Polri Jelaskan soal Peluru Tajam di Mobil Brimob yang Dijarah Perusuh

23 Mei 2019 16:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol M Iqbal berbicara dalam konferensi pers terkait kerusuhan pada Aksi 22 Mei. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol M Iqbal berbicara dalam konferensi pers terkait kerusuhan pada Aksi 22 Mei. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Massa perusuh di kawasan Slipi, Jakarta Barat, Rabu (22/5) sempat menyerang sebuah mobil polisi. Mobil itu rupanya berisi amunisi berisi peluru tajam. Mobil itu kemudian dirusak dan peluru dijarah oleh perusuh.
ADVERTISEMENT
Terkait hal itu, Kadiv Humas Polri Irjen Pol M Iqbal memastikan, peluru-peluru tidak disiapkan dalam pengendalian massa dalam kericuhan. Sehingga, peluru itu bukan bagian dari personel pengamanan.
"Ada pengrusakan pembakaran mobil brimob yang diparkir, termasuk kendaraan dinas komandan batalyon, di dalamnya memang ada satu kotak peluru tajam, peluru tajam ini tidak dibagikan kepada seluruh personel pengamanan, tidak dibagikan kepada seluruh personel pengamanan," kata Iqbal dalam konferensi pers di gedung Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (23/5).
Polisi berjaga di Jalan Kemanggisan Utama kawasan Slipi Jaya saat ricuh. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Iqbal menegaskan, Polri dan TNI yang terlibat dalam pengamanan aksi tidak dibekali dengan senjata api, apalagi peluru tajam Mereka hanya dibekali dengan alat-alat pengendalian massa seperti tameng dan pentungan.
Penanganan massa juga dilakukan dengan SOP yang sudah ditentukan undang-undang. Peluru tajam hanya boleh digunakan untuk tim antianarkis.
ADVERTISEMENT
"Peluru tajam hanya dimiliki tim antianarkis, dan tim antianarkis itu pada dua hari dua malam demonstrasi unjuk rasa tidak keluar sama sekali, itu ada di komando. Mereka keluar atas perintah Kapolri kepada Kapolda, Kapolda pada Kasat Brimob, melihat prinsip proposional," ujar mantan Wakapolda Jawa Timur itu.
Polisi berjaga di Jalan Kemanggisan Utama kawasan Slipi Jaya saat ricuh. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Peluru tajam ini hanya boleh disimpan oleh komandan batalyon. Iqbal mengatakan, saat kericuhan terjadi di Slipi, sang komandan berinisiatif untuk melakukan briefing dengan anggota lainnya. Saat itulah, massa menyerang.
"Nah terkait peluru tajam yang SOP-nya disimpan oleh Danyon, itu ia akan mengarah tim antianarkis. Tetapi ia melihat situasi di Slipi dan terpanggil untuk melakukan briefing personelnya, tapi massa menyerang dan itu semua dijarah oleh perusuh," ungkap Iqbal.
Demonstran menembakkan petasan ke arah petugas kepolisian di kawasan Slipi Jaya. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Iqbal menambahkan, penggunaan peluru tajam sebenarnya diperbolehkan dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dan petugas yang nyawanya terancam. Anggota polisi yang terpaksa menggunakan peluru tajam juga harus mempertanggungjawabkan tindakannya itu.
ADVERTISEMENT
"Ya kalau misalnya seketika itu juga saya, Iqbal ini melihat seorang masyarakat yang dibacok oleh perusuh, ingin dibacok, per detik saya harus melakukan tindakan tegas diskresi saya harus dilakukan dengan peluru tajam. Itu adalah pengambilan keputusan sendiri, pilihan sendiri," tutur dia.
"Kalau tidak, saya akan kena sanksi HAM by commition. Saya juga, petugas lain juga, kalau ada petugas brimob diancam, sudah tidak bisa lagi diimbau, dengan golok atau dengan senjata api kita harus lumpuhkan. Tapi ini antianarkis keluar atas perintah dan sangat ketat dipimpin perwira dan sangat ketat," ucap dia.
Seorang warga memperlihatkan selongsong peluru di kawasan Tanah Abang. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan