Pro Kontra Usulan PDIP Naikkan Parliamentary Threshold

15 Januari 2020 5:46 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam rakernasnya, salah satu rekomendasi PDIP adalah mengubah sistem pemilu. Menurut PDIP, sebaiknya pemilu legislatif (Pileg) kembali menerapkan sistem proporsional tertutup dan ambang batas (parliamentary threshold) yang berjenjang dari tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten.
ADVERTISEMENT
Sebagai pemenang pemilu, PDIP mengusulkan kenaikan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) untuk DPR RI 5 persen, provinsi 4 persen, kabupaten/kota 3 persen. Usulan ini merupakan salah satu bagian rekomendasi dari rakernas PDIP.
Usulan tersebut lalu disambut baik oleh NasDem. Apalagi, NasDem pernah mengusulkan syarat PT yang lebih tinggi dari itu. Menurut Ketua DPP NasDem Martin Manurung, semakin tinggi PT-nya, akan semakin baik bagi konstelasi politik di parlemen.
"Partai NasDem pada pemilu lalu juga kan bahkan menggagas PT sebesar 7 persen untuk RI. Itu bertujuan agar dalam transisi demokrasi kita secara konsisten terus jangan terputus grand desain kita untuk penyederhanaan parpol," ucap Martin.
Usulan PDIP itu juga diamini oleh PKS. Bahkan, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengusulkan agar PT di DPR dibuat lebih tinggi lagi, yaitu tujuh persen. Sedangkan untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota, PKS memilih sepakat dengan PDIP.
ADVERTISEMENT
"Untuk pileg dengan 7 persen dia terangkat itu untuk pusat. Kalau untuk provinsi sama kabupaten saya setuju dengan PDIP, 4 dan 3 persen," tutur Mardani.
Sementara itu, Golkar bahkan sudah mulai mengkaji kemungkinan PT naik menjadi 7,5 persen. Sehingga, jumlah fraksi di parlemen nantinya tidak akan terlalu banyak.
"Sudah seharusnya dari waktu ke waktu ambang batas itu ditingkatkan agar tidak terjadinya lagi ledakan jumlah partai di parlemen ini," kata Wakorbid Pratama Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet).
Namun, tak semua parpol setuju dengan usulan PDIP tersebut. Hanura, sebagai partai yang terpental di Pileg 2019, merasa kenaikan PT hanya menghambat pertumbuhan partai-partai kecil saja.
"Partai besar jangan arogan, dong, mentang-mentang masuk Senayan lalu mencoba untuk menghambat partai-partai kecil agar tidak masuk ke Senayan dengan cara menaikkan PT 5 persen," kata Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir.
ADVERTISEMENT
Dengan semakin sedikitnya partai kecil di Senayan, menurut Inas, bisa terjadi pembentukan oligarki politik. Selain itu, ia menilai, menaikkan PT tidak sesuai dengan konstitusi.
"Dengan mengurangi atau menyederhanakan partai-partai yang duduk di Senayan akan mendorong Indonesia menjadi oligarki. Apalagi suara rakyat diberangus dan dirampas oleh partai-partai besar melalui PT dengan mengatasnamakan Undang-Undang, tapi bertentangan dengan konstitusi," sebutnya.
Hal senada juga dilontarkan oleh Partai Demokrat. Menurut Wakil Ketua Umum Demokrat Syarief Hasan, PT sebesar 4 persen yang diterapkan sebelumnya sudah cukup ideal karena sudah bisa menggugurkan sejumlah partai.
"Tetapi kalau memang ada kenaikan satu persen itu mungkin masuk dalam perhitungan. Tetapi sebenarnya berat juga bagi partai yang lain untuk mencapai 5 persen," ucap Syarief Hasan.
ADVERTISEMENT
PAN juga menolak usulan menaikkan PT di pemilihan legislatif DPR RI. Wasekjen PAN Saleh Partaonan Daulay menyebut, peningkatan PT tidak sesuai dengan tujuan lembaga legislatif untuk memberikan ruang bagi seluruh kepentingan masyarakat.
"(Kenaikan PT) itu hanya diarahkan pada keuntungan politik sesaat partai dan kelompok tertentu. Dan upaya ini sudah sering dilakukan. Kalau tetap memaksakan, kita akan kembali ke era Orde Baru," kata Saleh.
"Saat itu, hanya ada tiga partai politik yang dibolehkan bertarung. Kalau itu terjadi, ini adalah potret kemunduran bagi demokrasi kita di Indonesia," imbuh dia.
Untuk itu, menurut Saleh, ketimbang menaikkan PT, lebih baik syarat tersebut dihapuskan agar setiap parpol bisa memiliki perwakilan di parlemen. Selain itu, menurutnya, syarat PT, hanya membuat suara masyarakat yang sudah memilih menjadi hangus.
ADVERTISEMENT
"Ambang batas parlemen sudah semestinya diturunkan atau bahkan dihapuskan. Partai-partai yang ada tetap bisa mengirimkan perwakilannya ke parlemen. Salah satu kelemahan (kenaikan PT) tidak semua perolehan suara partai politik bisa dikonversi menjadi kursi. Akibatnya, suara rakyat tersebut menjadi hangus," pungkasnya.