PPKM Akan Percuma Diperpanjang Jika Pengetatan Tak Serius, Harus PSBB Nasional

21 Januari 2021 7:18 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara kawasan Mampang Prapatan di Jakarta, Jumat (1/5/2020). Foto: ANTARA FOTO/ Hafidz Mubarak
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara kawasan Mampang Prapatan di Jakarta, Jumat (1/5/2020). Foto: ANTARA FOTO/ Hafidz Mubarak
ADVERTISEMENT
Kasus COVID-19 di Indonesia belum ada tanda-tanda akan menurun setelah pemerintah menerapkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak 11 Januari 2021. PPKM ini berlaku di wilayah Jawa dan Bali.
ADVERTISEMENT
Meski baru berjalan sepekan lebih, rupanya PPKM belum berdampak banyak dalam menekan laju penularan kasus corona. Yang terjadi, justru kasus harian terus meningkat, bahkan mencapai 10-14 ribu kasus.
Bukan tak mungkin dalam beberapa waktu ke depan total kasus corona dapat mencapai 1 juta orang. Per Rabu (20/1), akumulasi kasus berjumlah 939.948 orang dengan kematian 26.857 jiwa.
Di tengah kasus COVID-19 yang masih tinggi, pemerintah berencana memperpanjang PPKM.
"PPKM akan diperpanjang berdasar hasil rapat kabinet terbatas kemarin sore. Akan diperpanjang dua minggu ke depan setelah tanggal 25 Januari hingga 2 minggu ke depannya sampai dengan angka menunjukkan penurunan atau pelandaian," ungkap Wakil Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Syafrizal.

Namun, akankah perpanjangan PPKM ini akan efektif?

Satgas COVID-19 Kota Bandung menyegel toko yang melanggar sejak diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Foto: Humas Pemkot Bandung
Ahli Wabah UI Pandu Riono menilai langkah ini akan sia-sia. Bahkan, PPKM yang sudah berjalan 9 hari dirasa tidak membuat perubahan sama sekali di seluruh provinsi di Jawa dan Bali.
ADVERTISEMENT
"Menunjukkan pengetatan 9 hari ini sama sekali enggak efektif, semua berjalan seperti biasa," ucap Pandu kepada kumparan.
Pandu menilai PPKM yang dicanangkan pemerintah pusat tidak akan efektif karena tak ada kebijakan pengetatan yang signifikan. Ia mencontohkan PSBB ketat yang diterapkan pada April 2020 oleh Pemprov DKI.
Saat itu, mobilitas masyarakat benar-benar bisa dikurangi dan terbukti bisa menekan laju penularan corona.
"Jangan pakai istilah PPKM, kembali ke konsep PSBB. Di konsep PSBB yang tidak bisa dilakukan adalah bukan pergerakan kegiatan masyarakat, tapi pergerakan masyarakat. Jadi yang terjadi mobilitas dikurangi, dibatasi, kalau perlu kembali saat waktu Maret," ungkap dia.
Penerapan kebijakan Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PSTKM) di Jalan Malioboro sejumlah toko dan pedagang kali lima menutup lapak dagangannya pukul 19.00 WIB. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Menurutnya, PSBB ketat harus diterapkan secara nasional dan tidak perlu pakai istilah lain seperti PPKM. Sebab, PPKM tidak ada regulasi atau payung hukum seperti PSBB.
ADVERTISEMENT
"Harus PSBB konsep nasional, legalitasnya ada. PPKM enggak ada regulasi, cantelan hukum yang digunakan. Keputusan Menteri enggak ada dasar hukum. PP dan UU baru bisa tegas kalau mau kendalikan pandemi," tutur dia.
Selain itu, permasalahan lainnya adalah kurangnya inisiatif pemerintah dalam upaya pendeteksian strain corona yang baru, dengan prosedur whole genome sequencing. Bahkan, bukan tidak mungkin di Indonesia sebenarnya sudah ada strain SARS-CoV-2 yang baru, namun belum terdeteksi.
"Saya prediksi sudah mulai beberapa bulan lalu mungkin strain seperti dari Inggris dan negara lain ditemukan di Indonesia," tutup Pandu.
Infografik pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Foto: kumparan