Pukat UGM Harap Ada Masyarakat Laporkan Pidana Wakil Ketua KPK Lili

30 Agustus 2021 16:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Dewan Pengawas KPK menyatakan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terbukti melanggar etik. Dia terbukti melanggar etik dengan berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai, Syahrial.
ADVERTISEMENT
Lili Pintauli terbukti melanggar etik terkait komunikasinya dengan Wali Kota Tanjungbalai, Syahrial. Padahal, Syahrial adalah orang yang berperkara di KPK.
Syahrial merupakan tersangka kasus jual beli jabatan di Tanjungbalai. Dalam komunikasinya, Lili Pintauli memberi tahu Syahrial bahwa ia sedang ada kasus di KPK.
Lili kemudian dijatuhi sanksi berat oleh Dewas KPK berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada atau PUKAT UGM, Zaenur Rohman menilai hukuman etik yang sesuai untuk Lili harusnya diminta mundur dari pimpinan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 4 huruf b Perdewas 02/2020.
Bukan hanya sanksi etik, harusnya Lili juga mendapatkan sanksi pidana. Untuk itu pihaknya berharap ada masyarakat yang melaporkan Lili.
ADVERTISEMENT
"Harapannya ada pihak masyarakat yang bersedia melaporkan dugaan pelanggaran pasal 36 UU KPK kepada APH (aparat penegak hukum) untuk diproses secara pidana," ujar Zaenur, Senin (30/8).
Zaenur menjelaskan, perbuatan pidana Lili ini sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU 30/2002 jo Uu 19/2019 tentang KPK. Pasal 36 tersebut memuat larangan pimpinan KPK berhubungan dengan pihak yang berperkara dengan alasan apapun. Dalam kasus Lili, dia telah terbukti berkomunikasi dengan Syahrial.
"Menurut Pasal 65 UU KPK, pelanggaran atas ketentuan tersebut diancam pidana maksimal 5 tahun penjara. Mengapa berhubungan dengan pihak berperkara menjadi perbuatan terlarang di KPK? Karena dapat menjadi pintu masuk jual beli perkara atau pemerasan oleh insan KPK," katanya.
Tak hanya masyarakat, soal hukuman pidana ini bisa saja dilakukan asalkan Dewas maupun KPK mau. Keduanya bisa melapor ke aparat penegak hukum.
ADVERTISEMENT
"Dewas bisa lapor ke APH mana pun. KPK juga bisa menangani," katanya.
Namun, Zaenur menegaskan. Ketika nantinya Lili kemudian dijatuhkan sanksi mengundurkan diri, proses pidana seperti yang dimaksud sebelumnya juga harus berjalan. Artinya sanksi etik yang berat tidak akan menggugurkan sanksi pidana.
"Pidana harus tetap jalan karena itu sangat jelas merupakan perbuatan pidana. Proses pidana juga tidak menghalangi proses etik," katanya.