PPUU Sebut Sistem Pelayanan Publik Butuh Transformasi Digital

21 Juni 2021 19:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, bersama Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI membahas RUU Perubahan UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Senin (21/6). Foto: Dok. DPD RI
zoom-in-whitePerbesar
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, bersama Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI membahas RUU Perubahan UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Senin (21/6). Foto: Dok. DPD RI
Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI menggelar Rapat Kerja dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, untuk membahas RUU Perubahan UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Senin (21/6). PPUU menilai undang-undang tersebut perlu disesuaikan dengan perkembangan kehidupan dan kebutuhan masyarakat.
“Diperlukan adanya perubahan, di antaranya mengenai penerapan teknologi informasi dalam kehidupan masyarakat serta adanya sebuah mekanisme pengawasan yang mengarahkan pada penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, efektif dan efisien, optimal, dan bertanggung jawab,” ucap Wakil Ketua PPUU DPD RI, Angelius Wake Kako.
Dalam rapat yang dilakukan secara virtual itu, Angelius menjabarkan PPUU telah merumuskan sejumlah substansi yang perlu diatur dalam RUU Perubahan UU Pelayanan Publik. RUU ini memperluas ruang lingkup Pelayanan Publik sehingga tidak hanya mengatur pada pelayanan barang publik, pelayanan jasa publik, dan pelayanan administratif, tetapi akan ada ruang-ruang baru yang belum diatur pada UU Pelayanan Publik saat ini.
akil Ketua PPUU DPD RI, Angelius Wake Kako, dalam Rapat Kerja membahas RUU Perubahan UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Senin (21/6). Foto: Dok. DPD RI
Dalam RUU ini juga akan disusun mengenai perencanaan dan standar pelayanan, maklumat pelayanan, pengelolaan sarana, prasarana dan atau fasilitas, tarif, jangka waktu, perilaku pelaksana dalam pelayanan, sistem pengelolaan pengaduan, pengembangan kompetensi pelaksana, penilaian kinerja, serta evaluasi dan pengelolaan pelaksana. Selain itu akan mengatur pelayanan khusus kepada kelompok rentan, yaitu lansia, anak-anak, Ibu menyusui, wanita hamil, disabilitas, dan korban bencana alam/sosial.
"Ke depannya pelayanan publik harus dilakukan berbasis elektronik atau e-government. Hal ini untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas pemerintah. RUU ini juga mengupayakan adanya inovasi dalam rangka perbaikan berkelanjutan dalam pelayanan publik," ucap Angelius yang juga Senator dari Nusa Tenggara Timur ini.
Dalam rapat tersebut, Suharso Monoarfa menyatakan setuju terhadap PPUU jika UU Pelayanan Publik perlu diperbaharui. Undang-undang ini dinilai perlu diadaptasikan pada perubahan zaman.
Menurutnya, harus ada undang-undang yang memiliki norma-norma yang dapat mengakomodir fenomena-fenomena baru terkait dengan pelayanan publik. “Perlu disesuaikan atas kondisi perkembangan zaman. Apalagi sampai dengan tahun 2045 dunia menghadapi 10 kecenderungan besar atau yang disebut global megatrend,” ujarnya.
Suharso berharap kebijakan pelayanan publik ke depan dapat menjadi instrumen pengantar produk pembangunan kepada masyarakat baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun non pemerintah. Ia menjelaskan kebutuhan pembaruan ruang lingkup pengaturan UU Pelayanan Publik dilakukan pada pelayanan publik berbasis elektronik, memfasilitasi pengembangan inovasi pelayanan publik, pelaksanaan pengawasan dan audit pelayanan publik, dan penanganan pengaduan, upaya penyelesaian sengketa.
Anggota PPUU, Agustin Teras Narang. Foto: Dok. DPD RI
Anggota PPUU, Agustin Teras Narang, mengatakan jika RUU Perubahan atas UU Pelayanan Publik merupakan sebuah lompatan besar dari kondisi yang ada saat ini. Ia menjelaskan bahwa saat ini Indonesia berada di Government 1.0, sedangkan RUU yang sedang dikembangkan berada di 4.0. Oleh karena itu ia menilai dibutuhkan pembangunan berbasis digital untuk mendukung sistem pelayanan publik yang baru.
“Saya juga melihat apakah kita harus melakukan revolusi mental, bukan lagi sebatas reformasi birokrasi. Sehingga langkah-langkah pembuatan RUU ini ke depan betul-betul mampu menjawab situasi dan kondisi dan kita gabungkan dengan apa yang harus kita hadapi ke depan ini,” ucap Senator dapil Kalimantan Tengah ini.
Ketua PPUU DPD RI, Badikenita Br Sitepu. Foto: Dok. DPD RI
Sementara itu, Ketua PPUU DPD RI Badikenita Br Sitepu berharap UU Pelayanan Publik dapat diperbarui sehingga mendukung fungsi DPD RI sebagai wakil daerah dalam konsep pelayanan publik. Adanya perubahan undang-undang tersebut dapat memungkinkan DPD RI untuk lebih terlibat dalam aspirasi daerah.
“Saat pelaksanaan Musrenbang, DPD diundang, tetapi hanya saat launching-nya saja. Ini kami harapkan bagaimana UU Pelayanan Publik dapat meng-update situasi, bagaimana kita bisa menginformasikan di provinsi,” pungkas Senator dapil Sumatera Utara ini.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan DPD RI