Politikus Golkar: Usul Dapil Nasional di RUU Pemilu Kurang Pas

17 November 2020 13:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Christina Aryani. Foto: Instagram/@christinaaryani
zoom-in-whitePerbesar
Christina Aryani. Foto: Instagram/@christinaaryani
ADVERTISEMENT
Dapil nasional untuk pimpinan parpol menjadi salah satu usulan Fraksi PKS dalam pembahasan RUU Pemilu. Namun, usulan ini mendapat penolakan dari Fraksi Golkar di Baleg DPR.
ADVERTISEMENT
Anggota Baleg DPR Fraksi Golkar Christina Aryani berpendapat usulan PKS tersebut kurang pas. Dapil nasional berbeda dengan dapil-dapil yang ada saat ini yang berbasis pada provinsi atau kabupaten/kota.
Di dapil nasional ini, seorang pimpinan parpol yang jadi anggota DPR memiliki kewenangan untuk mengelilingi dapilnya, yang terdiri dari beberapa kabupaten/kota atau provinsi.
"Menurut saya kurang pas, tugas dan tanggung jawab pimpinan parpol sendiri sudah banyak sekali. Ditambah lagi harus menjalankan tugas tanggung jawab sebagai anggota DPR yang dikatakan dapilnya meliputi nasional," kata Christina saat dimintai tanggapan, Selasa (17/11).
"Sejatinya fraksi sendiri merupakan perpanjangan tangan partai politik di lembaga legislatif," imbuh Christina.
Ia mengaku baru mendengar ide itu dalam rapat Baleg soal RUU Pemilu kemarin. Menurut Christina, Fraksi PKS yang melontarkan ide itu perlu menjelaskan argumentasi mereka dengan lebih jelas dan rinci.
ADVERTISEMENT
"Perlu diperjelas lagi reasoning-nya. Dijelaskan kemarin ide ini sepertinya untuk memberikan kewenangan kepada pimpinan parpol yang duduk sebagai anggota DPR. Bisa mengunjungi seluruh daerah untuk penyerapan aspirasi," tutur Legislator dapil Jakarta itu.
Ilustrasi TPS Foto: Aprilio Akbar/Antara
Lebih lanjut, terkait usulan substansi RUU Pemilu, Fraksi Golkar baru mengusulkan soal isu keterwakilan perempuan di parlemen. Adalah Nurul Arifin yang meminta adanya kuota 30 persen perempuan di nomor urut 1 pencalegan.
Soal usulan substansial lainnya seperti ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas nyapres (presidential threshold), Christina melempar hal tersebut di fraksi Golkar yang ada di Komisi II DPR.
Sebelumnya dalam penjelasan pengusul RUU Pemilu di Baleg, Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia menjelaskan, isu parliamentary threshold dan presidential threshold biasanya akan dibahas di akhir. Sebab, hal itu menjadi domain para pimpinan partai politik.
ADVERTISEMENT
Hal itu pulalah yang mendasari Doli tak menyebut spesifik berapa persentase usulan per fraksi di Komisi II DPR saat penjelasan di Baleg, Senin (16/11).