PPKM Darurat Harus Pakai Kearifan Lokal, Cegah Gesekan Petugas dan Warga
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Agar gesekan tersebut tak kembali terjadi, Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVID-19 Brigjen TNI (Purn) dr Alexander Ginting mengungkap PPKM Darurat mestinya didukung kearifan lokal masing-masing daerah. Misalnya, petugas menerapkan komunikasi menggunakan bahasa daerah.
“Jadi di dalam hal ini komunikasi risiko itu harus main dan komunikasi risiko itu tidak mungkin kita pakai bahasa Jakarta dengan bahasa yang dari media yang sulit dipahami. Mungkin kalau itu di daerah atau bagi mereka rakyat yang pelaku pasar yang dengan menggunakan bahasa sehari-sehari,” kata Alex dalam diskusi daring, Kamis (15/7).
Alex mencontohkan kasus penyekatan di Jembatan Suramadu, Jawa Timur, saat warga Bangkalan harus dites saat masuk ke Surabaya. Menurutnya, kebiasaan baru seperti hidung dicolok alat swab itu tak bisa langsung diterima warga.
ADVERTISEMENT
“Contohnya waktu terjadi kasus di Bangkalan dan semua mereka yang menuju Surabaya dilakukan penyekatan dan dilakukan swab, tapi karena ketidakmengertian akhirnya pencolokan hidung dan tenggorokan itu dianggap sesuatu yang membuat mereka merasa tidak diorangkan,” ujar Alex.
Alex juga menyesalkan adanya gesekan petugas dengan warga seperti yang baru terjadi antara anggota Satpol PP di Gowa. Hal itu seharusnya bisa dihindari dan tak perlu terjadi.
“Sebagai contoh misal sekarang PPKM Darurat kemudian kita lihat di TV bagaiman Satpol PP dan seluruh aparat keamanan banyak terjadi benturan di lapangan tentu ini terjadi karena pemahaman (berbeda),” ungkapnya.
Untuk membantu petugas mengawasi PPKM Darurat, Alex juga meminta para tokoh masyarakat, agama, dan budayawan untuk turut membantu. Misalnya, menjelaskan kepada masyarakat bahwa berkumpul di tengah pandemi itu berisiko terhadap penularan.
ADVERTISEMENT
"Nah ini yang harus dipahami bahwa silaturahmi dalam masa pandemi itu tentu akan berbeda implementasinya. Oleh karena itu memang perlu di ajak tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh budaya, tokoh-tokoh agama di daerah lokal itu sendiri untuk bisa bersama-sama pandemi ini adalah ancaman terhadap manusia dan kemudian penularannya adalah antara manusia dengan manusia," pungkasnya.