dan penggunaannya sudah 50 kali, namun apa pun alasannya itu, karena ini senjata api terkait kepemilikan tentunya harus memiliki izin," ucap Andri.
ADVERTISEMENT
WH sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rumah tahanan Polda Maluku di Ambon. Ia dijerat Pasal 1 Ayat (1) Undang Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951.
"Dengan ancaman hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun," ucap Andri.