Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Proteksi lingkungan menjadi komitmen serius PT Trimegah Bangun Persada Tbk atau Harita Nickel , perusahaan pertambangan dan pemrosesan nikel terintegrasi berkelanjutan di Pulau Obi, Maluku Utara.
Harita Nickel memastikan proteksi lingkungan ini menjadi komitmen dalam operasional perusahaan yang berkelanjutan .
Hal tersebut ditegaskan secara langsung Kepala Teknik Tambang PT Trimegah Bangun Persada Tbk atau Harita Nickel Primus Priyanto. Ia memastikan setiap langkah proteksi lingkungan yang dilakukan Harita Nickel selalu mengacu pada regulasi pemerintah.
“Proteksi lingkungan mungkin saya sebutkan dalam bentuk pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Ini merupakan komitmen serius dari Harita Nickel. Kenapa? Pertama, semua perusahaan tambang dan pengolahan ini wajib patuh terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku. Baik itu dari ESDM, atau Kementerian Lingkungan Hidup maupun kementerian lainnya,” jelas Primus kepada kumparan, beberapa waktu lalu.
“Lalu yang kedua, terkait aspek sustainability . Jadi ketika perusahaan mau beroperasi secara berkelanjutan, maka kita harus memastikan salah satunya dalam hal pengelolaan dan pemantauan lingkungan,” imbuhnya.
Pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang dilakukan Harita Nickel mencakup aspek tanah, udara, air, flora dan fauna, limbah B3 dan non-B3, hingga pengelolaan limbah domestik yang terpadu.
Apa saja langkah proteksi lingkungan yang sudah dilakukan Harita Nickel?
Reklamasi dan Revegetasi
Primus menjelaskan ketika proses penambangan sudah mencapai lapisan batuan dasar (bedrock), maka area tersebut dinyatakan mine out dan menjadi area bekas tambang.
Harita Nickel memastikan area bekas tambang tersebut tak dibiarkan begitu saja, namun ada langkah-langkah penting yang dilakukan sesuai regulasi pemerintah.
“Kita lakukan penatagunaan lahan bekas tambang mulai dari penimbunan kembali dengan tanah penutup (overburden), lalu perapihan topografi, lalu setelah itu penghamparan top soil (tanah pucuk), pembuatan fasilitas pengendali erosi dan sedimentasi, salah satunya drainase dan kolam pengendap, lalu setelah itu kita lakukan penanaman sesuai acuan dari Kementerian ESDM maupun KLHK,” rinci Primus.
Primus menegaskan reklamasi yang dilakukan Harita Nickel menerapkan sistem reklamasi dan revegetasi yang berkelanjutan.
Artinya, perusahaan tidak harus menunggu semua area di dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP) selesai ditambang atau dinyatakan mine out, baru melakukan reklamasi dan revegetasi.
“Jadi, di mana pun ada area yang selesai dilakukan penambangan, sudah dinyatakan mine out. Nah, area bekas tambangnya ini kita akan langsung lakukan reklamasi revegetasi,” imbuh Primus.
Total sudah ada 201 hektar lahan reklamasi dan revegetasi yang sudah dilakukan Harita Nickel sampai dengan 2023, gabungan dari IUP PT Trimegah Bangun Persada (TBP) dan IUP PT Gane Permai Sentosa (GPS).
Pengelolaan Sampah Domestik
Harita Nickel di Pulau Obi merupakan kawasan industri yang terintegrasi, oleh karena itu perusahaan melakukan upaya pengelolaan sampah domestik yang serius.
Primus mengatakan, limbah domestik dari area akomodasi, kantin, hingga perkantoran, dikumpulkan jadi satu untuk dibawa ke tempat pengelolaan sampah terpadu.
“Saat ini, Harita Nickel sudah memiliki satu fasilitas yang kita sebut tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST). Di sini kita lakukan pemilahan sampah domestik, kita pilih mana yang organik dan anorganik,” papar dia.
Menurut Primus, sampah organik akan diolah menjadi pupuk kompos yang kemudian digunakan untuk penanaman. Sementara sampah anorganik akan dipilah dan dimanfaatkan ulang.
Pengelolaan Air Limpasan dengan Sediment Pond
Harita Nickel juga menaruh perhatian secara khusus pada pengelolaan air limpasan pada setiap bukaan tambang yang tercampur dengan air hujan.
Primus menjelaskan, salah satu fokus Harita Nickel pada pengelolaan air limpasan tambang adalah kepatuhan pada parameter air limbah yang harus dipatuhi.
Primus mengatakan, Harita Nickel telah membuat sejumlah kolam pengendapan (sediment pond) mulai dari hulu hingga hilir untuk mengelola kekeruhan air, sebelum akhirnya dirilis ke lingkungan (sungai atau laut) melalui titik penaatan yang berizin.
“Sebelum dirilis ke lingkungan juga kita ada namanya titik penaatan. jadi sebelum air limpasan tambang dirilis, harus memenuhi baku mutu lingkungan yang sesuai dengan perizinan yang diberikan,” jelasnya.
Pada kolam pengendapan di hilir, kata Primus, ada upaya pengelolaan kekeruhan air menggunakan flokulan untuk lebih mempercepat proses pengendapan sedimennya. Pengelolaan ini dilakukan di kolam sedimen Bunaken dan kolam-kolam sebelum titik penaatan.
“Dilakukan pengolahan air limpasan, salah satunya di kolam pengendapan untuk menjaga kualitas memenuhi baku mutu di titik penaatan sesuai dengan yang ditetapkan dalam perizinan,” terang Primus.
Harita Nickel juga secara rutin melakukan proses reclaim atau pengerukan lumpur pada kolam pengendapan. Proses ini dilakukan pada kolam dengan tingkat endapan lumpur yang sudah mencapai 70 persen dari kapasitas masing-masing kompartemen kolam.
“Saat endapannya sudah mulai penuh, itu warnanya mungkin tidak sejernih yang kolamnya yang masih belum terisi atau sudah selesai dikeruk secara umum untuk kolam pengendapan yang masih bagus kondisinya itu warna airnya cenderung lebih jernih,” papar dia.
Monitoring Flora dan Fauna
Pemantauan flora dan fauna turut menjadi fokus Harita Nickel pada area reklamasi dan revegetasi maupun sejumlah titik operasional Harita Nickel.
Deputy Head of Health, Safety, and Environmental (HSE) Harita Nickel Muharwan Syahroni menjelaskan tim environmental telah melakukan sejumlah edukasi soal larangan berburu dan mengganggu flora dan fauna.
“Kita lakukan monitoring, survei rutin, menggunakan pihak ketiga, pihak independen. Pemantauan rutin dilakukan sekali setahun, dengan durasi tiga minggu. Jadi kita amati flora dan fauna apa saja yang ada di sana,sebelum dan sesudah penambangan, serta setelah ada reklamasi revegetasi,” jelasnya dalam kesempatan terpisah.
Muharwan memastikan sejumlah flora lokal berhasil tumbuh di area reklamasi dan revegetasi, serta sejumlah fauna juga kembali terlihat dan hidup di area tersebut.
“Kami sangat bersyukur bisa dilihat di reklamasi, ada beberapa flora dan fauna lokal yang berhasil tumbuh dan kembali, jenis burung-burung lokal, jenis reptil lokal, dan lain sebagainya,” terang Muharwan.
Menjaga Kualitas Air Laut
Kualitas air laut di kawasan Kawasi, Pulau Obi, turut menjadi perhatian Harita Nickel. Ada sejumlah langkah yang dilakukan Harita Nickel dalam menjaga kualitas air laut, mulai dari proses pemantauan secara rutin dengan menguji sampel air hingga menjaga kelestarian biota laut.
“Kita ada beberapa parameter yang kita uji, kita bersyukur dari pemantauan kita, sesuai yang kita laporkan di dokumen RKLRPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup). Jadi kita selalu patuhi baku mutu lingkungan dan kualitas air baik itu di air laut, atau pun di titik penaatan yang lokasinya di darat,” tegas Muharwan.
“Pemantauan rutin ekologi perairan darat dan laut setiap 6 bulan sekali mewakili musim timur dan musim barat,” imbuh dia.
Untuk menjaga kelestarian biota laut, salah satu upaya Harita Nickel adalah memasang reef cube atau kubus berongga di perairan dangkal dengan kedalaman 5 meter. Reef cube dijadikan wadah pertumbuhan terumbu karang dan rumah bagi ikan serta berbagai biota laut lainnya.
Dengan adanya reef cube ini, maka dapat menciptakan ekosistem terumbu karang yang baik. Jika ekosistem terumbu karang dapat terjaga dengan baik, maka menandakan kualitas air laut di kawasan tersebut turut baik dan terjaga.
Uniknya, reef cube yang dipasang tim Environmental Marine Harita Nickel terbuat dari slag nikel. Slag nikel merupakan sisa hasil pengolahan bijih nikel kadar tinggi (saprolite) dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF).
Penggunaan reef cube dari slag nikel ini dipastikan aman bagi ekosistem laut.
Pengelolaan Udara
Sejumlah langkah dilakukan Harita Nickel untuk mengelola kualitas udara di kawasan ini. Untuk mengelola dampak dari debu tambang saat kemarau, Harita Nickel melakukan penyiraman rutin area tambang menggunakan truk penyiram.
Kemudian, pengelolaan di pabrik RKEF, Harita Nickel memasang alat pengendali pencemaran udara berupa ElectroStatic Precipitator (ESP) pada setiap cerobong.
“kita juga melakukan monitoring debu di pabrik menggunakan namanya Continuous Emission Monitoring System (CEMS) itu untuk aspek udara dan terkoneksi langsung dengan sistem dari Kementrian Lingkungan Hidup,” terang Muharwan.
Muharwan menegaskan sejumlah langkah proteksi lingkungan yang dilakukan Harita Nickel tak hanya sebatas memenuhi aspek kepatuhan terhadap regulasi yang ada.
Tetapi yang paling penting adalah untuk mendukung sustainability, menjadi tanggung jawab Harita Nickel mengedepankan sisi lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia timur.
“Sehingga harapannya Harita Nickel bisa berkontribusi optimal untuk negara, bangsa dan masyarakat, dengan menerapkan praktik penambangan yang baik, mengikuti kaidah penambangan yang baik dan juga melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai regulasi yang ada,” tegas dia.