Pukat UGM: RUU Cipta Kerja Munculkan Banyak Persoalan Baru

20 Juli 2020 14:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia menggelar unjuk rasa tolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Cika) di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (9/3).  Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Massa dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia menggelar unjuk rasa tolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Cika) di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (9/3). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM menggelar diskusi terkait RUU Cipta Kerja dari sudut pandang problem legislasi dan ancaman korupsi kebijakan. Mereka menganggap bahwa RUU tersebut bukanlah solusi untuk merampingkan regulasi.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangannya, Pukat UGM menganggap RUU tersebut malah menimbulkan persoalan baru di sektor legislasi.
"RUU Cipta Kerja bukan sebuah solusi terhadap penataan regulasi di Indonesia. Sebaliknya, RUU Cipta Kerja yang menggunakan teknik penyusunan omnibus law justru menghasilkan berbagai problem legislasi baru," tulis Pukat UGM dalam keterangannya, Sabtu (18/7).
Rencana pembentukan Omnibus Law salah satunya adalah untuk menyederhanakan regulasi. Saat ini, beberapa menilai bahwa Indonesia mengalami hyper-regulation, atau terlalu banyak peraturan.
Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono salah satu yang hadir dalam diskusi tersebut mengatakan, di dalam proses legislasi, memang seharusnya para penyusun kebijakan harusnya memperhatikan tertib perundang-undangan dan tertib substansi.
Dengan kata lain, mulai dari perencanaan hingga pengundangan harus sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang ada, termasuk UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PUU).
ADVERTISEMENT
Omnibus law dianggap hanyalah menjadi teknik, bukan solusi atas kondisi regulasi di Indonesia yang saat ini dinilai hyper-regulated atau terlalu banyak regulasi.
Omnibus law tidak dikenal dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, tidak jelas apakah RUU Cipta Kerja merupakan penyusunan UU baru, UU perubahan, atau UU pencabutan. RUU Cipta Kerja dianggap bermasalah dari aspek penyusunannya, seharusnya perlu dilakukan perubahan terlebih dahulu terhadap Lampiran II UU No. 12/2011.

RUU Cipta Kerja untuk kepentingan tertentu

"RUU Cipta Kerja ditujukan untuk kepentingan pemilik modal, dengan cara menumpukkan kekuasaan ke tangan Presiden. Banyaknya norma pengaturan lebih lanjut yang diberikan kepada Pemerintah Pusat dapat menjadi pintu masuk bagi kelompok kepentingan tertentu," jelas Pukat UGM.
ADVERTISEMENT
RUU Cipta Kerja juga dinilai jadi alat untuk memberikan kewenangan pusat untuk menarik kewenangan pemerintah di bawahnya yakni pemerintah daerah.
Massa saat berunjuk rasa di Fly Over Amplas. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menganggap adanya omnibus law dikhawatirkan membuat posisi pusat lebih kuat ketimbang daerah. Sehingga terdapat kesan bahwa pemerintah pusat hendak mengatur seluruh entitas bisnis.
RUU Cipta Kerja mendapat penolakan di sejumlah buruh. Di Medan misalnya, ratusan buruh dari berbagai elemen berunjuk rasa di dekat Fly Over Amplas, Kamis (16/7). Mereka menuntut agar RUU Cipta Kerja dan omnibus law dibatalkan.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)