Pukat UGM Nilai Pernyataan Arteria Dahlan soal OTT Tak Perlu Ditanggapi Serius

19 November 2021 17:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Politikus PDI Perjuangan, Arteria Dahlan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Politikus PDI Perjuangan, Arteria Dahlan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan mengeluarkan pernyataan yang menilai penegak hukum seharusnya tidak di-OTT. Terkait pernyataan tersebut, Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menilai argumen tersebut tidak berdasarkan hukum.
ADVERTISEMENT
"Usulan seorang anggota DPR agar penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim tidak usah di-OTT tidak perlu ditanggapi serius. Argumennya tidak berdasar hukum. KPK, kepolisian, dan kejaksaan tetap perlu melakukan OTT selama memiliki bukti permulaan yang cukup," kata Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman melalui pesan WA, Jumat (19/11).
Zaen menjelaskan bahwa penegak hukum bukan simbol negara dalam bidang penegakan hukum. Dia menjelaskan bahwa simbol negara adalah bendera merah putih, bahasa Indonesia, Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, dan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
"Jelas aparat penegak hukum bukan merupakan simbol negara. Usulan tersebut juga bertentangan dengan asas persamaan di hadapan hukum," katanya.
Apabila aparat tidak boleh di-OTT sementara pihak lain tetap di-OTT maka itu sebuah diskriminasi. Penegakan hukum haruslah adil dan tidak diskriminatif.
ADVERTISEMENT
"Tidak melakukan OTT kepada aparat tetapi melakukannya kepada pihak lain merupakan bentuk diskriminasi. Penegakan hukum tidak boleh dibedakan dari status profesi seseorang," tegasnya.
Zaenur Rohman, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum UGM, Kamis (16/5). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Pernyataan Arteria Dahlan itu muncul dalam webinar 'Hukuman Mati Bagi Koruptor, Terimplementasikah?' yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dengan Kejaksaan Agung, Kamis (18/11).
Dalam sesi tanya jawab, dia mendapatkan pertanyaan dari peserta webinar terkait pernyataan Bupati Banyumas Achmad Husein yang takut akan OTT KPK. Sehingga Achmad meminta untuk memanggil kepala daerah terlebih dahulu sebelum OTT.
Terkait itu, Arteria menjawab, saat dia menjabat posisi di Komisi II DPR RI, sempat mencermati OTT yang kerap dilakukan terhadap kepala daerah. Saat itu, tercetuslah Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), yang bertugas melakukan pengawasan di pemerintahan daerah.
ADVERTISEMENT
Arteria mengatakan, koruptor itu tidak takut untuk dipenjara. Sebab jika incarannya adalah kekayaan, ketakutannya adalah kehilangan kekayaan tersebut. Sama halnya bila incarannya jabatan, ketakutannya adalah kehilangan jabatannya tersebut.
"Kita pakai yang namanya APIP, pengawas internal dulu. Orang koruptor itu tak takut dipenjara. Orang yang senang sama kekayaan ya kekayaannya diambil. Orang yang senang sama jabatan ya jabatannya dicopot. Itu yang jadi sanksi. Bukan semuanya harus bermuara ke ini (OTT)," kata dia.
Terkait OTT ini, Arteria bahkan punya sikap sendiri. Secara pribadi, dia mengaku tak mendukung adanya OTT terhadap penegak hukum, baik kepada jaksa, hakim, maupun polisi.
"Saya pribadi saya sangat meyakini yang namanya polisi hakim jaksa itu tidak boleh di-OTT," katanya.
ADVERTISEMENT
"Bukan karena kita pro koruptor, karena mereka adalah simbol-simbol negara di bidang penegakan hukum. Bisa dibedakan, tafsirnya jangan ditafsirkan beda, kita mendukung atau apa ya, saya sampaikan banyak sekali instrumen penegakan hukum di samping OTT," kata dia.