Pukat UGM soal Lili Pintauli Tak Disanksi Meski Terbukti Bohong: Dewas Lembek

21 April 2022 16:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta.  Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dinyatakan terbukti berbohong dalam konferensi pers pada 30 April 2021 oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Meski terbukti berbohong, Lili tidak dijatuhi sanksi etik apa pun oleh Dewas KPK.
ADVERTISEMENT
Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman menyoroti keputusan Dewas KPK ini. Menurut dia, keputusan itu tak tepat.
"Penghentian proses oleh Dewas dengan tidak melanjutkannya hingga sampai putusan dan sampai pemberian sanksi menurut saya sama sekali tidak tepat. Itu tidak tepat," kata Zaenur kepada wartawan, Kamis (21/4).
Lili Pintauli sebelumnya dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan berbohong kepada publik dalam konferensi pers. Dalam konpers itu, Lili membantah tudingan berkomunikasi dengan pihak berperkara yakni Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.
Namun, komunikasi itu justru terbukti. Dia menginformasikan penanganan kasus kepada Syahrial yang berperkara di KPK. Selain itu, dia juga meminta bantuan Syahrial untuk mengurus urusan adik iparnya.
Lili sudah divonis bersalah dan dijatuhi sanksi etik terkait komunikasi itu. Namun, soal berbohong inilah Lili lolos dari sanksi. Dewas beralasan perbuatan bohong itu sudah termasuk dalam penanganan etik terkait laporan yang pertama.
ADVERTISEMENT
Zaenur menilai, soal Lili berkomunikasi dengan pihak berperkara dan Lili berbohong saat konpers adalah dua hal yang berbeda. Sehingga sanksi juga harus diberikan secara terpisah.
"Dewas tidak bisa berargumen bahwa LPS (Lili) telah dijatuhi sanksi karena menjalin komunikasi dengan pihak yang berperkara. Menurut saya itu tidak bisa dijadikan sebagai alasan. Kenapa? karena pemberian pernyataan bohong dalam konpers dengan komunikasi antara LPS dengan pihak yang berperkara Syahrial itu dua hal yang berbeda," katanya.
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
Zaenur memiliki alasan kenapa soal berbohong ini adalah perkara yang berbeda. Dia menilai, seharusnya sebagai pejabat publik, Lili bisa menahan diri untuk tidak memberikan keterangan ke publik sampai proses etiknya selesai.
"Ada pernyataan standar yang biasa kita dengar biasanya, adalah bahwa biasanya si terlapor menghormati proses yang sedang berjalan, menghargai kerja dewan pengawas yang sedang melakukan pemeriksaan. Itu kan bisa pernyataan standar seperti itu," katanya.
ADVERTISEMENT
Namun hal itu ternyata tidak dilakukan Lili. Dia justru menyampaikan sanggahan di hadapan publik saat konpers. Dan hal ini menurut Zaenur merupakan pelanggaran etik.
Keengganan Dewas memberikan sanksi kepada Lili ini menunjukkan Dewas yang lembek. Menurutnya, Dewas tak lagi menerapkan prinsip zero tolerance pada pelanggaran etik.
"Ini sekali lagi menunjukkan bahwa Dewas lembek di dalam penegakkan kode etik di internal KPK. Dewas tidak menerapkan prinsip zero tolerance untuk dua kasus yang berbeda itu yang Dewas anggap ini seakan-akan satu kasus yang sama," ujarnya.
Hal ini juga berimbas pada lembaga KPK. Seakan-akan, menurut Zaenur, saat ini nilai integritas sudah tidak ada artinya lagi di KPK. KPK tidak bisa menunjukkan diri sebagai lembaga yang berpegang pada prinsip nilai-nilai integritas.
ADVERTISEMENT
"Dan Dewas ke depan akan semakin diremehkan oleh insan KPK. Kenapa karena keputusan-keputusan Dewas itu sangat lembek dan ini bisa menurunkan tingkat kepercayaan publik kepada Dewas," bebernya.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar Mengumumkan Persiapan Pertemuan Anti-Corruption Working Group (ACWG) G20. Foto: Dok. Istimewa
Dewas KPK sebelumnya menyatakan Lili Pintauli Siregar terbukti berbohong dalam konferensi pers pada 30 April 2021. Meski demikian, Wakil Ketua KPK itu tidak dijatuhi sanksi etik.
Hal itu diketahui melalui surat keputusan Dewas KPK Nomor R-978/PI.02.03/03-04/04/2022.
“Telah terbukti bahwa Sdri. Lili Pintauli Siregar melakukan kebohongan dalam konferensi pers pada tanggal 30 April 2021,” bunyi surat yang ditandatangani Anggota Dewas, Harjono, pada 20 April 2022.
Alasan tak ada sanksi bagi Lili, karena penyebaran berita bohong dalam konferensi pers itu sudah termasuk dalam pelanggaran etik yang ditangani Dewas ketika sang wakil ketua KPK dinyatakan bersalah karena berkomunikasi dengan M Syahrial.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatanya itu, Lili dijatuhi sanksi berat. Namun hukumannya hanya pemotongan gaji pokok 40 persen selama setahun. Padahal perbuatannya termasuk tindak pidana sebagaimana UU KPK.
Jadi, Dewas KPK menganggap sanksi terkait perbuatan penyebaran berita bohong tersebut telah terabsorbsi pada sanksi sebelumnya.
“Salah satu alasan Dewan Pengawas menjatuhkan sanksi dalam Putusan Sidang Etik Nomor 05/DEWAS/ETIK/07/2021 adalah kebohongan yang dilakukan oleh Saudara Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers tanggal 30 April 2021 sehingga sanksi yang diberikan telah mengabsorbsi dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku terkait ‘kebohongan’ publik,” bunyi surat tersebut.
Dalam surat sama, Dewas menyatakan bahwa penyebaran berita bohong yang dilakukan Lili tidak dilanjutkan ke persidangan etik alias disetop. Alasannya bahwa perkara tersebut sudah termasuk dalam perkara pelanggaran etik sebelumnya.
ADVERTISEMENT
“Saudari Lili Pintauli Siregar yang diduga melanggar Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi, tidak dilanjutkan ke persidangan etik karena sanksi etiknya sudah terabsorbsi dengan Putusan Sidang Etik Nomor 05/DEWAS/ETIK/07/2021,” begitu bunyi surat itu.