Polri soal Kebocoran Data: Data Usang 2016, Kerjaan Orang Usil
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Polri membantah terkait kabar bocornya data personelnya sebanyak 26 juta dokumen. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, informasi tersebut adalah hoaks.
ADVERTISEMENT
Menurut Dedi, pihaknya sudah memeriksa lebih lanjut dan dipastikan tak ada kebocoran data. Menurut Dedi, data yang disebarkan itu merupakan data usang tahun 2016.
"Hasil asesmen dari Div TIK data tersebut tidak bocor. Data bocor itu adalah hoaks. Karena data yang diambil adalah data usang, data tahun 2016 dan tidak ada kaitannya dengan PMJ. Karena data dari Polda Kalteng," kata Dedi di Mabes Polri, Jumat (23/9).
"Dan tentunya dari PMJ akan mendalami siapa yang menyebarkannya. Itu mudah untuk membuat konten-konten seperti itu mudah," sambungnya.
Jenderal bintang dua itu juga menepis kabar bocornya data personel ini dilakukan hacker Bjorka. Menurut dia, ini hanya kerjaan orang usil saja.
"Enggak ada, enggak ada orang-orang usil itu," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"[kasus] Bjorka, yang ikut rapat terus ini Bu Kabag Penum karenakan Timsus. Timsus ini setiap hari rapat tapi informasi yang saya dapatkan pada hari ini dari Dir Siber tetap Timsus masih bekerja terus. Nanti apabila ada hasilnya dari Timsus akan kita informasikan," tambahnya.
Dugaan kebocoran data itu berawal dari sebuah laman breached.to. Laman itu disebut sebagai forum para peretas. Di dalam laman tersebut akun anonim bernama Meki mengunggah sebuah utas atau thread yang diberi judul '26M DATABASE NATIONAL POLICE IDENTITY OF INDONESIA REPUBLIC'.
Pengunggah anonim itu mengeklaim berisi dokumen penting semua data keanggotaan Polri di seluruh Indonesia. Di dalamnya juga disematkan logo Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
"Polri telah menghabiskan banyak uang hanya untuk membangun server atau website sederhana (karena mereka tidak peduli dengan kerentanan pada website yang mereka kelola) dan kali ini saya berniat untuk menjual data valid dan dokumen penting dengan harga yang terjangkau. Karena polisi di Indonesia tidak lagi di jalur yang benar, tapi sering mempersulit dan menjatuhkan orang miskin," tulis anonim itu dalam unggahannya yang telah diterjemahkan dari bahasa Inggris ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Data tersebut dijual oleh akun anonim itu dijual seharga USD 2.000 atau setara sekitar Rp 30 juta.