Prabowo dan Kisah Lincoln hingga Mao Zedong Agar Gerindra Tetap Solid

17 Oktober 2019 15:28 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memberi sambutan saat Rapimnas Partai Gerindra di kediamannya di Hambalang. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memberi sambutan saat Rapimnas Partai Gerindra di kediamannya di Hambalang. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Partai Gerindra sempat terbagi menjadi dua kubu: kubu yang setuju bergabung dengan pemerintah dan kubu yang ingin tetap menjadi oposisi.
ADVERTISEMENT
Untuk meredam perkubuan ini, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sempat menceritakan tiga kisah tokoh dari Amerika Serikat, Jepang, dan China yang sukses merangkul rivalnya. Cerita itu disampaikan Prabowo saat memimpin Rakernas Gerindra di Hambalang, Bogor, Rabu (16/10).
"Saya bagian dari kubu yang menginginkan kita harus tetap sebagai check and balance, dan ini akan dihargai pendukung kita. Dan ada sebagian teman-teman Gerindra yang bilang kita bisa melakukan, seandainya kita ada dalam position of power atau bagian dari yang bisa mengeksekusi tersebut kebijakan," kata politikus Gerindra Sandiaga Uno di kediamannya di Jalan Pulobangkeng, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (17/10).
"Pak Prabowo menyampaikan tiga hal dan ini menarik banget sebagai pembelajaran untuk dua kubu di Gerindra ini," imbuh Sandiaga yang juga menghadiri Rakernas Gerindra.
ADVERTISEMENT
Cerita pertama adalah kisah mantan presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln yang bertahun-tahun bersaing dengan politikus senior William H Seward, keduanya dari Partai Republik. Saat Lincoln terpilih menjadi presiden, ia justru menunjuk Seward menjadi secretary of state atau menlu, posisi ketiga tertinggi di pemerintahan Amerika.
Polikus Gerindra, Sandiaga Uno di kediamannya di Jalan Pulombangkeng, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (17/10/2019). Foto: Amanaturrosyidah/kumparan
"Seward akhirnya nanya, 'lho kamu tahu kan, saya benci banget sama kamu, kenapa kamu menawarkan posisi luar negeri ini kepada saya?'. Jawaban Abraham Lincoln ini yang membuka mata para penasihat dan pendukungnya, mau pendukung Seward juga. 'Iya, saya tahu kamu benci sama saya, bilang saya monyet dan saya juga benci banget sama kamu, tapi ada satu hal yang tidak bisa dibantahkan, dua dari kita memiliki kecintaan luar biasa kepada USA'," ucap Sandi menirukan cerita Prabowo.
ADVERTISEMENT
"Dan karena kecintaan kepada USA dan saya butuh masukan bukan asal bapak senang. Dari bukan orang yang memberikan masukan yang ingin saya dengar, saya butuh Anda sebagai orang terdekat dengan saya. Itu cerita pertama," lanjutnya.
Cerita kedua adalah soal shogun (penguasa militer) asal Jepang, Toyotomi Hideyoshi, yang terkenal pada zaman Sengoku. Bersama-sama dengan Tokugawa Ieyasu --yang kemudian menjadi pendiri zaman Edo-- keduanya sama-sama memiliki pasukan perang yang kuat dan besar.
Namun, malam sebelum berperang, keduanya bertemu dan memutuskan untuk membatalkan perang agar tidak timbul korban jiwa. Perseteruan keduanya lalu diselesaikan dengan perundingan damai.
"Cerita ketiga, adalah tentang Mao Zedong. Mao ini pendiri RRT (Republik Rakyat Tiongkok), memiliki satu rival namanya Deng Xiao Ping. Yang akhirnya kita tahu cerita anaknya Deng berumur dua tahun oleh tentara Mao dibawa ke lantai dua, terus dibuang dan akhirnya cacat seumur hidup sebagai bentuk ancaman agar tidak macam-macam dengannya," tutur Sandi.
Mug dan piring antik Mao Zedung di toko antik Panjiayuan, Beijing. Foto: AFP/NOEL CELIS
Namun, setelah Mao Zedong terpilih, Deng Xao Ping justru ditunjuk menjadi Sekjen Partai Komunis Cina. Mao meminta agar Deng melupakan perselisihan keduanya dan saling bekerja sama membangun RRT.
ADVERTISEMENT
"Dari tiga cerita tersebut saya bisa menyimpulkan pikiran Pak Prabowo bahwa satu, yang harus dikedepankan adalah cinta bangsa dan cinta NKRI. Nomor dua, melihat ke depan, jangan lihat ke belakang. Nomor tiga, hindari perpecahan," jelas Sandi.
Tiga cerita itu, kata Sandi, diakhiri dengan instruksi kepada setiap kader yang hadir untuk menegaskan sikap politik Gerindra, yakni menghindari perpecahan, mencintai keutuhan NKRI. Ia juga menegaskan, arahan tersebut sudah menyatukan dua kubu yang ada di internal Gerindra.
"Dengan begitu plong dan jelas posisi Gerindra. Jangan spekulasi. Jangan ikut arahan gendang, arahan media. Keputusan ada di tangan Presiden. Jadi kita jangan juga membebani dia. Dia akan ambil keputusan dengan ketenangan jiwa," pungkasnya.