Profil Hakim yang Vonis Bebas Eks Pejabat OJK Terdakwa Jiwasraya Fakhri Hilmi

7 April 2022 17:35 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung membebaskan mantan Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK, Fakhri Hilmi. Dia dinilai oleh majelis hakim tidak terbukti melakukan korupsi dalam kasus Jiwasraya.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, MA mengabulkan kasasi Fakhri Hilmi. Hakim menilai ia tak terbukti terlibat korupsi yang merugikan negara hingga Rp 16 triliun itu.
Dalam pertimbangannya, MA menilai Fakhri Hilmi telah menjalankan tugas dan kewenangan sebagai Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP) terkait permasalahan Jiwasraya.
“Bahwa berdasarkan peraturan OJK Nomor 12/PDK.02/2014, oleh karenanya Terdakwa dalam kedudukannya sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A telah menjalankan tugas dan kewenangan jabatannya sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP) yang ada dan diatur dalam peraturan tersebut, sehingga pada pokoknya terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” begitu bunyi salinan putusan MA dikutip pada Kamis (7/4).
ADVERTISEMENT
MA menilai Fakhri Hilmi tak terbukti korupsi sebagaimana dakwaan jaksa. Ia didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor. Kedua dakwaan dinilai tak terbukti.
"Membebaskan terdakwa Fakhri Hilmi oleh karena itu dari semua dakwaan Penuntut Umum. Memulihkan hak terdakwa tersebut dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya," sambung amar putusan.
Putusan ini diketok oleh Hakim Agung Desnayeti sebagai Ketua Majelis yang didampingi oleh Soesilo dan Agus Yunianto. Namun demikian, vonis ini tidak bulat. Siapa para pengadil Fakhri ini?
Dr. Desnayeti M., S.H., M.H. Foto: Twitter/@Humas_MA
Desnayeti (Ketua Majelis)
Dalam kasus tersebut, Desnayeti selaku ketua majelis. Dia dilantik menjadi Hakim Agung pada tanggal 18 Februari 2013 berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.16/P tahun 2013.
Dikutip dari akun media sosial Humas MA, sebelum menjadi Hakim Agung, perempuan kelahiran Bukittinggi, 30 Desember 1954 itu mengawali karirnya sebagai staf Pengadilan Negeri Padang Panjang pada 1 Maret 1980.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada tanggal 16 Mei 1984, dia menjadi calon hakim Pengadilan Negeri Padang Panjang. Setelah 3 tahun menjadi calon hakim, pada tanggal 4 Juli 1987, dia diangkat menjadi hakim tingkat pertama Pengadilan Negeri Padang Panjang.
Desnayeti kemudian dimutasi ke Pengadilan Negeri Pariaman pada 1990 dan Pengadilan Negeri Padang tahun 1996. Setelah itu, dia diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Padang Panjang tahun 2003; Ketua Pengadilan Negeri Muara Bungo tahun 2005.
Dua tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 30 Oktober 2007, dia diangkat menjadi Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Pontianak; lalu pernah menjadi Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Padang tahun 2009 dan Pengadilan Tinggi Pekan Baru tahun 2011.
Dia merupakan lulusan Sarjana Hukum Universitas Andalas tahun 1981. Sementara dia menempuh pascasarjana di bidang Ilmu Hukum Pidana di Universitas yang sama dan meraih gelar master pada tahun 2008. Setelah itu, mengambil gelar Doktor di bidang yang sama di Universitas Jayabaya tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Dalam laman e-LHKPN KPK, tercatat tiga laporan harta kekayaan dari Desnayeti.
Pertama pada 2008, saat itu ia menjabat sebagai hakim madya muda di Pengadilan Tinggi Pontianak. Lalu pada 2011 sebagai hakim tinggi Pengadilan Tinggi Sumatera Barat. Ketiga pada 2018 sebagai Hakim Agung di Kamar Pidana Mahkamah Agung.
Dalam laporan terakhirnya, dia mencatatkan kekayaan Rp 901.623.336. Berikut rinciannya:
Soesilo, S.H., M.H. Foto: komisiyudisial.go.id
Soesilo (Hakim Anggota I)
Soesilo merupakan hakim anggota dalam kasus penanganan perkara tersebut. Sebelum menjadi hakim agung, Soesilo pernah menjadi hakim tinggi di PT Banjarmasin. Dia merupakan alumni dari sarjana hukum Universitas 17 Agustus 1945. Lalu dia melanjutkan studinya di Universitas Lambung Mangkurat.
ADVERTISEMENT
Sebagai penyelenggara negara, Soesilo tercatat beberapa kali melapor LHKPN ke KPK. Seperti pada 2011 dia melapor saat menjadi Ketua PN Negeri Soe; lalu pada 2016 melapor sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jayapura; lalu pada 2019 melapor sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Banjarmasin; terakhir melapor pada 2020 sebagai hakim agung di kamar pidana.
Dalam laporan terakhirnya, dia tercatat punya harta Rp 607.460.077. Berikut rinciannya:
Dr. Agus Yunianto, S.H., M.H. Foto: komisiyudisial.go.id
Agus Yunianto (Hakim Anggota)
ADVERTISEMENT
Dalam vonis tersebut, Agus memiliki sikap berbeda dengan dua hakim lainnya. Dia tetap menyatakan bahwa Fakhir terbukti melakukan korupsi.
Sebelum menjadi hakim ad hoc tipikor di tingkat kasasi, Agus pernah menjadi hakim ad hoc Tipikor Tingkat Pertama pada Pengadilan Negeri Surabaya.
Dalam wawancara calon hakim ad hoc tipikor kasasi, Agus di depan pewawancara dari Komisi Yudisial menyatakan kesepakatannya terhadap pelaku korupsi dihukum mati.
"Saya setuju hukuman mati diterapkan. Pidana mati bisa diterapkan dalam keadaan tertentu, misalnya korupsi dalam keadaan negara mengalami krisis ekonomi atau bencana alam, atau juga untuk residivis," kata Agus dikutip dalam laman KY.
Sebagai penyelenggara negara, Agus beberapa kali melapor harta kekayaan ke KPK. Seperti pada 2017 dia melapor sebagai hakim ad hoc Pengadilan Tinggi Surabaya. Laporan serupa dia kirimkan pada 2018 dan 2019.
ADVERTISEMENT
Lalu terakhir dia lapor sebagai hakim ad hoc di Mahkamah Agung pada 2020. Saat itu dia lapor punya harta Rp 705.134.187. Berikut rinciannya: