Polisi Ungkap Mafia Tanah Pemalsu SHM di Jalan Brawijaya, Kerugian Rp 81 M

12 Februari 2020 20:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil (kedua kanan) dan Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dalan rilis ungkap kasus mafia tanah di Hotel Grand Mercure Kemayoran. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil (kedua kanan) dan Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dalan rilis ungkap kasus mafia tanah di Hotel Grand Mercure Kemayoran. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
Ditreskrimum Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus mafia tanah dan mafia properti yang terjadi di Jakarta dengan total kerugian Rp 81 miliar.
ADVERTISEMENT
Hasil pengungkapan kasus tersebut disampaikan Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana bersama dengan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, pejabat yang terkait soal pertanahan.
Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana mengungkapkan, kasus ini mulai diungkap polisi pada Januari 2019.
Dalam kasus ini, penipuan dilakukan oleh 10 orang kompolotan mafia tanah dengan memanipulasi sertifikat tanah milik korbannya di daerah elite Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan.
“Hal ini berawal dari korban berniat menjual rumahnya di Jakarta Selatan. Ada seorang berinisial D langsung menemui pemilik rumah kemudian mereka bernegosiasi harga, dari harga Rp 85 miliar disepakati Rp 60 miliar,” ungkap Nana dalam jumpa pers di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (12/2).
Nana menerangkan, mulai dari pertemuan itulah aksi sindikat mafia tanah dan properti ini dimulai. Para tersangka kemudian menjalankan berbagai peran mulai dari sebagai calon pembeli hingga notaris untuk memanipulasi dan memalsukan sertifikat tanah si pemilik rumah.
ADVERTISEMENT
Modus Penipuan
Modus penipuan diawali dengan tersangka (calon pembeli) menyarankan ke korban agar melakukan pengecekan sertifikat di notaris palsu yang telah para pelaku siapkan. Notaris palsu berinisial RH ini kini sudah ditahan dan menjadi tersangka.
Karena percaya, korban memberi fotokopi sertifikat hak milik (SHM) ke RH untuk dicek di BPN Jaksel.
Setelah mendapat fotokopi sertifikat itu, RH kemudian memberikannya ke DR. Oleh tersangka DR ini, sertifikat dipalsukan dan akan ditukar di BPN.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sujana (kiri) menyambangi kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Selasa (28/1). Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
"Pada 9 Januari 2019, pihak korban dalam hal ini diwakili oleh Saudara Lutfi, kemudian dari pihak pembeli (komplotan tersangka-red) DR yang mewakili. Mereka berdua mendatangi BPN Jaksel, ke loket, mereka kemudian mengecek sertifikat itu, dan dinyatakan asli, dan dicap," beber Nana.
ADVERTISEMENT
Selesai urusan pengecekan ke BPN, Lutfi dan DR berbincang. Tidak lama kemudian, DR meminjam sertifikat dengan alasan untuk difotokopi.
"Rupanya di belakang sudah disiapkan, yang asli dimasukkan ke dalam. Jadi kemudian dia serahkan yang palsu ke Saudara Lutfi. Dan memang mirip sekali, hampir sama. Memalsukan seperti itu sama persis," urai Nana.
Setelah tersangka DR mendapatkan sertifikat asli, kemudian diserahkan ke D, lalu dioper lagi ke A.
"DR diberi imbalan Rp 30 juta dari D dan A," urai Nana.
Sekitar tanggal 14 Februari 2019, bermodal sertifikat asli, para pelaku menjaminkan rumah dan tanah di Jalan Brawijaya itu ke seseorang bernama Fendi.
Para pelaku saat itu bahkan menggunakan tokoh lain untuk memerankan korban Indra Husein dan istrinya. Orang yang berpura-pura menjadi korban Indra Husein dan istrinya ini adalah tersangka Hendri dan Siti.
ADVERTISEMENT
Dapat Dana Rp 11 Miliar
Proses menjaminkan properti dan tanah di Jalan Brawijaya itu berjalan mulus. Para pelaku mendapatkan uang Rp 11 miliar dari menggunakan sertifikat itu.
"Para pelaku juga diketahui memalsukan KTP dan NPWP korban. Sehingga saat notaris memeriksa, proses bisa dilanjutkan," urai Nana.
Para pelaku diduga memalsukan KTP korban Indra Husein ketika dahulu diberikan fotokopi KTP saat pura-pura membeli. Pemalsuan KTP dilakukan dengan melibatkan tenaga honorer di Pamulang, Tangsel.
Setelah semua dicek, baik sertifikat tanah dan KTP, Fendi kemudian mentransfer uang Rp 11 miliar ke rekening Indra Husein palsu. Tak lama setelah uang masuk, langsung dipindahkan para pelaku ke rekening atas nama Bugi.
"Oleh tersangka Bugi ditarik tunai di BCA di Pondok Indah Mall dan diberikan kepada tersangka utama Arnold dan Neneng, yang sekarang masih DPO," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Pemalsuan Terkuak
Soal pemalsuan ini terungkap, ketika pemilik asli tanah dan properti itu, Indra Husein, mendapatkan pembeli asli bukan seperti para pelaku yang menipu.
Ketika dilakukan pengecekan ke BPN oleh korban dan pembeli, ternyata sertifikat palsu.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol. Nana Sudjana saat rilis kasus penyuntikan stem cell tak berizin di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (16/1/2020). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Dari situlah mereka melaporkan ke Polda Metro Jaya. Dan kemudian dari Dirkrimum bentuk tim melakukan penyelidikan dan penelusuran, dan kasus ini dapat diungkap," ungkap Nana.
"Kerugian Rp 81 miliar, rinciannya Rp 70 miliar dari pemilik rumah asli dan Rp 11 miliar dari Saudara Fendi yang memberikan pinjaman dengan jaminan sertifikat ke para tersangka," sambung Nana.
Para pelaku yang ditahan ada 10 orang. Mereka dikenakan pasal 263 KUHP dan atau Pasal 264 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke (1) KUHP dan atau Pasal 3, 4, dan 5 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
ADVERTISEMENT