Polisi: Tak Revisi Perda, Satpol PP Sulit Bila Warga Tolak Sanksi & Bayar Denda

23 Juli 2021 15:56 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi satpol pp provinsi dki jakarta. Foto: Aditia Noviansyah
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi satpol pp provinsi dki jakarta. Foto: Aditia Noviansyah
ADVERTISEMENT
Pemprov DKI mengajukan revisi Perda Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penanggulangan COVID-19. Salah satu poin perubahan adalah wewenang Satpol PP yang nantinya dapat melakukan penyidikan tindak pidana sesuai Perda COVID-19.
ADVERTISEMENT
Menurut Kabid Hukum Polda Metro Jaya, Kombes Adi Ferdian, usulan revisi ini melihat masih banyaknya masyarakat yang tidak menegakan protokol kesehatan. Oleh sebab itu, kewenangan melakukan penyidikan juga bisa dilakukan oleh Satpol PP.
"Sehingga ketika berlakunya perda itu dirasa kurang dan belum maksimal karena keterbatasan jumlah personel Satpol PP sehingga Pemprov usulin Perda baru agar Polri selaku penyidik dan Satpol PP selaku PPNS sama-sama menegakkan disiplin agar lebih masif dalam penegakan prokes, dalam masalah masker maupun pelanggaran kerumunan dan lain-lain agar dapat memutus mata rantai covid belum tau sampe kapan dapat tertanggulangi," kata Adi di Mapolda Metro Jaya, Jumat (23/7).
Dalam Perda itu, sanksi bagi pelanggar prokes adalah sanksi administrasi berupa denda atau kerja sosial. Namun, kata Adi, di dalam sistem hukum di Indonesia, tak ada sanksi sosial.
ADVERTISEMENT
Sehingga Satpol PP mengalami kesulitan apabila ada temuan pelanggar protokol kesehatan menolak membayar denda dan menolak kerja sosial.
Menurut Adi, jika revisi perda ini berjalan, sanksi pidana bisa dijerat untuk pelanggar prokes. Satpol PP menjadi salah pihaknya yang bisa memberikan sanksi tersebut.
Warga yang melanggar aturan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dihukum menyapu usai terjaring Operasi Tertib Masker di kawasan Kota Tua, Jakarta, Minggu (27/9). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
"Perda tersebut juga baru memuat sanksi administratif berupa kerja sosial kemudian denda sedangkan dalam sistem pemindaan di Indonesia enggak kenal kerja sosial. Sehingga ketika dilaksanakan penegakan disiplin prokes oleh Satpol PP, ada temuan menolak bayar denda kemudian nolak melakukan kerja sosial. Satpol PP enggak dapat berbuat banyak karena pemidanaan dan putusan bukan diputuskan hakim," ujarnya.
"Sedangkan hakim untuk operasi yustisi tidak punya dasar hukum dalam perda karena enggak ada sanksi pidana di dalamnya. Sehingga perlu sanksi pidana sehingga penegakannya ada sanksi pidana yang termuat dan bisa dilaksanakan polisi PPNS maupun Jaksa dan Hakim dalam memutuskan pelanggaran prokes bila perda tersebut sudah disempurnakan," tambahnya.
ADVERTISEMENT