Presiden Tidak Bisa Diberhentikan karena Kebijakan Penanganan Corona

1 Juni 2020 12:48 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Denny Indrayana usai bertemu Menko Polhukam Mahfud MD. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Denny Indrayana usai bertemu Menko Polhukam Mahfud MD. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
ADVERTISEMENT
Diskusi tentang pemecatan presiden yang batal digelar bahkan berujung teror masih terus menjadi pembahasan di masyarakat. Masih ada pertanyaan yang mengemuka bahwa apakah presiden bisa diberhentikan karena kebijakannya terkait penanganan virus corona.
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, menyebut pemberhentian presiden atau pemakzulan ada ketentuannya. Namun, ada syarat yang menyertainya juga.
Denny pun menegaskan bahwa presiden tidak bisa dimakzulkan karena alasan kebijakan penanganan corona.
"Terkait COVID-19 ini, kalau itu sepanjang terkait dengan kebijakan maka kebijakan saja bukan merupakan alasan presiden bisa dimakzulkan. Kebijakan ini lambat, ini efektif, kebijakan berubah-ubah (tidak bisa menjadi alasan)," kata Denny dalam webinar dengan tema 'Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi COVID-19', yang digelar MAHUTAMA, Senin (1/6).
Presiden Jokowi tinjau kesiapan penerapan prosedur standar New Normal di sarana publik, Jakarta. Foto: Dok. Sekretariat Presiden
Menurut dia, syarat pemberhentian presiden telah diatur dalam UUD 1945 dalam pasal 7A. Berikut bunyinya:
Pasal 7A UUD 1945:
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
ADVERTISEMENT
Denny mengatakan, presiden bisa saja diberhentikan terkait penanganan COVID-19 bila terdapat unsur yang diatur dalam pasal 7A UUD 1945 itu. Ia mencontohkan misalnya dalam kebijakan penanganan corona terdapat unsur korupsi yang langsung melekat ke presiden. Namun, hal itu pun harus dibuktikan lebih lanjut.
"Ini misalnya ya, kita tidak bicara faktual, tapi misalnya, ada korupsinya dan korupsinya itu menyangkut kepada diri Presiden. Yang ramai misalnya kartu prakerja, orang bisa gratis kok harus dikeluarkan sekian triliun, menyangkut link Presiden, dan seterusnya tentu dengan bukti yang tidak terbantahkan, itu bisa masuk," ujar eks Wakil Menteri Hukum dan HAM itu.
"Jadi persoalannya bukan pada kebijakannya tapi pada pembuktiannya. Apakah faktanya emang ada impeachment articles dilanggar sehingga bisa masuk ke pemberhentian Presiden," sambungnya.
Ilustrasi positif terkena virus corona. Foto: Shutterstock
Apabila tidak ada, kata Denny, dan hanya kebijakan saja yang disoal, tentu presiden tidak bisa dimakzulkan.
ADVERTISEMENT
Denny merinci, secara konstitusional, presiden sangat sulit untuk dimakzulkan. Karena harus ada perbuatan yang melanggar pasal 7A UUD 1945. Sementara secara politik, ini pun sulit dilakukan.
Denny menyebut, proses pemakzulan bisa pintu masuknya lewat DPR RI. Namun saat ini, komposisi di DPR mendukung koalisi pemerintahan. Sehingga sulit untuk masuk ke arah pemakzulan.
"Secara politis, dengan komposisi dukungan partai koalisi relatif solid sekarang langkah di DPR saja sudah sulit dilanjutkan ke MK," kata dia.
Ilustrasi palu hakim dan kitab undang-undang Foto: Pixabay
Hal serupa disampaikan oleh Ketua Umum Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah, Aidul Fitriciada Azhari. Ia menyebut bila alasannya penanganan COVID-19 saja, jelas presiden tidak bisa dimakzulkan.
"Dalam konteks pandemi, Presiden tidak bisa dijatuhkan karena kebijakan terkait pandemi, seburuk apa pun (kebijakannya). Selama Presiden tidak melakukan pelanggaran hukum yang disebutkan dalam UUD," kata Aidul yang juga komisioner Komisi Yudisial itu.
ADVERTISEMENT
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.