QnA: Ada Apa dengan Mudik dan Kenapa Dilarang Pemerintah

8 Mei 2021 14:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana kendaraan terjebak macet di Jalan Tol Cawang-Grogol, Jakarta, Sabtu (1/5/2021).  Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Suasana kendaraan terjebak macet di Jalan Tol Cawang-Grogol, Jakarta, Sabtu (1/5/2021). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Seperti yang sudah diketahui, pemerintah secara resmi melarang seluruh kegiatan mudik pada lebaran tahun 2021 ini. Masa larangan mudik berlaku pada 6-17 Mei 2021, dan sudah berjalan sejak Kamis (6/5) lalu.
ADVERTISEMENT
Saat pemerintah mengatakan mereka melarang seluruh kegiatan mudik, memang benar-benar tidak ada pengecualian, ya. Bahkan, mudik lokal di wilayah aglomerasi pun juga tidak diperbolehkan.
Tentunya, masyarakat masih dipenuhi dengan tanda tanya soal larangan mudik ini. Mulai dari definisi mudik itu sendiri, hingga mengapa pemerintah sampai memutuskan untuk melarang kegiatan yang sudah menjadi tradisi orang Indonesia ini.
Berikut QnA dan hal-hal lainnya yang perlu kamu tahu soal larangan mudik tahun ini.
Ilustrasi keluarga mudik lebaran. Foto: Shutterstock

Mudik itu sebenarnya apa, sih?

Mudik itu dalam KBBI lema 2 memiliki makna “pulang ke kampung halaman”. Sebentar, pulang ke kampung halaman yang seperti apa dulu, nih?
Pasti sudah kita semua ketahui, dong, kalau mudik itu lekat sekali dan diasosiasikan dengan pulang ke kampung halaman untuk merayakan Idul Fitri. Maklum, kapan lagi kita bisa bertemu keluarga di kampung halaman sembari merayakan kemenangan setelah berpuasa satu bulan penuh? Ya, enggak?
ADVERTISEMENT
Tujuan orang-orang mudik itu pastinya adalah untuk bersilaturahmi dengan orang tua, keluarga, kerabat, dan orang-orang terdekat di kampung halaman.
Melepas rindu dengan kontak fisik seperti sungkeman saat bermaaf-maafan, bersalam-salaman, cium pipi kanan-kiri, pasti sesuatu yang tidak mungkin tidak dilakukan saat mudik.
Sejauh ini terbayang, kan, apa itu mudik? Kita persingkat lagi, ya: Mudik adalah kegiatan pulang ke kampung halaman dalam rangka merayakan Hari Raya Idul Fitri, dengan tujuan bersilaturahmi fisik dengan orang-orang tercinta.
Setuju?

Tuh, tahu mudik itu bentuk sayang dengan keluarga. Apanya yang salah, sampai harus dilarang?

Jadi begini. Kita pastinya tahu, sekarang Indonesia masih di-bully oleh pandemi COVID-19 sejak tahun lalu. Tahun lalu pun kita juga tidak mudik. Karena apa? Alasannya sama: karena COVID-19.
ADVERTISEMENT
Kondisi COVID-19 di Indonesia itu masih belum membaik. Bahkan, menurut Juru Bicara Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi, dalam sebulan ini terpantau banyak provinsi yang tren coronanya meningkat, lho.
Tren kasus konfirmasi COVID-19 di 24 provinsi mengalami kenaikan yang signifikan. Tak hanya itu, angka kematian akibat corona di 25 provinsi juga bertambah. Lalu tingkat keterisian tempat tidur (BOR) isolasi dan ICU di rumah sakit di 19 provinsi juga semakin meningkat. Jadi kalau BOR meningkat, jumlah tempat tidur perawatan otomatis berkurang.
Sejumlah tenaga kesehatan merawat pasien positif COVID-19 di RSDC, Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO
Kasus COVID-19 nasional juga cenderung stabil. Eit, stabil bukan berarti bagus, ya! Justru kalau kasusnya stabil, berarti laju penularan corona masih belum bisa diturunkan. Malah ada kecenderungan naik, apalagi kalau mobilitas masyarakat bertambah.
ADVERTISEMENT
Terbayang tidak kalau tahun ini mudik tetap diperbolehkan dengan melihat kondisi COVID-19 yang seperti itu? Bisa jadi penyebaran virus corona meledak di berbagai daerah dan angka kasus konfirmasi langsung meroket. Otomatis kenaikan angka kematian juga tak bisa dihindari.
Ditambah kita kedatangan varian-varian baru virus corona. Kalau mereka semakin menyebar, ditakutkan laju penyebaran COVID-19 akan semakin sulit dikendalikan.
Seram, kan?

Jadi, kita benar-benar tidak boleh silaturahmi dengan keluarga, begitu? Apanya, dong, yang dilarang?

Tidak begitu maksudnya. Silaturahmi boleh, malah sangat dianjurkan, lho. Menjalin tali silaturahmi, kan, merupakan bentuk ibadah. Tapi, ada tapinya, nih.
Silaturahmi pada lebaran tahun ini dianjurkan untuk dilakukan secara virtual. Bisa lewat video call, bertelepon, dan chatting. Teknologi informasi di Indonesia sudah semakin canggih, sehingga berhubungan dengan keluarga di kampung halaman jadi lebih mudah.
ADVERTISEMENT
Jubir Satgas COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, sudah mengingatkan kepada kita semua untuk silaturahmi secara virtual, supaya tidak terjadi interaksi fisik. Kenapa?
Ilustrasi video call dengan anggota keluarga. Foto: Shutterstock
Karena penularan dan penyebaran COVID-19 ini terjadi ketika adanya kontak fisik. Seperti yang sudah disebutkan tadi, saat mudik pasti kegiatan bersalam-salaman, berpelukan, cium pipi kanan-kiri, itu tidak bisa dihindari. Nah, kegiatan-kegiatan itulah yang menjadi pemicu penularan virus corona.
Jadi, sudah jelas, ya, yang dilarang itu apa? Betul sekali! Silaturahmi secara fisik.
Ingat, kita tetap bisa bersilaturahmi dengan keluarga tercinta. Tapi, secara virtual, ya. Kalau kata Menkominfo Johnny G Plate: Lebaran digital itu keren, kok!

Dasar hukum aturan larangan mudik ini apa?

Untuk aturan mudik ini semuanya termaktub dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 13 Tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idul Fitri 1442 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19.
ADVERTISEMENT
Selain itu, larangan mudik diatur juga dalam Surat Edaran Satgas COVID-19 No. 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian COVID-19 Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah.
Oh, ya, meskipun mudik lokal juga sudah resmi ditiadakan, menurut Prof Wiku, kedua ketentuan dalam Permenhub dan SE di atas sudah sejalan dan tidak ada perubahan, ya!

Lantas kenapa ada asumsi mudik lokal atau aglomerasi boleh?

Jadi sebelum adanya pelarangan mudik lokal ini, pemerintah sempat memberikan pengecualian larangan mudik terhadap 8 wilayah aglomerasi, dengan syarat tetap menerapkan protokol kesehatan.
Tetapi menurut Prof Wiku, demi memecah kebingungan masyarakat soal larangan mudik, pemerintah memutuskan untuk juga melarang mudik lokal di kabupaten/kota yang termasuk ke dalam wilayah aglomerasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal ini dilakukan supaya mobilitas masyarakat dapat dibatasi secara penuh. Ingat yang tadi sudah dijelaskan: interaksi fisik itu pemicu penularan virus corona dari satu orang ke orang lain.
Jadi, sudah fix, ya, kalau mudik lokal itu dilarang. Pokoknya semua aktivitas yang memicu kerumunan itu dilarang.

Ada pengecualian tidak?

Pastinya ada. Menurut Jubir Kemenhub, Adita Irawati, aktivitas esensial di dalam wilayah aglomerasi seperti bekerja, pemeriksaan kesehatan, logistik, dan sebagainya itu tetap boleh dilakukan.
Kenapa? Karena tujuannya bukan untuk mudik, melainkan untuk melakukan kegiatan yang penting dan tidak bisa dihindari.
Aktivitas esensial yang dimaksud adalah sektor logistik, pendidikan, makanan, minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik dan industri strategis, pelayanan dasar, dan objek vital.
ADVERTISEMENT
Selain itu, beberapa sektor sosial ekonomi pendukung seperti tempat ibadah dan fasilitas umum, serta sektor seni-sosial-budaya, tetap diizinkan beroperasi, dengan syarat: menerapkan protokol kesehatan ketat.

Cara membedakan mudik lokal dan aktivitas esensial gimana?

Seperti yang sudah dijelaskan tadi, aktivitas esensial itu artinya bekerja, melakukan pemeriksaan, logistik, ataupun keperluan mendesak lainnya. Sementara mudik lokal itu pasti tujuannya untuk silaturahmi fisik dan menjenguk keluarga dan sanak saudara.
Terlihat, kan, bedanya di mana? Eit, tapi jangan sampai berpikiran untuk mudik lokal dengan pakai alasan aktivitas esensial, ya!
Ketua Satpol PP DKI Jakarta, Arifin, mengatakan petugas di lapangan pastinya akan memeriksa surat-surat yang dibutuhkan. Kamu mau kerja? Harus ada surat tugas dari atasan atau perusahaan. Kamu ada kebutuhan mendesak? Harus bikin SIKM dulu.
ADVERTISEMENT
Mudik lokal bukan keperluan mendesak, ya. Yang mendesak itu apa? Contohnya, ada keluarga sakit atau meninggal dunia.

Contoh, nih, kalau saya dari Depok mau ke Jakarta untuk tengok orang tua, apa itu mudik?

Kalau menurut aturan yang berlaku, ya, itu mudik lokal. Kenapa? Karena tujuannya untuk bersilaturahmi secara fisik.
Menengok orang tua secara langsung juga bukan termasuk aktivitas esensial yang dipaparkan oleh Kemenhub sebelumnya, Jadi tidak diperbolehkan, ya!
anak dan kakek-nenek Foto: Shutterstock
Ingin menambahkan, nih. Orang tua itu termasuk ke dalam orang-orang usia lanjut yang otomatis masuk ke kelompok rentan. Jadi terbayang tidak kalau tetap memaksa mudik lokal dan secara tidak sengaja menularkan COVID-19 ke mereka?
Dicegah, ya! Sayangi dan lindungi orang tua.
ADVERTISEMENT

Seandainya saya tetap berangkat dan bilang untuk menengok orang tua, apa langsung diputarbalik?

ADVERTISEMENT
Berdasarkan aturan yang telah ditetapkan, tentu saja. Karena menengok orang tua itu bukan termasuk kegiatan nonmudik.
Menurut Kakorlantas Polri Irjen Pol Istiono, petugas di lapangan sudah memutarbalikkan puluhan ribu kendaraan di pos penyekatan yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali yang tidak memenuhi syarat administrasi nonmudik.
Singkatnya: mereka tujuannya mudik, bukan keperluan mendesak. Jadi diputarbalikkan, deh.

Duh, tidak ada jaminan juga tahun depan sudah bisa mudik. Kapan saya mudiknya, dong?

Lho, dengan menahan diri dulu untuk tidak mudik di tahun ini, kita semua lagi berkontribusi untuk mengendalikan pandemi di Indonesia.
Kalau kita bisa tahan untuk tidak mudik dan masyarakat terus menerus disiplin dengan protokol kesehatan, tentunya COVID-19 di tanah air bisa semakin terkendali.
ADVERTISEMENT
Siapa tahu, dengan kita terus disiplin, tahun depan kita bisa bebas dari pandemi dan akhirnya bisa mudik lagi. Jadi, bersabar dulu, ya!