Protes Pembakaran Al-Quran, Ribuan Warga Yaman Turun ke Jalan

25 Juli 2023 6:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Demonstran berbaris dalam unjuk rasa mengecam pembakaran Al-quran di Swedia, di ibu kota Yaman yang dikuasai Huthi, Sanaa, Yaman, Senin (24/7/2023). Foto: Mohammed Huwais/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Demonstran berbaris dalam unjuk rasa mengecam pembakaran Al-quran di Swedia, di ibu kota Yaman yang dikuasai Huthi, Sanaa, Yaman, Senin (24/7/2023). Foto: Mohammed Huwais/AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ribuan warga Yaman berkumpul di Ibu Kota Sana'a untuk berdemo mengecam pembakaran Al-Quran di Denmark dan Swedia, Senin (24/7). Protes itu diorganisir oleh gerakan Houthi yang menguasai sebagian besar daerah barat laut Yaman.
ADVERTISEMENT
Dari video yang diunggah Reuters, para pengunjuk rasa tampak membawa salinan Al-Quran milik mereka. Demo ini juga diwarnai arak-arakan Al-Quran raksasa.
Para pendemo terlihat membawa baliho dan meneriakkan kecaman mereka. Beberapa pengunjuk rasa juga terlihat melambaikan senjata mereka.
Demonstran berbaris dalam unjuk rasa mengecam pembakaran Al-quran di Swedia, di ibu kota Yaman yang dikuasai Huthi, Sanaa, Yaman, Senin (24/7/2023). Foto: Mohammed Huwais/AFP
Arus protes juga berkecamuk di Iran dan Irak pada Kamis (20/7) lalu. Para pengunjuk rasa di Irak bahkan membakar Kedutaan Swedia di Baghdad.
Irak juga mengutuk keras pembakaran salinan Al-Quran di depan kedutaan besarnya di Denmark pada Senin sebelumnya. Irak mengeklaim, staf kedutaan Denmark sudah meninggalkan Baghdad setelah aksi demo dilancarkan.
Namun Kopenhagen menyanggah hal itu.
"Tindakan provokatif dan memalukan ini tidak mewakili pandangan pemerintah Denmark. Kami menyerukan kepada semua pihak untuk mengurangi ketegangan, tak boleh ada respons kekerasan," cuit Menteri Luar Negeri Denmark, Lars Lokke Rasmussen yang mengaku mengutuk keras aksi pembakaran Al-Quran.
ADVERTISEMENT
Irak meminta agar negara-negara Uni Eropa segera mempertimbangkan lagi apa yang disebut "kebebasan berekspresi" dan "hak untuk berdemonstrasi". Sebab sebelumnya pembakaran kitab suci diizinkan dengan dalih kebebasan berekspresi.