Protes Penjual Arak di Bali terhadap RUU Minol: Mematikan Ekonomi dan Pembodohan

13 November 2020 16:44 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pura Lempuyang Luhur, Bali Foto: Shutter stock
zoom-in-whitePerbesar
Pura Lempuyang Luhur, Bali Foto: Shutter stock
ADVERTISEMENT
RUU Larangan Minuman Beralkohol akan segera dibahas di Badan Legislasi DPR. Dalam RUU itu tak hanya memuat pelarangan minuman beralkohol saja, tetapi juga izin terbatas penggunaan minuman alkohol.
ADVERTISEMENT
Sejumlah penjual arak di Bali menolak RUU tersebut. Menurut mereka, aturan ini tidak hanya mematikan ekonomi petani arak, tetapi menimbulkan pembodohan bagi masyarakat.
"RUU ini menempatkan minuman beralkohol sekelas dengan narkoba yang patut dilarang. Kalau memproduksi saja tidak boleh, tentu tidak ada yang diperdagangkan apalagi dikonsumsi. Walaupun ada pengecualian Pasal 8, RUU ini gagal memahami filosofi dan sosiologi tentang minuman beralkohol yang ada di masyarakat kita," kata penjual Arak Edukasi Bali, Ngakan Made Giriyasa, Jumat (13/11).
Pria yang juga ini pengamat kebijakan publik ini menilai tak elok menggunakan batasan moral yang digunakan untuk mengesahkan aturan tersebut. Dia menilai edukasi pengendalian diri agar tidak konsumsi berlebihan lebih tepat diterapkan.
"Mencerdaskan manusia dengan melatih pengendalian diri lebih penting daripada mengatur apa yang boleh dikonsumsi seseorang," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Kalau produksi dilarang, apa yang mau dijual, memang di Pasal 8 ada pengecualian boleh diproduksi dan dijual terbatas untuk wisatawan. Namun bukan ini substansinya. Apa kalau boleh dijual kepada wisatawan lalu kita cecoki wisataan dengan minol? Saya kira cara berpikir penyusun RUU ini aneh sama sekali tidak mencerdaskan," imbuh Giri.
"Didiklah masyarakat untuk memahami apa yang dikonsumsi, bukan melarang makan ini atau itu, RUU ini tidak hanya mematikan potensi ekonomi, yang lebih parah adalah upaya pembodohan yang dilakukan melalui RUU ini," kata Giri.
"Pasal 5,6 dan 7 RUU Minol melarang produksi, menyimpan, mengedarkan, menjual dan mengkonsumsi semua jenis, Pasal 8 ada pengecualian. Jadi intinya kan harus ada izin, pajak lagi, kan? Kalau petani dan penjual kecil kayak kita ini yang tidak punya dana gimana nasibnya? Bingung aku dengan RUU ini. Setiap Pasal enggak jelas," kata dia.
ADVERTISEMENT
Kopral juga menyoroti sanksi pidana penjara 3 sampai 7 bulan atau denda Rp 10 sampai Rp 50 juta. Menurut dia, sanksi tersebut terlalu berlebihan. Apalagi, karakter peminum baik wisatawan dan warga Bali santun saat mengkonsumsi minol.
"Rata-rata sih aman saja yang minum arak. Mereka minum menikmati, bukan cari minum sampai tepar. Malah Arak Bali banyak dibeli untuk oleh-oleh. Tidak setuju aku sama RUU ini. Padahal sudah puluhan tahun petani arak tidak hanya di Bali bergantung ekonomi pada arak," kata Kopral.