PTUN Minta BKSDA Bali Kembalikan Lumba-lumba yang Pernah Dinaiki Lucinta Luna

22 Maret 2022 15:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lucinta Luna eksploitasi lumba-lumba, dikecam Davina Veronica. Foto: Instagram dan Youtube
zoom-in-whitePerbesar
Lucinta Luna eksploitasi lumba-lumba, dikecam Davina Veronica. Foto: Instagram dan Youtube
ADVERTISEMENT
Kasus penyitaan 5 ekor lumba-lumba oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali dari kolam yang dikelola Bali Dolphin Lodge atau PT Piayu Samudra Bali berbuntut panjang. Salah satu dari lumba-lumba itu dulu sempat berenang dan ditunggangi Lucinta Luna.
ADVERTISEMENT
PT Piayu Samudra Bali menggugat Kepala BKSDA Provinsi Bali, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE), dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar, Bali atas penyitaan 5 ekor lumba-lumba tersebut.
Kasus ini terdaftar dengan perkara nomor 15/G/TF/2021/PTUN.DPS dan telah memasuki putusan pada Senin (21/3) sore kemarin. Ketua majelis hakim yang diketuai Retno Widowati menyatakan pemindahan lumba-lumba oleh BKSDA dan LHK tersebut batal demi administrasi.
"Menyatakan batal tindakan administrasi pemerintah berupa pemindahan 5 ekor lumba-lumba hidung botol oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (tergugat II), atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (tergugat I) pada tanggal 27 April 2021 dari kolam-kolam/keramba apung Taman Konservasi Alam di perairan Pantai Mertasari Jalan Tirta Empul, Sanur Kauh, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali," kata Retno dalam putusannya yang dilihat dan dikutip kumparan, Selasa (22/3).
Dolphin Logde, wisata lumba-lumba di Bali (Denita BR Matondang/kumparan)
PTUN Denpasar memerintahkan BKSDA Bali untuk mengembalikan 5 ekor lumba-lumba hidung botol ke keramba apung Taman Konservasi Alam di perairan Pantai Mertasari Jalan Tirta Empul, Sanur Kauh, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, yang dikelola PT Piayu Samudra Bali.
ADVERTISEMENT
"Mewajibkan tergugat II atas nama tergugat I untuk mengembalikan 5 ekor lumba-lumba hidung botol oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (tergugat II), atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (tergugat I) pada tanggal 27 April 2021 dari kolam-kolam/keramba apung Taman Konservasi Alam di perairan Pantai Mertasari Jalan Tirta Empul, Sanur Kauh, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali," kata dia.
Ilustrasi lumba-lumba Foto: Bobby Yip/Reuters
Selain itu, majelis hakim juga menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar perkara ini sebesar Rp 465.000. Sementara gugatan yang tidak dikabulkan majelis hakim yakni soal ganti rugi materiil yang dialami penggugat sebesar Rp 60 juta.
Kuasa hukum PT Piayu Samudra Bali Ahmad Djosan mengatakan, putusan ini membuktikan BKSDA dan LHK bertindak di luar jalur hukum untuk menyita 5 ekor lumba-lumba tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, sebelumnya ada 7 ekor lumba-lumba yang disita BKSDA. Namun, dua di antaranya mati.
"Klien kita menganggap bahwa pemindahan paksa 7 ekor lumba-lumba pada tanggal 27 april 2021 itu suatu tindakan yang sewenang-wenang dan melanggar hukum. Itu menurut kajian kita," katanya saat dihubungi wartawan pada Selasa (22/3).
Dia menegaskan peragaan atau atraksi lumba-lumba yang diwadahi PT Piayu Samudra Bali telah mengikuti aturan hukum yang berlaku. Ia menegaskan, PT Piayu Samudra Bali memiliki izin untuk membuat keramba dan beroperasi di Pantai Mertasari.
Ia membantah apabila PT Piayu Samudra Bali mengeksploitasi lumba-lumba. Hal ini karena PT Piayu Samudra Bali melakukan operasional dan kegiatan peragaan dengan prosedur ketat.
PT Piayu Samudra Bali menyediakan fasilitas, tim ahli, konsultan, untuk memerhatikan kesejahteraan dan kesehatan lumba-lumba tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kita punya standar sendiri, standar utama kita adalah kesejahteraan lumba-lumba nomor satu di SOP kita. Untuk lumba-lumba (ada syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan peragaan)," kata dia.
"Pertama harus diskrining sesuai kesehatan oleh ahlinya. Kalau dia (lumba-lumba) tidak siap (peragaan) tidak akan dilaksanakan. Ada briefing dulu. Kalau ada (karyawan) yang melanggar diusir. Itu terungkap dalam pengadilan kalau nakal (karyawan) kita yang tidak taat aturan," sambung dia.
Ia justru mempertanyakan komitmen BKSDA untuk menjaga keselamatan lumba-lumba yang dititipkan ke PT Piayu Samudra Bali. Hal ini karena 2 ekor lumba-lumba mati saat dititipkan ke tempat konvervasi lain, Bali Exotic marine Park.
Menanggapi putusan ini, pihaknya masih menunggu respons dari pihak tergugat.
"Kalau pun kita ada salah misalnya ada peragaan. Peragaan itu kan boleh dalam aturan dan sesuai izin, sesuai aturan yang berlaku," kata dia.
ADVERTISEMENT