Prof Tjandra: Tanya Saja Suporter, Rasakan Efek Gas Air Mata Kedaluwarsa Tidak?

11 Oktober 2022 10:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gas air mata tampak terlihat di bagian selatan lapangan Stadion Kanjuruhan. Foto: Dok. RCBFM Malang
zoom-in-whitePerbesar
Gas air mata tampak terlihat di bagian selatan lapangan Stadion Kanjuruhan. Foto: Dok. RCBFM Malang
ADVERTISEMENT
Polisi mengakui telah menggunakan gas air mata kedaluwarsa ke Aremania dan Aremanita saat Tragedi Kanjuruhan terjadi. Namun polisi berdalih, gas air mata kedaluwarsa efeknya tidak lebih berbahaya.
ADVERTISEMENT
"Jadi kalau sudah expired justru kadarnya dia berkurang zat kimia, kemudian kemampuannya juga akan menurun," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Senin (10/10).
Benarkah demikian?
kumparan berbincang dengan Guru Besar FKUI Prof Tjandra Yoga Aditama terkait berbagai hal soal gas air mata. Prof Tjandra merupakan dokter sekaligus ahli dari Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI.
Pertama, Prof Tjandra menjelaskan terkait apa saja kandungan zat yang ada pada gas air mata.
"Beberapa bahan kimia yang digunakan pada gas air mata dapat saja dalam bentuk chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA) dan dibenzoxazepine (CR)," kata Prof Tjandra.
"Secara umum dapat menimbulkan dampak pada kulit, mata dan paru serta saluran napas," imbuhnya.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menjelaskan soal gas air mata dalam tragedi Kanjuruhan, Senin (10/10/2022). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kemudian juga mengungkap informasi yang diperolehnya dari hasil penelitian Guru Besar FMIPA Universitas Udayana Prof I Made Agus Gelgel yang juga ahli toksikologi.
ADVERTISEMENT
"Beliau menyebutkan bahwa gas air mata atau CS (Chlorobenzalmalononitrile) ini dalam skala tinggi pun tidak mematikan, digunakan oleh Brimob. Yang digunakan oleh Brimob tiga jenis ini," kata Dedi sambil menunjuk tiga tabung tiga warna di mejanya, yaitu merah, biru, dan hijau.
Prof Tjandra Yoga Aditama. Foto: Dok. Pribadi
Terkait hal ini, Prof Tjandra juga punya penjelasan.
"Dampak gas air mata akan timbul sebagai gabungan semua bahan yang ada," tutur Tjandra.

Bahaya bagi Saluran Napas

Tjandra membeberkan sejumlah dampak jangka pendek dari gas air mata yang ditembakkan ke udara. Berbahaya bagi saluran napas.
"Gejala akutnya di paru dan saluran napas dapat berupa dada berat, batuk, tenggorokan seperti tercekik, batuk, bising mengi, dan sesak napas. Pada keadaan tertentu dapat terjadi gawat napas (respiratory distress)," kata mantan Direktur WHO Asia Tenggara itu.
ADVERTISEMENT
"Masih tentang dampak di paru, mereka yang sudah punya penyakit asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), maka kalau terkena gas air mata maka dapat terjadi serangan sesak napas akut yang bukan tidak mungkin berujung di gagal napas (respiratory failure)," imbuhnya.
Lalu, pertanyaan berikutnya, apa iya gas air mata kedaluwarsa dampaknya akan lebih 'ringan'?
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). Foto: Ari Bowo Sucipto/ANTARA FOTO
Begitu juga sebaliknya. Belum ada jurnal ilmiah yang dipublikasi terkait gas air mata kedaluwarsa jadi tidak lebih berbahaya.
"Ya betul, karena banyak variabelnya," ungkap mantan Dirjen P2P Kemenkes ini.
ADVERTISEMENT
Namun Tjandra menyarankan semua pihak langsung melihat dan bertanya ke korban tragedi Kanjuruhan. Apa mereka merasakan dampaknya?

Cerita Para Korban Selamat

Dikutip dari Tugu Malang, beberapa korban selamat Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 belum sepenuhnya pulih. Bahkan bisa dibilang kondisinya masih memilukan. Mereka mengalami batuk-batuk hingga sesak napas akibat gas air mata yang ditembakkan aparat.
Tak hanya itu, pada bagian mata para korban berwarna merah darah. Warna retina mereka hampir tidak ada putihnya sama sekali. Kondisi ini diungkapkan oleh Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) pada Minggu (9/10) usai mengunjungi para korban luka.
Salah satu Aremanita yang masih dalam kondisi memilukan itu adalah Fabianca Cheendy Chairun Nisa (14). Dia mengalami pendarahan dalam mata, sesak napas, dan batuk-batuk. Retina matanya sampai detik ini tidak ada warna putihnya.
ADVERTISEMENT