PPNI: Animo Perawat Kerja di Luar Negeri Kurang, Lebih Pilih di Pelosok

25 September 2021 14:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI),  Harif Fadhillah. Foto: Instagram/hariffadhillah
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah. Foto: Instagram/hariffadhillah
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengungkapkan banyak tenaga kesehatan (nakes) dan perawat yang lebih memilih bekerja di wilayah pelosok ketimbang di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Berkaca dari kasus penyerangan nakes di Papua, Harif justru melihat perawat-perawat yang bertugas merasa kerja di dalam negeri lebih aman.
"Tidak sampai merasa kontrak siap mati karena kita merasa bahwa bekerja di seluruh wilayah Indonesia bisa terjaga dengan aman. Justru yang ke luar negeri itu yang animonya kurang. Makanya mereka mau kerja di pelosok dengan kompensasi yang tidak terlalu besar, asal di Indonesia. Ini unik," ungkap Harif dalam diskusi virtual Polemik Trijaya bertajuk 'Peduli Lindungi Nakes di Daerah Konflik', Sabtu (25/9).
Harif menuturkan tidak ada perbedaan kontrak perawat yang bekerja di wilayah normal maupun berkonflik.
Namun, untuk kontrak kerja dan fasilitas, ada perawat yang terikat dengan pemerintah daerah masing-masing tempat mereka bertugas. Dan ada juga yang merupakan penugasan secara individu.
ADVERTISEMENT
"[Asuransi] sangat bervariasi. Ada pemda yang memberikan asuransi. Kalau dari pusat biasanya ada BPJS Ketenagakerjaan atau pun [BPJS] Kesehatan. Kontraknya bervariasi masing-masing daerah berbeda," tuturnya.

Minta Perlindungan Perawat di Wilayah Rawan Konflik

Ilustrasi perawat berhati malaikat Foto: pixabay
Harif pun menyinggung soal insiden penyerangan nakes di Puskesmas Kiwirok. Sejauh ini, ia menyebut terdapat sekitar 7.500 perawat yang bertugas di wilayah Papua, termasuk di daerah pelosok.
Merespons kejadian penyerangan yang membuat seorang nakes bernama Gabriella Meilan meninggal dunia, pihaknya meminta Komnas HAM hingga kepolisian untuk menjamin keselamatan dan keamanan perawat hingga dokter di sana.
Tak hanya itu, ia menilai perlu ada kebijakan yang jelas terkait pemberian layanan kesehatan jika sedang dalam kondisi rawan atau berbahaya.
"Ini juga menjadi persoalan. Pak Taufan [Ketua Komnas HAM] atau Yusuf [Anggota Kompolnas] mengatakan, bagaimana kebijakan tentang perlindungan ini. Ya ditambahkan jika tahu ini daerah konflik, atau ya dijaga fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada," jelas Harif.
ADVERTISEMENT
"Atau faskes kami sama sekali tidak ingin menarik layanan, tapi bagaimana melokalisir layanan itu sehingga terasa aman. Misalnya dekat markas militer, kantor polisi. Tapi berisiko, kalau markasnya diserang kita juga diserang. Ini bingung, negara harus hadirlah," pungkasnya.