QnA: Belajar dari Ledakan Kasus Corona di Kudus dan Bangkalan

8 Juni 2021 11:05 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi virus corona. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi virus corona. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus corona di Kudus di Jateng dan Bangkalan di Pulau Madura, Jatim, sampai saat ini masih tak terkendali. Kedua wilayah tersebut saat ini mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah maupun Satgas COVID-19 karena RS rujukan setempat tak mampu lagi menerima pasien COVID-19 yang terus berdatangan.
ADVERTISEMENT
Jumlah kasus positif di kedua kabupaten ini mulai meningkat usai libur Lebaran pada akhir Mei 2021. Penyebabnya, keduanya merupakan lokasi tujuan mudik sehingga menerima cukup banyak kunjungan dari luar daerah.
Kasus pun tiba-tiba meledak.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi menyampaikan bahwa lonjakan ini sudah diantisipasi sebelumnya dengan menyiapkan puluhan ribu tempat tidur untuk isolasi. Kemenkes juga telah memprediksi bahwa kenaikan akan terus terjadi hingga awal Juli.
"Berdasarkan pengalaman sebelumnya, 5-7 minggu sesudah liburan. Jadi perkiraan kita masih bisa melihat kenaikan kasus sampai akhir bulan atau awal bulan," kata Budi pada jumpa pers virtual, Senin (7/6).
Untuk memahami apa yang terjadi di Bangkalan dan Kudus, yuk simak QnA di bawah ini:
Kawasan Alun-alun Kudus, Jawa Tengah. Foto: ANTARANEWS
Jadi, kenapa kasus di Kudus dan Bangkalan bisa tiba-tiba melonjak?
ADVERTISEMENT
Menurut Menkes, salah satu faktor pemicu lonjakan kasus di Kudus akibat banyaknya peziarah yang datang. Sebab Kudus sendiri memang terkenal sebagai daerah dengan destinasi wisata religi.
"Kenaikan tinggi ini karena ada kenaikan kasus secara spesifik di klaster ini. Karena memang Kudus adalah daerah ziarah, sedangkan di Madura banyak pekerja migran Indonesia yang pulang dari negara tetangga," jelas Budi, Senin (7/6).
Suasana di Makam Sunan Kudus yang ditutup sementara. Foto: Indra Subagja/kumparan
Sementara Jenderal Kapolri Listyo Sigit Prabowo juga mengatakan, mengingatkan kasus COVID-19 akibat klaster wisata dan kunjungan keluarga.
“Angka COVID-19 pasca-lebaran kita evaluasi bahwa rata-rata terjadi karena klaster lingkungan, apakah karena itu muncul karena kegiatan silaturahmi, kegiatan-kegiatan kunjungan wisata, kegiatan kunjungan famili, sehingga dari situ kita melihat ada peningkatan,” kata Sigit di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (7/6).
ADVERTISEMENT
Kalau di Bangkalan, penyebab awalnya hampir serupa dengan Kudus. Kegiatan silaturahmi Lebaran yang menimbulkan klaster keluarga bahkan lingkungan.
Selain itu, banyaknya pekerja migran Indonesia (PMI) yang tiba di daerah tersebut menjadi faktor lainnya. Hal ini tentu harus menjadi perhatian Pemda setempat.
Gambaran kondisi terkini seperti apa? Memangnya separah itu, ya?
Saat ini, kasus aktif COVID-19 di Kudus masih terus bertambah jumlahnya. Berdasarkan data dari situs corona.jatengprov.go.id, jumlah kasus aktif corona di Kudus mencapai 1.747 orang pada Senin (7/6).
Itu berarti, total kasus positif di Kudus telah mencapai 9.117 orang. Sementara, 262 orang telah sembuh dan sebanyak 27 orang dilaporkan meninggal dunia.
Sementara yang terjadi di Bangkalan, RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu sebagai RS rujukan sempat menutup IGD karena kewalahan menerima pasien COVID-19 pada Sabtu (6/6). Menindaklanjuti hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dr Herlin Berliana kemudian menunjuk 6 rumah sakit di Surabaya untuk menerima transfer pasien dari RS di Bangkalan tersebut.
ADVERTISEMENT
Saat ini IGD rumah sakit tersebut sudah dibuka kembali. Apabila ada pasien baru kembali berdatangan akan langsung dirujuk ke Surabaya.
Apakah kedua daerah ini cakupan vaksinasinya masih rendah? Tentu ini bisa menjadi faktor.
Untuk menekan angka penularan COVID-19, pelaksanaan vaksinasi secara massal merupakan salah satu caranya. Namun sayangnya, di Kudus sendiri angka vaksinasi masih terbilang rendah.
"Di Jateng di tahap kedua, 35 persen rata-rata capaian vaksinnya, kecuali di wilayah perkotaan itu rata-rata tinggi seperti Solo, Semarang, dan Magelang. Kalau di kabupaten memang rata-rata baru 35 persen," ujar Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah Yulianto Prabowo kepada wartawan, Rabu (2/6).
Saat ini, pemerintah memprioritaskan lansia sebagai penerima vaksinasi. Hal tersebut dikarenakan lansia merupakan kelompok yang paling rentan terkena penyakit COVID-19. Dengan banyaknya lansia yang telah divaksinasi, maka diharapkan bisa mengurangi gejala berat yang bisa mengakibatkan kematian.
Tim Gugus Tugas Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 mengusung jenazah pasien corona di TPU Desa Bakalankrapyak, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (27/5/2021). Foto: Yusuf Nugroho/Antara Foto
Di Kudus, angka vaksinasi bagi lansia juga masih sangat rendah. Sehingga banyak lansia yang terinfeksi COVID-19 kemudian wafat. Salah satu faktor rendahnya angka vaksinasi menurut Juru bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi, karena dipicu kekhawatiran terkait isu-isu yang beredar.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama juga terjadi di Bangkalan. Penerima vaksin masih sedikit.
“Satu, kan, mereka merasa takut, ya, tentu kita harus edukasi terus menerus, mereka bisa jadi penularan untuk keluarga di sekitarnya, nah, itu yang mereka harus paham juga,” ujar Nadia dalam wawancara dengan kumparan, Selasa (1/6).
Merespons lonjakan kasus di Kudus maupun Bangkalan, Kemenkes mengirimkan masing-masing 50 ribu vaksin di kedua daerah zona merah tersebut.
"Khusus Kudus kita drop 50 ribu vaksin khusus supaya bisa disuntikkan. D Bangkalan juga kita akan drop 50 ribu supaya bisa menekan penularan," kata Menkes Budi dalam jumpa pers virtual, Senin (7/6).
Menkes Budi Gunadi Sadikin bertemu dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di Semarang usai dari Kudus. Foto: Dok. Istimewa
Bagaimana dengan kemungkinan munculnya varian baru yang lebih ganas?
Dalam beberapa waktu terakhir, 3 orang tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19 di Bangkalan meninggal dunia. Padahal hampir seluruh tenaga kesehatan di Bangkalan telah mendapatkan vaksinasi lengkap.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut menurut Pakar Epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair), dr Windhu Purnomo perlu dicurigai. Menurutnya, kondisi tersebut dicurigai terjadi karena adanya varian baru COVID-19 yang telah menginfeksi para nakes tersebut.
RSUD Bangkalan. Foto: Humas Bangkalan/Antara
"Padahal 99,9 persen nakes di Bangkalan sudah divaksinasi dua kali dan mendapatkan dosis lengkap. Kenapa bisa meninggal? Persoalannya jangan-jangan sudah ada varian baru yang ada di Madura yang dibawa oleh PMI atau yang lain. Karena seharusnya kalau orang sudah divaksinasi dosis lengkap tidak meninggal, tertular masih mungkin," tutur dia.
"Tapi tidak mempunyai gejala yang berat, karena vaksin itu kan belum terbukti mencegah infeksi, tapi terbukti mencegah orang bergejala berat," jelasnya.
Penampakan varian Corona B117 dari mikroskop elektron. Foto: NIAID
Sementara di Kudus, ratusan nakes juga terpapar corona meski sudah divaksin. Total nakes yang terpapar mencapai 358 orang.
ADVERTISEMENT
Untuk melakukan pelacakan terhadap varian baru, perlu adanya Whole Genome Sequences (WGS) sehingga dapat diketahui dengan pasti jenis atau varian virus COVID-19 apa yang menyerang daerah-daerah dengan lonjakan kasus cukup tinggi.
"Iya bisa saja [karena varian baru], makanya kita lakukan Whole Genome Sequencing. Iya [akan diselidiki]. Ini sedang dilakukan pemeriksaan WGS-nya ke Litbangkes," jelas Jubir Vaksinasi Kemenkes dr. Nadia, Kamis (3/6).
Jubir vaksinasi corona dari Kemenkes Dr. Siti Nadia Tarmizi saat kedatangan Vaksin corona Sinovac tahap 4, di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Selasa (2/2) Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
Beberapa varian baru yang telah terdeteksi di Indonesia yaitu B.1.1.7 asal Inggris, B.1.617 asal India, dan B.1.351 asal Afrika Selatan. Namun tahap WGS yang dilakukan bisa saja menemukan varian yang lain atau mutasi lokal lainnya.
Proses WGS sendiri menurut Nadia memakan waktu yang cukup lama, yakni hampir 1 bulan lamanya.
ADVERTISEMENT
"Biasanya 3-4 minggu," kata dia.
Dengan kondisi tersebut, apa saja yang sudah dilakukan pemerintah daerah dan pusat?
Pemerintah Kabupaten Kudus kemudian mengeluarkan imbauan pada warganya untuk tetap berada di rumah saja. Bupati Kudus Hartopo mengeluarkan imbauan #dirumahaja hingga 9 Juni 2021.
Makam-makam sakral di Kudus pun ditutup. Hal ini dilakukan untuk mencegah kerumunan peziarah.
Namun, berdasarkan pantauan kumparan pada Senin (7/6) pagi, aktivitas masyarakat di Kudus terlihat normal. Padahal imbauan sudah diberikan guna menekan angka penyebaran COVID-19. Sejumlah pasar masih terlihat ramai hingga Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Kudus yang masih bekerja dari kantor.
Sementara pemerintah pusat juga sudah mengunjungi Kudus, dari Kasatgas Ganip Warsito, Panglima TNI Hadi Tjahjanto hingga Menkes Budi Gunadi. Sementara di Bangkalan, Ganip dan jajarannya juga sudah melakukan peninjauan.
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto saat memimpin rapat terkait penanganan COVID-19 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Minggu (6/6). Foto: Puspen TNI
Budi meminta agar masyarakat di Kudus maupun Bangkalan tidak menolak apabila dilakukan proses pelacakan. Hal tersebut sangat membantu untuk mengetahui peta penyebaran dan akan memudahkan pemutusan rantai COVID-19.
ADVERTISEMENT
"Tracingnya jangan ditolak. Kalau Anda terkena enggak usah takut dan khawatir kalau kita kena gimana gimana, citra kita gimana. Kami tanyakan supaya kita bisa menekan laju penularan," katanya.
Kepala BNPB sekaligus Kasatgas Penanganan COVID-19 Ganip Warsito blusukan di Pasar Bitingan, Kudus. Foto: BNPB
Dalam hal penanganan COVID-19 di Kudus, TNI-Polri juga dikerahkan untuk membantu proses isolasi mandiri di wilayah tersebut.
“Diturunkan kurang lebih 4 kompi gabungan TNI Polri untuk menjaga klaster Kudus, dan kemudian mempersiapkan dan mendorong pemerintah daerah untuk menambah isolasi mandiri rujukan yang ada di Semarang,” kata Sigit di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (7/6).