Politik Uang Marak Jelang PSU Pilgub Kalsel, Denny Indrayana Lapor Bawaslu RI

12 April 2021 7:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tim Kuasa Hukum BPN, Denny Indrayana hadiri diskusi Polemik "MK adalah Koentji" di Jakarta, Sabtu (25/5). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tim Kuasa Hukum BPN, Denny Indrayana hadiri diskusi Polemik "MK adalah Koentji" di Jakarta, Sabtu (25/5). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Calon Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Denny Indrayana bakal mendatangi Bawaslu RI di Jakarta, Senin (12/4) pagi.
ADVERTISEMENT
Kedatangan mantan Wamenkum HAM tersebut untuk melaporkan sejumlah dugaan kecurangan dan maraknya politik uang atau money politic dengan berbagai motif di daerah penyelenggaraan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilgub Kalsel menjelang pencoblosan pada 9 Juni 2021 nanti.
“Iya, insyaallah jam 10 nanti saya ke Bawaslu,” kata Denny Indrayana, Senin pagi.
Gerindra resmi usung Denny Indrayana di Pilgub Kalimantan Selatan. Foto: Dok. Istimewa
Denny menyebut Bawaslu Kalsel tidak terlihat berupaya mencegah politik uang sehingga pihaknya memilih melaporkan ke Bawaslu RI.
“Seperti dibiarkan saja, seperti tahu sama tahu. Ini kan sangat merugikan bagi demokrasi kita, terutama kami yang ingin mengedepankan politik jujur dan adil,” tambahnya.
Menurutnya, motif yang terjadi seperti pembagian bakul berisi sembako, yang akan bersalin rupa menjadi THR, parsel, dan zakat fitrah/zakat mall. Kemudian, modus memborong barang dagangan disertai pembagian uang kepada warga.
Ilustrasi Politik Uang. Foto: ANTARA FOTO
Ia menegaskan, kecurangan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini semakin serius.
ADVERTISEMENT
“Kami juga menemukan fakta pelibatan aparat pemerintahan, dari level kepala dinas sampai level kepala desa dan Ketua RT-RW yang digaji Rp 2,5 juta, kemudian Kepala Desa digaji sebesar Rp 5 juta per bulan untuk menggalang suara pemilih. Dan ini sangat sistematis dan masif sekali,” urainya.
Denny juga menyebutkan ada modus berupa penempelan sticker bertanda khusus di rumah-rumah warga sebagai kamuflase pendataan pemilih yang ujungnya dipergunakan untuk data pembayaran politik uang.
“Jadi tiap rumah didata, dibayar Rp 100 ribu untuk ditempeli striker, kemudian nanti akan ada lagi pembagian berikutnya yang besarnya sekitar Rp 500 ribu saat menjelang pemilihan,” tegasnya.
Mural mencegah politik uang. Foto: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Modus selanjutnya, kata Denny, adalah berupa kegiatan salat hajat dan ibadah lainnya yang diikuti dengan pembagian uang.
ADVERTISEMENT
“Kami berharap Bawaslu RI melakukan langkah-langkah nyata dan menegakan aturan dengan benar dan adil, mengingat Bawaslu Kalsel tidak melakukan tindakan pencegahan maupun penindakan dan seolah melakukan pembiaran, padahal tidak sulit mengidentifikasi modus-modus tersebut,” pungkasnya.