Q&A: MUI Bicara Fatwa Haram Golput hingga PUBG

1 April 2019 18:13 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, sejumlah fatwa yang dikeluarkan MUI menuai pro dan kontra. Seperti fatwa memilih pemimpin atau yang lebih dikenal dengan sebutan fatwa haram golput, fatwa bermedia sosial, hingga wacana larangan game Player Unknown Battle Ground (PUBG).
ADVERTISEMENT
Fatwa haram golput sebenarnya sudah dikeluarkan sejak tahun 2009 yakni pada Ijtima’ Ulama yang digelar di Padang Panjang, Sumatera Barat. Namun menjelang Pilpres 2019, fatwa haram golput kembali digaungkan sehingga justru menimbulkan kesan MUI memihak paslon nomor urut 01.
Untuk memperjelas duduk perkaranya, kumparan berbincang dengan Komisioner Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni'am Sholeh. Berikut wawancara lengkapnya.
Apa pertimbangan MUI mengeluarkan fatwa haram golput?
Memilih pemimpin di dalam fikih Islam itu hukumnya wajib untuk kepentingan menjamin kemaslahatan masyarakat. Perlu ada ra'i untuk menjamin kemaslahatan ra'iyah atau rakyat. Akan tetapi kewajiban memilih itu harus dilakukan secara bertanggung jawab. Memilih pemimpin yang seperti apa? Memilih pemimpin yang memenuhi syarat-syarat ideal kepemimpinan di dalam Islam.
ADVERTISEMENT
Syaratnya dia secara personal beriman, bertaqwa, kemudian secara sosial dia memiliki kecakapan untuk melaksanakan tugas kepemimpinan. Dan prototype ideal kepemimpinan itu adalah kepemimpinan nabi tentunya. Karenanya pemimpin harus memiliki syarat-syarat keadilan, kemudian syarat amanah menunaikan tugas sesuai amanah yang diberikan. Kemudian dia dapat dipercaya, jujur, dan dia memiliki kecerdasan baik kecerdasan yang bersifat intelektual, kecerdasan yang bersifat emosional, maupun kecerdasan yang bersifat spiritual. Karena pada hakikatnya setiap individu kita adalah pemimpin.
Ilustrasi golput Foto: Herun Ricky/kumparan
Nah berikutnya ketika sudah ada syarat-syarat yang seperti itu maka setiap umat islam sebagai bagian tak terpisahkan dari warga negara wajib memilih pemimpin yang memenuhi persyaratan seperti ini. Jika ada calon pemimpin yang memenuhi persyaratan tadi kemudian kita tidak memilih atau kita memilih orang lain yang tidak memenuhi persyaratan padahal ada calon yang memenuhi persyaratan hukumnya haram.
ADVERTISEMENT
Itu kan sifat kepemimpinan nabi, mungkinkah kriteria itu ada dalam diri calon pemimpin saat ini?
Kita kan mengidealkan pemimpin yang terbaik, tetapi secara faktual bagaimana kita mengidentifikasi calon yang mendekati kriteria ideal itu. Kalau toh tidak ada yang nilai 10 jangan memilih yang nilai 2. Kita harus lihat yang nilai 9, nilai 8, nilai 7. Tetapi di dalam sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, UU mengatur mekanisme pemilihan pemimpin itu melalui pemilihan umum. Karenanya partisipasi di dalam pemilihan umum dengan cara memilih hukumnya wajib juga.
Tapi Undang-undang tidak melarang golput. Tabrakan dong?
Betul ini yang harus dipahami secara proporsional, di dalam menunaikan pilihan itu hak. Tetapi di samping hak ada tanggung jawab serta kewajiban kita sebagai warga negara. Untuk menunaikan pilihan itu hak tetapi untuk mewujudkan partisipasi menuju kehidupan berbangsa dan bernegara secara lebih baik itu kewajiban bersama-sama dan bersifat kolektif.
ADVERTISEMENT
Fatwa ini membuat orang menduga MUI di belakang kubu 01 karena ketumnya jadi Cawapres. Tanggapan?
Justru fatwa yang ditetapkan jauh-jauh hari, 10 tahun yang lalu, harusnya menghindarkan syak wasyangka bahwa fatwa ini untuk kepentingan salah satu di antara dua kontestan. Karena 2009 tidak ada kaitannya dengan kepentingan yang bersifat subjektif. Akan tetapi kenapa ini dinaikkan saya kira persoalan momentum. 2009 itu juga berkaitan dengan momentum pemilihan umum baik pileg maupun pilpresnya.
Fatwa itu dibahas, kemudian didalami sebagai wujud keagamaan dan juga tanggung jawab sosial kemasyarakatan. Untuk memastikan bahwa umat Islam sebagai bagian terbesar dari warga negara Indonesia ini harus berkontribusi positif di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Beragama itu bukan ansih urusan ibadah mahdhah tetapi juga ada urusan kenegaraan dan juga urusan kebangsaan. Di situ ada tanggung jawabnya.
ADVERTISEMENT
Nah kemudian di 2014 fatwa ini jadi referensi kembali. 2019 pas juga momentum pileg dan pilpres ini muncul kembali. Untuk kepentingan apa? Mengingatkan kepada publik bukan di dalam pretensi menguntungkan si A si B, tetapi ini tanggung jawab keumatan dan juga tanggung jawab kebangsaan.
Penyusunan fatwa di 2009 ada permintaan dari masyarakat apa kajian internal MUI?
Permintaan masyarakat kemudian kita dalami dan pembahasannya tidak hanya di Komisi Fatwa tetapi lebih luas spektrumnya. Kalau rapat Komisi Fatwa itu ditentukan oleh Komisi Fatwa MUI saja tetapi kalo ijtima' ulama Komisi Fatwa itu di samping pimpinan dan anggota Komisi Fatwa MUI pusat juga diikuti oleh lembaga-lembaga ormas Islam tingkat pusat, di situ ada NU, Muhammadiyah, Persis, Dewan Dakwah, ada juga pimpinan pondok pesantren, ada juga pimpinan fakultas syariah perguruan tinggi agama Islam se-Indonesia. Waktu itu dilaksanakan di Padang Panjang tahun 2009 yang akhirnya menyepakati keputusan ijtima yang salah satunya terkait dengan kewajiban memilih di dalam pemilihan umum.
Infografik Potensi Golput 2019. Foto: Basith Subastian/kumparan
Tapi angka golput pada Pilpres 2014 naik dari Pilpres 2009. Apakah artinya fatwa MUI tidak berpengaruh di masyarakat?
ADVERTISEMENT
Apalagi kalau enggak ada fatwa MUI.
Bagaimana cara mengontrol supaya fatwa MUI dilaksanakan masyarakat?
Variabel naik atau turunnya golput itu kan tidak hanya persoalan fatwa. Fatwa bagian dari ikhtiar keagamaan untuk mendorong partisipasi dan juga kesadaran warga negara khususnya umat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau seandainya partisipasi rendah berarti tingkat legitimasi partai pemilu juga rendah.
Ada variabel-variabel yang lain. Seringkali kita mendiamkam orang yang golput atas nama kebebasan. Tetapi pada saat yang lain perlu juga didorong untuk perwujudan tanggung jawab warga negara. Jangan sampai hanya menegaskan ini tentang hak tetapi melalaikan tanggung jawab di dalam perbaikan bangsa secara bersama-sama. Jangan sampai KPU berjuang mati-matian berpartisipasi tetapi pada saat yang lain, ada orang yang kampanye untuk tidak berpartisipasi.
ADVERTISEMENT
Kalau memilih karena menerima serangan fajar?
Itu masuk kategori arrosyi wal murtasyi finnar, memilih harus didasarkan pada pertimbangan kredibilitas, kompetensi dan juga kelayakan menjadi pemimpin. Memilih karena motivasi uang suap hukumnya haram.
Bagaimana dengan fatwa soal hoaks?
MUI membahas masalah-masalah keagamaan mulai dari ibadah mahdhah, hubungan antara Islam dengan Allah SWT hingga masalah-masalah politik kenegaraan. Termasuk di dalamnya soal fenomena hoaks, fitnah, riba, namimah (adu domba). MUI melakukan pembahasan secara intensif hingga akhirnya menerbitkan fatwa tentang pedoman bermuamalah melalui bermedia sosial.
Hoax (Ilustrasi) Foto: Shutter Stock
Fatwa ini diapresiasi sebagai langkah maju kontribusi ulama dan juga keulamaan di dalam membangun literasi media siber di tengah masyarakat. Bagaimana memastikan kabar yang ada di dunia siber itu benar dan bermanfaat dan juga sesuai dengan orang yang dituju. Sebelum kita mengambil kesimpulan dan melakukan langkah lanjutan atas informasi yang kita terima harus ada mekanisme tabayun atau klarifikasi. Di dalam fatwa itu juga dijelaskan tata cara bertabayun.
ADVERTISEMENT
Ada 2 aspek di situ. Ada aspek si penyampai, ada aspek konten yang disampaikan. Yang di dalam bahasa agama, yang pertama aspek sanad, transmisinya. Kemudian yang kedua aspek matan, aspek konten. Harus dipastikan berita, informasi, kabar yang masuk kepada kita bersumber dari sanad yang kredibel. .
Informasi benar belum cukup, apakah layak untuk kepentingan konsumsi publik atau tidak. Bisa jadi informasinya benar tapi sifat informasinya privat.
Alhamdulillah fatwa itu kemudian dijadikan media sosialisasi di berbagai kesempatan berbagai stakeholders termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Soal game PUBG, apakah rekomendasi kemarin sudah final?
Itu rekomendasi bukan rekomendasi rapat fatwa. Tapi rekomendasi hasil FGD (forum group discussion) yang nanti akan ditindaklanjuti di dalam rapat komisi fatwa. Bukan berarti enggak ada fatwa, belum karena FGD kemarin adalah pendalaman dan juga upaya mendengar para ahli terkait dengan manfaat maslahat PUBG dan juga game dengan berbagai kontennya kemudian sejauh mana regulasi sudah ada, yang sejauh mana pengaruhnya dari aspek psikologi terhadap penggunanya, kemudian bagaimana game diproduksi serta dimanfaatkan.
Liputan Khusus: Semua Gara-gara PUBG. Foto: Herun Ricky /kumparan
Ada informasi dari ahli psikologi, KPAI, ahli hukum, regulator dalam hal ini kominfo, ada asosiasi esport indonesia yang dalam hal ini bergerak dibidang games yang diarahkan kepada kepentingan e-sport.
ADVERTISEMENT
Kapan fatwanya dikeluarkan?
Sudah dilakukan proses pembahasannya. Kita tidak pakai batas waktu.